Sunwich Bawa Kembali Gelombang Warna Indie Pop yang Ceria

Indie Pop Sunwich

Mata Akademisi, Milenianews.com – Saat pertama kali mendengarkan dan menyaksikan penampilan grup band indie pop Sunwich yang digawangi Hafiz Alfaiz (gitar), Mahandhika Irsyam (gitar), dan Rifki Handani (drum), menemani Aliefia Augustine (vokal) serta Raflie Arbiantara (bas), di acara Student Nite Festival 2024 yang diadakan FISIP UI beberapa waktu lalu, saya langsung dibuat terpikat pada band tersebut.

Sunwich sendiri merupakan band asal Jakarta yang mengusung genre musik Indie Pop. Nama grup band tersebut berasal dari “sunday with chocolate” yang merupakan dua hal yang bisa membuat orang bahagia.

Dengan isian musik yang renyah plus melodi gitar yang manis, bagai “tawa anak SMA habis bubaran sekolah”, ditambah dengan lirik yang cukup ringan tapi tidak “kacangan”. Hal tersebut lantas membuat saya teringat dengan lagu “You and Me Against the World” milik band Mocca. Seakan mengajak bernostalgia ke-era Indie Pop ‘90an sampai 2000an awal yang ceria.

Baca juga: Taste of Cherry: Pahitnya Absurditas dan Gangguan Mental

Memang tidak bisa dipungkiri di era tersebut kekuatan Indie Pop mendapatkan porsinya yang penuh. Hal itu dapat dilihat dari maraknya band yang mengusung genre tersebut dengan event komunitas yang diadakan, dan juga sampai kultur gaya berpakaian.

Sunwich sendiri merilis single debut mereka “Énouement” pada tahun 2019. Kemudian, pada tahun 2020, mereka merilis EP pertama mereka “Storage”, hingga puncaknya adalah rilisnya album pertama mereka yang bertajuk “Apophenia”.

Di awal mula kemunculannya Indie Pop sebelum ada Sunwich

Istilah indie pop atau terkadang dieja menjadi indiepop/indie-pop adalah turunan subgenre musik yang mengedepankan pemilihan chord gitar yang manis ala musik pop. Namun, genre tersebut lebih menentang susunan nada serta penulisan lirik yang berbeda dengan lagu pop mainstream pada umumnya.

Dikutip melalui popmatters, genre tersebut diyakini merupakan turunan dan cabang langsung dari popularitas musik post-punk di Inggris yang merebak di era 1970-an. Popularitas genre musik ini juga turut menyebar luas di seluruh dunia. Khususnya berbarengan dengan variasi yang berkembang di dalamnya dengan mengikuti lokasi yang disinggahinya.

Sementara itu, dilansir dari DCDC.id, bahwasanya kiprah genre musik ini semakin menjadi-jadi dengan hadirnya band-band British-Pop (Britpop) yang di antaranya seperti The Smiths, Pulp, Suede, The Stone Roses, Oasis, dan Blur. Hal tersebut juga menandakan lanjutan dari British Invasion di era 80an akhir dan 90an awal.

Baca juga: Cahaya Merah Tembaga di Tengah Mendungnya Demokrasi: Bangkitnya Oposisi di Senjakala Pemerintahan Jokowi

Era ini pun disinyalir menjadi puncak bagi genre musik tersebut. Terutama di mana geliatnya tersebar ke banyak arah termasuk Indonesia. Dari perputaran informasi tersebut, kemudian Indie Pop mulai dikenal di Indonesia, seperti Bandung dan Jakarta yang menjadi dua sejoli awalnya Indie Pop lahir di negeri ini.

Terutama ditandai dengan munculnya band Pure Saturday, Rumah Sakit, Cherry Bombshell, Pestol Aer, dan Planet Bumi sebagai pioneer Indie Pop di Indonesia.

Nama Indie Pop sendiri diambil dari kata Independent Pop, berarti Pop yang berjalan mandiri. Hal tersebut dimaksud tanpa bantuan label-label di arus utama. Kala itu muda-mudi yang menggemari Indie Pop di Indonesia kerap disebut dengan sebutan ‘Indies’.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *