News  

Pidato Kunci  Taiwan International Ocean Forum, Prof. Rokhmin Tekankan Pentingnya Memaksimalkan Potensi Laut  dan Pesisir guna Mendukung Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MSc  memberikan keynote speech di acara 2024 Taiwan International Ocean Forum yang digelar di Tainan City, Taiwan, Selasa (8/10/2024). (Foto: RD Institute)

Milenianews.com, Tainan City– Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MSc  diundang untuk memberikan pidato kunci (keynote speech) di acara 2024 Taiwan International Ocean Forum yang digelar di Tainan City, Taiwan, Selasa (8/10/2024).

Acara 2024 Taiwan  International Ocean Forum  dihadiri oleh 300 top scientists, dosen, praktisi, pebisnis, aktivis lingkungan, dan mahasiswa dari 36 negara. Antara lain,  AS, Inggris, Indonesia, Jepang, Korea, india, Palau, Kepulauan Marshal, dan Afrika Selatan.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin yang juga ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI)  membawakan makalah berjudul “Mengelola Aktivitas Manusia untuk Pembangunan Berkelanjutan Pesisir dan Laut di Era Industri 4.0, Triple Ecological Crisis, dan Meningkatnya Ketegangan Geopolitik”.

Ia mengawali keynote speech-nya dengan mengungkapkan fakta tentang kemiskinan dan kelaparan yang melanda dunia. “Meskipun kemajuan teknologi dan pertumbuhan ekonomi global luar biasa sejak Revolusi Industri Pertama pada tahun 1870-an, hingga kini masyarakat dunia gagal mengangkat warga dunia keluar dari kemiskinan dan kelaparan,” kata Prof. Rokhmin dalam rilis yang diterima Milenianews.com.

Ia menyebutkan data:  Sebelum Pandemi Covid-19 pada Desember 2019 sekitar 1,3 miliar penduduk dunia masuk kategori miskin dan sekitar 700 juta orang kelaparan (Bank Dunia, 2020). “Lalu, akibat Pandemi Covid-19, Perang Rusia vs Ukraina, Israel vs Palestina, dan geopolitik lainnya yang semakin meningkat ketegangan (khususnya persaingan antara AS vs Tiongkok), dunia dihadapkan pada krisis  pangan  dan  energi, inflasi yang tinggi, dan perlambatan ekonomi. Dampaknya,  saat ini jumlah  penduduk miskin di dunia menjadi 3 miliar orang, miskin ekstrim menjadi 1,5 miliar orang, dan yang mengalami kelaparan mencapai  1 miliar orang,” ujarnya mengutip dana Bank Dunia dan UNDP, 2022.

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan (2001-2004) itu mengungkapkan, permintaan manusia yang semakin meningkat terhadap berbagai barang dan jasa berdampak  lebih banyak lagi eksploitasi dan pengembangan sumber daya alam serta modifikasi dan/atau konversi ekosistem alami (seperti hutan, danau, pantai, hutan bakau, rawa asin, padang lamun, dan terumbu karang) untuk pertanian, kawasan industri, pemukiman, perkotaan, infrastruktur, dan ekosistem buatan lainnya.

“Permasalahannya sumber daya alam dan ekosistem di darat  sebagian besar sudah habis atau sulit dimanfaatkan dan dikembangkan,” ujarnya.

Maksimalkan Potensi Laut dan Pesisir

Pakar kelautan dan perikanan itu lalu mengajak untuk memaksimalkan potensi laut  dan pesisir guna mendukung pembangunan ekonomi berkekanjutan. Ia menjelaskan,  sekitar 80 persen permukaan bumi tertutup oleh lautan (72%) dan pesisir (8%). Pesisir dan lautan di dunia tidak hanya memberikan nilai ekonomi termasuk sumber daya tak terbarukan (seperti minyak dan gas, berbagai mineral, dan bahan tambang), sumber daya terbarukan (seperti sumber daya perikanan, hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, dan bahan bioteknologi), dan jasa lingkungan (seperti untuk wisata pesisir dan laut, dan media transportasi laut); tetapi juga fungsi ekologis tempat kelangsungan hidup manusia peradaban bergantung pada siklus hidrologi, siklus biogeokimia, asimilasi limbah (netralisasi), dan penyerapan karbon serta pengatur iklim. Pesisir dan lautan juga dimiliki sumber informasi ilmiah yang sangat besar dan tak terhitung jumlahnya untuk pendidikan, penelitian, dan produksi inovasi yang dibutuhkan manusia.

  • Meski hanya 8% dari permukaan bumi, wilayah pesisir menyediakan sekitar 45% dari total sumber daya alam dan jasa lingkungan yang tersedia di Bumi (Kostanza, 1998).
  • Secara global, karena kesuburan tanahnya, wilayah pesisir merupakan sumber makanan utama bagi masyarakat dunia (FAO, 2000). Lebih dari 60% populasi global tinggal dalam jarak 50 km dari pantai (FAO, 2014).
  • Sekitar 65% kota-kota besar di dunia terletak di wilayah pesisir. Lebih dari tiga miliar masyarakat (40% populasi dunia) bergantung pada sumber daya laut dan pesisir untuk penghidupan mereka (Perserikatan Bangsa-Bangsa, 2014).
  • Sekitar 90% dari total komoditas dan produk diperdagangkan secara global diangkut melalui lautan, lautan, dan wilayah pesisir (UNCTAD, 2012). Dan, pantai dan lautan memainkan peran penting dalam keamanan, pertahanan, dan kedaulatan negara mana pun di dunia, khususnya negara-negara pesisir.

Sayangnya, kata Prof. Rokhmin, meskipun peran ekosistem pesisir dan laut sangat penting dan strategis pembangunan ekonomi berkelanjutan dan kelangsungan peradaban manusia, keberlanjutan banyak ekosistem (wilayah) pesisir dan lautan di dunia terancam oleh penangkapan ikan yang merusak oleh  3 praktik:  Penangkapan ikan IUU (Ilegal, Unregulated, and Unreported). Kemudian,  penangkapan ikan berlebihan; degradasi fisik ekosistem pesisir (termasuk hutan bakau, rawa asin, muara, pantai, padang lamun, dan terumbu karang); pencemaran (khususnya pencemaran plastik dan limbah bahan beracun berbahaya); hilangnya keanekaragaman hayati; konflik pemanfaatan ruang; dan jenis perusakan lingkungan hidup lainnya.

Baca Juga : Kuliah Umum di Universitas Jeju, Prof. Rokhmin Soroti Kerja Sama Indonesia-Korea Selatan

Sejak tahun 1990-an ancaman (tekanan) lingkungan telah diperburuk oleh dampak negatif Perubahan Iklim Global di pesisir dan lautan termasuk peningkatan suhu laut, kenaikan permukaan laut, banjir, penggenangan (tenggelamnya) pulau-pulau kecil di dataran rendah dan wilayah pesisir, pengasaman laut, cuaca ekstrem, dan angin topan.

“Jika tidak ditangani dengan baik dan segera, hal ini akan menyebabkan  degradasi lingkungan di pesisir dan lautan dunia dapat membahayakan penyerapannya kapasitas Gas Rumah Kaca (CO2, metana, dan NOx) dan potensinya (misalnya hutan bakau, padang lamun, terumbu karang, dan lautan) sebagai solusi berbasis alam untuk menghentikan pemanasan global atau titik didih, dan peran Karbon Biru dalam Sistem Kelautan dan Atmosfer,” ujarnya.

Ia menambahkan, dunia saat ini  juga menghadapi tiga krisis ekologi: perubahan iklim, hilangnya keanekaragaman hayati, dan polusi. “Ancaman-ancaman yang saling berhubungan ini mendatangkan malapetaka pada ekosistem pesisir dan laut kita,” tuturnya.

Revolusi Industri Keempat

Dunia saat ini  sedang berada di tengah-tengah Revolusi Industri Keempat yang ditandai dengan pesatnya proliferasi teknologi digital, Kecerdasan Buatan, Internet of Things (IoT), Blockchain, Cloud Computing, otomatisasi, bioteknologi, teknologi nano, material canggih, dan proses manufaktur yang maju. “Industri 4.0 memberi kita alat yang belum pernah ada sebelumnya untuk melakukan peningkatan pemanfaatan dan pengembangan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan, pemantauan, pengelolaan, dan melestarikan lingkungan pesisir dan laut kita. Data dari satelit, sensor, dan berbasis AI model (aplikasi), drone, robot memungkinkan kita memprediksi perubahan populasi biota laut, melacak polusi, mengukur kesehatan pantai dan lautan kita secara real-time, dan penangkapan ikan secara presisi (perikanan tangkap) dan budidaya perikanan untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi, daya saing, dan keberlanjutan,” paparnya.

Namun, manfaat Industri 4.0 juga mempunyai risiko. Peningkatan otomatisasi dan efisiensi di sektor industri dapat menyebabkan eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya pesisir dan laut, penambangan laut dalam, dan perusakan habitat lebih lanjut jika tidak diatur secara hati-hati. Apalagi digitalnya kesenjangan ini mengancam akan meninggalkan negara-negara berkembang di pesisir pantai, sehingga memperlebar kesenjangan dalam upaya keberlanjutan perkembangan.

“Untuk memanfaatkan potensi Industri 4.0 demi kebaikan, kita harus menerapkan tanggung jawab inovasi. Ini berarti mengadopsi teknologi yang meningkatkan pengelolaan lingkungan dan pengelolaan sumber daya, sekaligus memastikan akses yang adil terhadap inovasi-inovasi tersebut semua komunitas pesisir, dari negara dengan perekonomian paling maju hingga negara kepulauan terkecil,” ujarnya.

Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin  mengupas tentang pentingnya Ekonomi Biru (Blue Economy) yang kini menjadi isu global untuk mewujudkan tata kehidupan dunia yang lebih dan berkelanjutan.

Mengutip UNEP (20216),  ia menyampaikan bahwa Ekonomi Hijau didefinisikan sebagai ekonomi rendah karbon, efisien sumber daya, dan inklusif secara sosial.  Blue Economy adalah penerapan Ekonomi Hijau di wilayah kelautan (dalam Dunia Biru) (UNEP, 2012).

“Ekonomi Biru adalah pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan manusia, serta sekaligus menjaga kesehatan dan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut,” kata Prof. Rokhmin yang juga nggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional dari Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman    itu  mengutip  Bank Dunia  (2016).

Baca Juga : Tampil di Indonesia Climate Change Forum (ICCF) 2024, Prof. Rokhmin Paparkan Tata Kelola Laut Berkelanjutan

Selain itu, Ekonomi Biru adalah seluruh kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan lautan dan pesisir. Hal ini mencakup berbagai sektor ekonomi mapan dan sektor baru (EC, 2020).

Ekonomi Biru juga mencakup manfaat ekonomi pesisir dan laut yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti Perlindungan Pesisir, Keanekaragaman Hayati, Assimilator Sampah, Penyerapan Karbon, dan Pengatur Iklim (Conservation International, 2010).

Di bagian akhir pidato kuncinya, Prof. Rokhmin menegaskan pembangunan pesisir dan laut yang berkelanjutan harus berakar pada enam prinsip utama: inklusif, pertumbuhan ekonomi sesuai dengan Daya Dukung Lingkungan Hidup, ketahanan pangan dan energi, ketahanan, kesetaraan, inovasi, dan kolaborasi global yang saling menguntungkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *