Milenianews.com, Jakarta – COVID-19 ikut membuat nilai tukar Rupiah terhadap dollar melemah. Rupiah hari ini benar-benar terpukul. Nilai tukar Rupiah terus merosot melawan dollar AS (USD). Perdagangan pada Rabu (18/03) kemarin, Rupiah melemah 0,36% ke Rp 15.215/USD.
Merosotnya nilai Rupiah kali ini nyaris jadi yang terburuk sejak krisis moneter, saat menghantam Indonesia tahun 1998 dengan nilai tukar saat itu Rp 15.265/USD. Jika sampai pada level itu maka nilai tukar Rupiah kali ini akan menjadi rekor terlemah sejak krisis moneter.
Baca Juga : Biar Lebih Untung, Tukarkan Mata Uang Asing Dengan Cara Ini
Melemahnya Rupiah dirasa begitu cepat, melemah dengan persentase nyaris 10% year to date (YTD) dalam waktu tiga bulan bahkan kurang dari dua bulan sejak Rupiah sempat menguat pada bulan Januari.
Anjloknya nilai tukar Rupiah kali ini akibat capital outflow setelah munculnya pernyataan dari WHO tentang status COVID-19 menjadi Pandemi.
AS Gelontorkan Stimulus Sebesar USD 1.000 Triliun
Di pasar saham, investor asing membukukan jual bersih (net sell) pada Rp. 8,56 Triliun secara YTD, sedang di pasar obligasi pemerintah, kepemilikan asing berkurang Rp. 57,88 Triliun dalam masa periode yang sama, seperti dilansir cnbcindonesia.com, Rabu (18/03).
Penyebaran virus COVID-19 menjadi sentimen paling tinggi dalam pelemahan Rupiah ini. Sampai siang kemarin Rupiah terus tertekan hingga Rp. 15.224/USD.
Kepala Riset Monex Investindo Futures Ariston Tjendra mengatakan sebagian aset berisiko bergerak positif pagi tadi terpicu oleh pengumuman stimulus pemerintah AS sebesar USD 1 triliun kemarin malam.
“Harapannya hal ini bisa membantu menahan pelemahan Rupiah hari ini”, kata Ariston seperti dikutip Antara, Rabu (18/03).
Baca Juga : Kominfo Temukan 242 Konten Hoaks terkait Corona
Stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah AS ini dinilai dapat membantu menahan pelemahan Rupiah. AS berencana menggelontorkan stimulus sebesar 1 triliun USD dalam bentuk dana tunai USD 1.000 untuk orang Amerika serta bailout untuk perusahaan penerbangan dan hotel.
Namun, lanjut Ariston, pasar khawatir dengan dampak negatif COVID-19 terhadap perekonomian, hal ini akan menghalangi penguatan aset beresiko tersebut. (Umi)