Milenianews.com, Mata Akademisi– Inilah pamungkas dari tiga belas ayat pertama surah al-Rahman yang sangat menghentak dalam bentuk interogatif, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 13).
Pengarang Tafsir Jalalain memahami “al-Alaa” (nikmat) sebagai “al-ni’am” (karunia). Frasa “rabbikuma” (Tuhan kamu berdua) maksudnya Tuhan manusia dan jin. Sebab nikmat dan karunia Allah untuk kalangan manusia dan jin.
Ayat ini, lanjut pengarang Tafsir Jalalain, terulang sebanyak tiga puluh satu kali. Kata tanya (istifham) yang terdapat dalam ayat ini dan terulang hingga tiga puluh satu kali mengandung makna penetapan atau taqrir.
Terkait ayat ini, terdapat sebuah hadits yang ditulis Imam Hakim yang bersumber dari Jabir. Dia bercerita bahwa Rasulullah membacakan kepada kami surah al-Rahman hingga selesai. Sejurus Rasulullah bersabda, “Mengapa kalian diam saja?
Sungguh jin lebih baik responsnya ketimbang kalian. Karena sesungguhnya setiap kali aku bacakan ayat ini kepada mereka”, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?”, mereka selalu menjawab, “Wahai Tuhan kami, tidak ada satu pun nikmat-Mu yang kami dustakan, bagi-Mu segala puji.”
Syaikh Nawawi menulis ayat ini maknanya, “Wahai jin dan manusia, apakah kamu mengingkari nikmat yang telah dilimpahkan Allah kepadamu mulai dari nikmat penciptaan dalam berbagai keadaan hingga kamu menjadi makhluk yang hidup?”
Muhammad Yusuf Ali memahami ayat ini sebagai pertanyaan atas nikmat yang saling berpasangan, “Adakah nikmat yang tidak kamu akui baik secara lisan, perilaku atau perbuatan?”
Nikmat yang berpasangan itu, lanjut Muhammad Yusuf Ali, adalah diciptakan manusia dan alam luar, matahari dan bulan, herba (daun kering dari tanaman yang memiliki bau aromatik) dan pohon, langit dan bumi, buah-buahan dan biji-bijian, makanan manusia dan pakan ternak, makanan bernutrisi dan bunga beraroma harum, dan seterusnya.
Ayat ini bermaksud menetapkan dan menekankan nikmat yang Allah berikan kepada manusia dan jin. Karena itu, ungkap al-Maraghi, semua nikmat tersebut harus diingat dan disyukuri.
Penulis: Dr. KH. Syamsul Yakin MA., Dai Lembaga Dakwah Darul Akhyar (LDDA) Kota Depok.