Milenianews.com, Mata Akademisi – Pertumbuhan ekonomi bukan sekadar angka di atas kertas. Ia adalah cermin kesejahteraan rakyat, kapasitas produksi nasional, hingga kepercayaan investor global. Sayangnya, selama beberapa tahun terakhir, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 4–5 persen. Jauh dari cukup untuk membawa lompatan besar dalam pembangunan, penciptaan lapangan kerja, dan pengentasan kemiskinan.
Mengapa angka ini cenderung rendah, dan lebih penting lagi: apa yang bisa kita lakukan untuk mengubahnya?
Salah satu biang utama stagnasi ini adalah terbatasnya investasi produktif. Birokrasi berbelit, regulasi yang berubah-ubah, serta lemahnya kepastian hukum kerap membuat investor—baik lokal maupun asing—berpikir dua kali. Upaya seperti omnibus law memang terdengar progresif, tetapi implementasi di lapangan sering kali justru memperlihatkan wajah lama yang sama: lamban dan membingungkan.
Baca juga: Ekonomi Islam ala Umer Chapra sebagai Solusi untuk Dunia yang Lebih Adil
Sementara itu, sektor industri manufaktur yang semestinya jadi motor utama pembangunan justru melemah kontribusinya terhadap PDB. Indonesia masih terlalu bergantung pada ekspor komoditas seperti batu bara dan sawit, sektor yang rapuh ketika harga global anjlok atau ketegangan geopolitik meningkat.
Lebih dari itu, produktivitas tenaga kerja nasional juga belum bisa bersaing. Akses terhadap pendidikan berkualitas dan pelatihan kerja yang relevan masih jadi isu besar. Bonus demografi bisa jadi peluang emas, tapi juga potensi bencana jika tak dikelola dengan tepat.
Konsentrasi pertumbuhan ekonomi di Pulau Jawa, khususnya kota-kota besar, menciptakan kesenjangan yang semakin menganga. Wilayah-wilayah luar Jawa masih terhambat oleh keterbatasan infrastruktur, akses modal, dan konektivitas. Hasilnya: pertumbuhan yang tidak merata, tidak inklusif, dan tidak berkelanjutan.
Saatnya Melangkah Lebih Berani
Evaluasi sudah cukup. Kini waktunya aksi nyata dan terukur. Setidaknya ada empat langkah mendesak yang perlu diambil:
Bangkitkan kembali sektor industri pengolahan. Pemerintah harus memberikan insentif fiskal, kemudahan perizinan, dan dukungan terhadap inovasi lokal. Bangun pabrik, bukan hanya mal.
Revolusi pendidikan dan pelatihan kerja. Fokuskan pada pendidikan vokasi dan program pelatihan berbasis kebutuhan industri. Bangun SDM unggul, bukan hanya lulusan seremonial.
Percepat pembangunan infrastruktur digital dan energi. Di era digital, koneksi internet dan listrik stabil sama pentingnya dengan jalan tol dan pelabuhan.
Dorong transisi dari ekonomi konsumsi ke ekonomi produksi. Konsumsi rumah tangga bukan penopang jangka panjang. Ekonomi kita harus ditopang oleh sektor riil, inovasi, dan ekspor berbasis nilai tambah.
Baca juga: Wakaf Uang, Solusi Ekonomi yang Kita Butuhkan Sekarang
Indonesia tidak kekurangan potensi. Kita punya kekayaan alam, bonus demografi, dan pasar domestik yang besar. Tapi potensi hanyalah potensi, tanpa eksekusi yang berani dan konsisten, ia tak akan berarti apa-apa.
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan inklusif bukan mustahil. Tapi butuh arah yang jelas, kebijakan yang berani, dan kolaborasi dari semua pihak. Jika tidak, kita hanya akan terus berputar di tempat, tertinggal selangkah demi selangkah dari negara-negara lain yang lebih siap menghadapi masa depan.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.