Milenianews.com, Jeju– Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MSc diundang untuk memberikan Kuliah Umum di Universitas Nasional Jeju, Korea Selatan, Kamis (26/9/2024).
Duta Besar Kehormatan Kepulauan Jeju dan Kota Metropolitan Busan, Korea Selatan itu membawakan makalah berjudul “Deepening And Enhancinga Win-Win Cooperation Between South Korea And Indonesia In Education, Research, And Innovations Of Blue Economy”.
Dalam makalah, Prof. Rokhmin antara lain menyoroti kerja sama RI-Korea Selatan. Ia menyebutkan data statistik perdagangan antara Korea Selatan dan Indonesia sebagai berikut:
- Ekspor dari Indonesia ke Korea Selatan (2023): 10,30 miliar dolar AS.
- Ekspor dari Korea Selatan ke Indonesia (2023): 10,52 miliar dolar AS.
- Perdagangan bilateral Indonesia-Korea Selatan (2023): 20,83 miliar dolar AS.
- Surplus perdagangan Indonesia-Korea Selatan (2023): 0,22 miliar dolar AS.
“Korea Selatan merupakan mitra dagang terbesar ke-8 Indonesia pada tahun 2023, merupakan sumber impor terbesar ke-6 bagi Korea Selatan dan pasar ekspor terbesar ke-8,” kata Prof. Rokhmin dalam rilis yang diterima Milenianews.com.
Produk ekspor utama Korea Selatan ke Indonesia: reaktor nuklir; mesin dan peralatan listrik, dan televisi; besi dan baja; bahan bakar mineral, minyak, plastik; kendaraan dan bagian-bagiannya (tidak termasuk stok kereta api atau trem); dan sebagainya.
“Impor utama dari Indonesia: bahan bakar mineral, minyak; bijih, terak, dan abu; mesin dan peralatan listrik; kayu dan barang kayu; besi dan baja; lemak dan minyak hewani, nabati, atau mikroba; dan berbagai produk kimia., dan lain-lain,” ujarnya.
Ia pun menyebutkan beberapa contoh kerja sama antara Indonesia dan Korea Selatan. Pada tanggal 14 September 2022, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menandatangani MoU dengan Universitas Nasional Jeju untuk meningkatkan kolaborasi penelitian dan pengembangan sumber daya manusia di sektor kelautan dan perikanan.
“Kemitraan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia melalui beasiswa, pertukaran pakar, dan pelatihan, serta memajukan budidaya perikanan berbasis masyarakat dengan menggunakan teknologi inovatif,” kata Prof. Rokhmin yang juga anggota Dewan Penasihat Ilmiah Internasional dari Pusat Pengembangan Pesisir dan Laut, Universitas Bremen, Jerman.
Sementara itu, pada tanggal 21 Juni 2024, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Indonesia menandatangani perjanjian kerja sama dengan Korea Selatan untuk meningkatkan kapasitas sumber daya manusia di sektor kelautan dan perikanan. Kerja sama ini mencakup pendirian Pusat Pelatihan Kelautan dan Perikanan di Indonesia yang didukung oleh proyek Official Development Assistance (ODA).
“Proyek yang beranggaran 7,5 miliar won Korea ini bertujuan untuk mengembangkan tenaga kerja terampil, memajukan industri, dan meningkatkan peluang ekonomi di sektor kelautan dan perikanan,” ujar Ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.
Ekonomi Biru
Prof. Rokhmin juga mengupas tentang pentingnya Ekonomi Biru yang kini menjadi isu global. Ia berharap Indonesia dan Korea Selatan dapat terus memperkuat kerja sama dalam pembangunan Ekonomi Biru untuk mewujudkan tata kehidupan dunia yang lebih dan berkelanjutan.
Mengutip UNEP (20216), ia menyampaikan bahwa Ekonomi Hijau didefinisikan sebagai ekonomi rendah karbon, efisien sumber daya, dan inklusif secara sosial. Blue Economy adalah penerapan Ekonomi Hijau di wilayah kelautan (dalam Dunia Biru) (UNEP, 2012).
“Ekonomi Biru adalah pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut secara berkelanjutan untuk pertumbuhan ekonomi, peningkatan kesempatan kerja dan kesejahteraan manusia, serta sekaligus menjaga kesehatan dan keberlanjutan ekosistem pesisir dan laut,” kata anggota DPR RI Terpilih 2024-2029 itu mengutip Bank Dunia (2016).
Selain itu, Ekonomi Biru adalah seluruh kegiatan ekonomi yang berkaitan dengan lautan dan pesisir. Hal ini mencakup berbagai sektor ekonomi mapan dan sektor baru (EC, 2020).
Baca Juga : Mengisi Kuliah Umum, Ini Pesan Prof. Rokhmin kepada Mahasiswa Universitas Tarumanegara
Ekonomi Biru juga mencakup manfaat ekonomi pesisir dan laut yang tidak dapat dinilai dengan uang, seperti Perlindungan Pesisir, Keanekaragaman Hayati, Assimilator Sampah, Penyerapan Karbon, dan Pengatur Iklim (Conservation International, 2010).
Kemudian Prof. Rokhmin menyampaikan kesimpulan terkait Ekonomi Biru. “Ekonomi biru didefinisikan sebagai model ekonomi yang menerapkan: (1) infrastruktur, teknologi, dan praktik ramah lingkungan; (2) mekanisme pembiayaan yang inovatif dan inklusif; (3) dan pengaturan kelembagaan yang proaktif untuk mencapai tujuan ganda yaitu melindungi pantai dan lautan, dan pada saat yang sama meningkatkan potensi kontribusinya terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan, termasuk meningkatkan kesejahteraan manusia dan mengurangi risiko lingkungan dan kelangkaan ekologi,” paparnya mengutip UNEP (2012) dan PEMSEA (2016).