Mata Akademisi, Milenianews.com – Hari jadi dalam kehidupan manusia pada umumnya ditandai dengan momen kelahiran sebagai awal kehidupan itu dimulai. Maka, tak mengherankan jika ulang tahun kelahiran banyak tokoh besar diperingati pada tanggal kelahiran tersebut.
Dalam dunia perpuisian Indonesia, yang awalnya diperingati secara luas adalah hari wafat seorang penyair besar Indonesia: Chairil Anwar, yang dikenal dengan sebutan “Hopla.” Momen ini biasanya dirayakan oleh para pegiat sastra dengan berbagai bentuk kegiatan: pembacaan puisi, diskusi sastra, malam budaya, hingga ziarah ke makam sang penyair.
Baca juga: Hilangkan Frasa ‘bukan penyair’
Chairil Anwar memang fenomenal. Puisi-puisinya telah menembus ruang dan waktu yang panjang, memukau generasi demi generasi, menjadi ikon sastra modern Indonesia.
Sejak tahun 2012, Indonesia sebenarnya telah memiliki Hari Puisi Indonesia (HPI). Hari ini bukan sekadar simbolik, tetapi hasil dari deklarasi resmi yang dilakukan di Anjung Seni Idrus Tintin, Bandar Seni Raja Ali Haji, Pekanbaru. Deklarasi ini diprakarsai oleh penyair dan budayawan Melayu, Datuk Seri Lela Budaya, Rida K. Liamsi.
Deklarasi tersebut dihadiri dan dibacakan oleh Presiden Penyair Indonesia, Datuk Seri Sutardji Calzoum Bachri, bersama puluhan penyair dari seluruh Indonesia—dari Sabang hingga Merauke. Mereka hadir bukan hanya sebagai saksi, tetapi juga sebagai pelaku sejarah kelahiran HPI. Sejak saat itu, setiap tahun HPI diperingati secara serempak dan konsisten, yang terpusat di Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.
“TIM menjadi sentrum kebudayaan dan simbol perjuangan tegaknya HPI,” ujar Rida K. Liamsi beberapa tahun lalu.
Perayaan HPI bukan seremoni biasa. Di dalamnya tersaji Pidato Kebudayaan, Parade Baca Puisi, Seminar Nasional atau Talk Show, Sayembara Penulisan Puisi, Lomba Baca Puisi, hingga Musikalisasi Puisi. Berbagai bentuk kegiatan ini tidak hanya memeriahkan acara, tetapi juga memperkuat ekosistem sastra Indonesia yang semakin semarak dan inklusif.
Untuk memperkuat eksistensi dan kesinambungan HPI, dibentuklah Yayasan Hari Puisi Indonesia (YHPI). Yayasan ini pertama kali diketuai oleh kritikus sastra, Maman S. Mahayana, dengan Rida K. Liamsi, Sutardji Calzoum Bachri, dan sejumlah sastrawan lainnya sebagai dewan pembina. Sejumlah penyair lain yang terlibat dalam yayasan ini ikut berperan dalam memfasilitasi kegiatan sastra di berbagai daerah. YHPI menjadi tulang punggung utama dalam memperjuangkan agar Hari Puisi Indonesia diakui secara nasional.
Pada tahun 2025 ini, ketua YHPI dipercayakan kepada penyair Asrizal Nur yang terus menggaungkan pembacaan puisi multi-media. Di tangan Asrizal, semangat membangkitkan perjuangan untuk dikukuhkannya Hari Puisi Indonesia sebagai hari besar nasional semakin kuat. Ini tentu melengkapi sejumlah hari besar seni budaya yang sudah diakui pemerintah, seperti Hari Sastra, Hari Kebudayaan, Hari Musik, dan sejenisnya.
Dukungan Negara yang Kian Nyata
Sejak didirikan, HPI telah menghadirkan tokoh-tokoh penting dari pemerintahan dalam setiap perayaannya. Misalnya, pada tahun-tahun sebelumnya, perayaan HPI dihadiri Wakil Presiden M. Jusuf Kalla. Pada tahun yang berbeda, Menteri Agama A. Saefuddin bahkan menyatakan secara terbuka bahwa ia akan mengusulkan kepada Presiden agar Hari Puisi Indonesia dijadikan Hari Besar Nasional.
Tahun 2025 ini, HPI akan menghadirkan Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, yang memang dikenal sebagai penyair dan tokoh politik yang dekat dengan dunia sastra. Bahkan, saat rombongan panitia HPI yang dipimpin Rida K. Liamsi bersama para penyair—di antaranya Sutardji Calzoum Bachri, Asrizal Nur, dan beberapa orang lainnya—Menbud Fadli Zon memberikan angin segar untuk diakuinya Hari Puisi Indonesia.
Kehadiran tokoh-tokoh negara ini memberi angin segar bahwa perjuangan pengakuan HPI tidak sia-sia. Dukungan moral dan politik dari pejabat tinggi negara tentu akan mempercepat proses pengakuan HPI sebagai hari penting nasional.
Perlu diketahui, perayaan hari besar bidang sastra dan seni-budaya bukan hanya terjadi di Indonesia. Banyak negara lain memiliki hari puisi nasional sebagai bentuk penghormatan terhadap budaya dan literasi. Di Inggris ada National Poetry Day, di Amerika Serikat ada National Poetry Month, bahkan di negara-negara berkembang seperti Bangladesh dan Filipina, puisi memiliki hari penghormatan tersendiri.
Transformasi mendadak “Hopla” menjadi HPN (Hari Puisi Nasional) pada tahun 2024 lalu, sebagaimana disuarakan sejumlah penyair, terkesan tergesa-gesa. Padahal, sejarah mencatat bahwa Hari Puisi Indonesia (HPI) sudah memiliki legitimasi moral, historis, dan kultural yang kuat, serta konsistensi penyelenggaraan selama lebih dari satu dekade.
Kini, yang konsisten dan mendapat dukungan luas dari komunitas penyair adalah HPI yang diterajui oleh YHPI dari Tanah Melayu Riau dan bermuara di Jakarta sebagai pusat kebudayaan nasional. Setiap tahun, gemuruh perayaannya hampir merata di seluruh Indonesia.
Menuju Satu Hari Puisi
Oleh karena itu, sudah waktunya pemerintah mengambil sikap tegas dan bijaksana. Penetapan Hari Puisi Indonesia sebagai Hari Besar Nasional bukan sekadar bentuk penghormatan terhadap para penyair, tetapi juga wujud nyata pengakuan negara terhadap puisi sebagai bagian penting dari pembangunan karakter bangsa. Puisi adalah suara hati bangsa. Ia bukan sekadar seni bahasa, melainkan napas budaya, refleksi sosial, dan penyemai nurani rakyat.
Penetapan HPI sebagai Hari Besar Nasional akan menjadi tonggak sejarah penting yang mencerminkan betapa budaya literasi dihargai di negeri ini. Puisi bukan hanya milik sastrawan, tetapi milik semua: dari pelajar yang membaca puisi di panggung sekolah, ibu-ibu rumah tangga yang membacakan puisi di taman kota, hingga pejabat yang membaca puisi di tengah pidato kenegaraan.
Baca juga: Kalau Syariah, Harusnya Transparan Bukan Sekadar Label
Dengan menjadikan HPI sebagai Hari Besar Nasional, Indonesia tidak hanya menunjukkan jati dirinya sebagai bangsa yang menjunjung tinggi budaya dan sastra, tetapi juga memberi ruang luas bagi generasi muda untuk menghidupkan nilai-nilai kemanusiaan, keindahan, dan kebijaksanaan lewat bait-bait puisi.
Sudah 12 tahun Hari Puisi Indonesia hadir dan dirayakan secara konsisten. Kini, tinggal selangkah lagi agar HPI mendapat pengakuan resmi dari negara. Semoga pemerintah mendengar suara para penyair dan masyarakat sastra, dan segera menetapkan Hari Puisi Indonesia sebagai Hari Besar Nasional. Karena dengan puisi, bangsa ini bisa terus mengukir peradaban yang indah dan bermartabat.
Penulis: Fakhrunnas MA Jabbar
Profil Singkat: SPN. Fakhrunnas MA Jabbar adalah penyair dan salah satu Deklarator HPI serta Peraih Anugerah Pengabdian Sastra 25 Tahun.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













