Milenianews.com, Mata Akademisi – Peradaban Andalusia pada abad ke-8 hingga ke-14 merupakan puncak kemajuan ilmu pengetahuan dalam sejarah Islam. Pada masa ini, para cendekiawan Muslim mempelajari, menerjemahkan, serta mengembangkan pengetahuan dari Yunani, Persia, dan India, lalu menyatukannya dengan nilai-nilai keimanan. Ilmu Al-Qur’an hidup berdampingan dengan matematika, astronomi, kedokteran, dan filsafat tanpa batas pemisah yang tegas.
Namun, seiring berjalannya waktu, dunia memasuki era modern yang ditandai oleh sekularisasi ilmu, yaitu pemisahan pengetahuan dari nilai-nilai agama yang berkembang di Eropa. Perjalanan dari kemegahan Andalusia menuju tantangan zaman modern memunculkan pertanyaan mendasar: bagaimana Islam menanggapi sekularisasi ilmu sepanjang sejarah, dan apa pesan yang dapat dipetik untuk masa kini?
Pandangan Ulama Andalusia terhadap Ilmu
Di Andalusia, sekularisasi ilmu bukanlah konsep yang dikenal. Para cendekiawan seperti Ibnu Sina (Avicenna), Ibnu Rushd (Averroes), dan Al-Khwarizmi memandang ilmu sebagai jalan untuk mengenal Allah secara lebih mendalam, bukan sebagai sesuatu yang bertentangan dengan iman. Ibnu Rushd, misalnya, menegaskan bahwa ilmu filsafat dan ilmu agama merupakan dua jalan menuju kebenaran yang sama.
Di kota-kota seperti Cordoba, Granada, dan Seville, masjid berfungsi sebagai pusat pembelajaran yang mengajarkan Al-Qur’an sekaligus ilmu pengetahuan umum. Sistem pendidikan Andalusia menekankan bahwa kebenaran yang diperoleh melalui akal merupakan bagian dari kebenaran ilahi, sehingga ilmu berkembang pesat tanpa kehilangan dimensi spiritualnya.
Faktor Pendukung Integrasi Ilmu di Andalusia
Integrasi ilmu dan keimanan di Andalusia tidak terjadi secara kebetulan. Pertama, ajaran Al-Qur’an dan Hadis sangat menekankan pentingnya mencari ilmu, sebagaimana tercermin dalam perintah “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan” (QS. Al-‘Alaq: 1). Ayat ini dipahami sebagai dorongan untuk mempelajari seluruh ciptaan Allah.
Kedua, masyarakat Andalusia bersifat pluralis, di mana Muslim, Kristen, dan Yahudi hidup berdampingan serta saling bertukar pengetahuan. Ketiga, dukungan penguasa sangat kuat, sebagaimana ditunjukkan oleh Khalifah Abd al-Rahman III yang mendirikan perpustakaan besar di Cordoba dengan ribuan naskah dari berbagai belahan dunia. Faktor-faktor ini menjadikan Andalusia sebagai laboratorium integrasi ilmu dan keimanan yang memberi kontribusi besar bagi peradaban manusia.
Kemunduran Andalusia dan Lahirnya Sekularisasi di Eropa
Pada abad ke-14, peradaban Andalusia mulai mengalami kemunduran akibat ekspansi kekuatan Kristen Spanyol. Banyak cendekiawan Muslim kemudian berpindah ke wilayah Timur Tengah dan Afrika Utara. Di saat yang sama, Eropa memasuki masa kebangkitannya dengan menjadikan karya-karya ilmuwan Andalusia sebagai fondasi perkembangan ilmu pengetahuan.
Namun, dalam perkembangannya, para pemikir Eropa mulai memisahkan ilmu dari agama Kristen. Pemisahan ini dilakukan agar penelitian ilmiah dapat berjalan secara objektif tanpa campur tangan lembaga keagamaan. Dari sinilah sekularisasi ilmu berkembang dan menjadi ciri khas ilmu modern Barat.
Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi
Respons Pemikir Islam Modern terhadap Sekularisasi
Pada pertengahan abad ke-20, perdebatan muncul di kalangan pemikir Muslim mengenai cara menyikapi sekularisasi ilmu. Sebagian menekankan pentingnya integrasi ilmu dan keimanan, sementara yang lain menerima pemisahan terbatas dengan tetap menjadikan nilai Islam sebagai landasan etis.
Syed Muhammad Naquib al-Attas, misalnya, mengusulkan konsep ilmu yang terarah (al-‘ilm al-hādi), yaitu ilmu yang dikembangkan untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurutnya, sekularisasi membuat ilmu kehilangan arah karena hanya berorientasi pada keuntungan material. Sebaliknya, Hasan Hanafi berpendapat bahwa metode ilmiah modern dapat diterima, asalkan nilai-nilai Islam tetap digunakan untuk menilai dan mengarahkan hasil penelitian demi kesejahteraan manusia.
Sekularisasi Ilmu dan Tantangan Zaman Modern
Di era modern, sekularisasi ilmu menghadirkan tantangan yang semakin kompleks, terutama di bidang teknologi dan ilmu sosial. Perkembangan kecerdasan buatan, rekayasa genetika, dan pengawasan digital memunculkan persoalan etis yang sulit dijawab tanpa panduan nilai agama. Pertanyaan mengenai batas penciptaan makhluk buatan atau modifikasi gen manusia menjadi isu yang sangat relevan.
Dalam ilmu sosial, teori-teori seperti materialisme, individualisme, dan relativisme moral sering kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan kebersamaan, keadilan, dan kebenaran universal. Oleh karena itu, umat Islam dituntut untuk lebih kritis dalam mengadopsi dan menerapkan ilmu sosial modern.
Upaya Islam Menjawab Tantangan Sekularisasi
Sebagai respons, berbagai negara Muslim membentuk lembaga etika keagamaan untuk menilai hasil penelitian ilmiah dan teknologi. Di Indonesia, misalnya, fatwa mengenai teknologi IVF dan vaksin halal telah dikeluarkan oleh lembaga keagamaan. Selain itu, sejumlah universitas Islam mengembangkan riset yang diarahkan oleh nilai-nilai Islam.
Universitas Islam Internasional Malaysia (IIUM), misalnya, mengembangkan penelitian energi terbarukan yang berlandaskan konsep khilafah fi al-ard, yaitu tanggung jawab manusia dalam memelihara ciptaan Allah. Pendekatan ini menunjukkan bahwa ilmu modern dapat dikembangkan tanpa melepaskan dimensi spiritual.
Pendidikan sebagai Kunci Integrasi Ilmu
Pendidikan menjadi faktor utama dalam menanggapi sekularisasi ilmu. Banyak lembaga pendidikan Islam mulai mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum dalam kurikulum mereka. Siswa tidak hanya mempelajari Al-Qur’an dan Hadis, tetapi juga sains dan ilmu sosial secara terpadu.
Di beberapa sekolah Islam di Turki, misalnya, teori evolusi diajarkan dengan pemahaman bahwa proses tersebut merupakan bagian dari kehendak Allah. Pendekatan ini bertujuan melahirkan generasi yang kritis, kompeten dalam ilmu modern, dan tetap kokoh dalam keimanan, sebagaimana para cendekiawan Andalusia pada masa lalu.
Pelajaran Andalusia bagi Masa Kini
Jika dibandingkan, terdapat kesinambungan dan perubahan dalam tanggapan Islam terhadap sekularisasi ilmu. Kesinambungannya terletak pada keyakinan bahwa ilmu dan iman tidak saling bertentangan. Perubahannya terlihat pada strategi yang digunakan, menyesuaikan dengan konteks sosial dan teknologi yang berbeda.
Peradaban Andalusia memberikan pelajaran penting bahwa ilmu dan keimanan dapat berjalan beriringan. Para cendekiawan Muslim tidak menolak ilmu dari luar, tetapi menyaring dan mengarahkannya sesuai dengan nilai Islam. Pesan ini sangat relevan di tengah tantangan ilmu modern yang berkembang pesat.
Pada akhirnya, tanggapan Islam terhadap sekularisasi ilmu menegaskan bahwa ilmu adalah amanah dari Allah yang harus digunakan untuk kemaslahatan manusia. Sekularisasi tidak selalu harus dipandang sebagai ancaman, tetapi dapat menjadi momentum untuk menegaskan kembali tujuan ilmu.
Dari kejayaan Andalusia hingga kompleksitas zaman modern, Islam terus mengingatkan bahwa kebenaran bersifat tunggal, dan ilmu serta keimanan adalah dua sayap yang membawa manusia menuju kebenaran tersebut.
Penulis: Salwa Liana Putri, Mahasiswi institut ilmu Al- Qur’an [IIQ] Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.







