Milenianews.com, Tangerang– Anggota DPR RI 2024 – 2029 yang juga Rektor Universitas UMMI Bogor dan Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS menyampaikan sejumlah strategi harmonisasi Pembangunan Perikanan Budidaya, Pariwisata dan Perikanan Tangkap di perairan laut untuk peningkatan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Pangandaran, Ciamis, Jawa Barat.
Hal itu ia sampaikan pada Round Table Discussion “Strategi Pengembangan Akuakultur dan Kelayakan Budidaya Ikan Laut Pangandaran Menuju Indonesia Emas 2045” yang diadakan di ajang ILDEX Indonesia ILDEX INDONESIA 17 September 2025 ICE BSD City, Rabu (17/9/2025).
Harmonisasi sektor perikanan budidaya, pariwisata, dan perikanan tangkap tersebut sebagai berikut:
- Lokasi ketiga sektor pembangunan itu harus sesuai dengan RTRW (RZWP3K) Kab. Pangandaran yang asli (benar), yang sudah dipaduserasikan dengan RTRW Propinsi Jabar dan RTRW Nasional.
- Kegiatan Perikanan Budidaya (Mariculture) dengan menggunakan KJA (Karamba Jaring Apung) harus menerapkan Best Aquaculture Practices dan ramah lingkungan, tidak membuang limbah yang melebihi kapasitas asimilasi wilayah perairan pesisir Pangandaran (usahakan bisa zero-waste), dan tidak mengganggu lalu-lintas aktivitas pariwisata maupun penangkapan ikan oleh nelayan.
- Komoditas (spesies) yang dibudidayakan: kerapu, barramundi, lobster, rumput laut, dan lainnya yang cocok (suitable) dengan kondisi oseanografis dan klimatologis setempat.
- Dengan bahan KJA yang bagus, indah, kuat, dan ramah lingkungan, seperti HDPE (High Density Poly Etheline), maka seperti halnya di negara-negara lain (Singapura, Malaysia, Thailand, Vietnam, Hongkong, China, Norwegia, AS, Canada, dan Chile); budidaya ikan maupun lobster dengan KJA di laut dapat dijadikan obyek/destinasi wisata, seperti mancing, memberi pakan, dan lain-lain.
“Selain itu, produk dari mariculture (seperti lobster, barramundi, kerapu, bawal Bintang, cobia, dan rajungan) merupakan kuliner favorite (yang dicari) bagi sebagian besar wisatawan, baik domestik maupun wisman (wisatawan manca negara),” kata Prof. Rokhmin Dahuri yang juga ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).
- Hasil tangkapan para nelayan, seperti ikan kecil (rucah) dan kekerangan merupakan pakan yang bagus dan utama bagi lobster budidaya.
- Berbagai aktivitas pariwisata dan penangkapan ikan pun tidak boleh mencemari lingkungan perairan laut Pangandaran.
- Perkuat dan kembangkan kolaborasi PENTAXELIX (Pemerintah, Swasta/Industri, Akademisi/Peneliti, Masyarakat, dan Media Masa): R & D, Capacity Building, Investasi dan Bisnis, MONEV, dan penciptaan Iklim Investasi Kondusif.

Prof. Rokhmin memaparkan peluang industri offshore aquaculture di Pangandaran sebagai berikut:
- Sea farming Pangandaran sudah terbukti menguntungkan bahkan di skala rumah tangga.
- Kerapu dan lobster berpotensi menjadi komoditas unggulan ekspor, namun membutuhkan pengelolaan berkelanjutan agar tidak jatuh pada open access tragedy.
- Proyeksi skala industri (KKP, 2021): Dengan mengadopsi model KJA Offshore Perinus–Norwegia (diameter 25,5 m, kedalaman 15 m, 8 unit jaring), potensi produksi per unit mencapai 816 ton/tahun. Jika 5 unit diterapkan di Pangandaran → produksi tahunan bisa mencapai ±4.000 ton dengan nilai ekonomi USD 20–30 juta/tahun (bergantung harga ekspor).
“Pangandaran memiliki peluang besar untuk bertransformasi dari subsistence-scale aquaculture menuju industrial-scale offshore aquaculture, yang mampu memasok pasar Asia Timur dengan standar global,” kata Prof. Rokhmin yang juga ketua Dewan Pakar ASPEKSINDO (Asosiasi Pemerintah Daerah Pesisir dan Kepulauan se Indonesia)
Prof. Rokhmin juga mengungkapkan tantangan budidaya KJA offshore Pangandaran sebagai berikut:
- Gelombang tinggi & badai Samudera Hindia → perlu teknologi keramba tahan ombak (submersible cages) (FAO, 2022).
- Kerentanan ekosistem: 30–50% terumbu karang alami bleaching, menurunkan populasi ikan (Ahmady & Rahman, 2025).
- Alih profesi nelayan tangkap → butuh pelatihan, modal, dan kelembagaan koperasi (DKPKP, 2023).
- Infrastruktur pendukung masih terbatas: cold chain, pasar ikan modern, processing plant (RPJMD, 2021–2026).
- isiko degradasi habitat lobster & ikan karang → butuh hatchery & regulasi budidaya ketat (Bioflux, 2023).













