Hisab dan Balasan Allah

Dr. KH. Syamsul Yakin MA. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Mata Akademisi– Setelah Allah sibuk mengatur urusan dunia seperti menghidupkan dan mematikan, membuat lapar dan kenyang, memerintah dan  melarang, membuat penyakit dan menyembuhkan (seperti disebutkan di dalam Surat al-Rahman, Red). Selanjutnya Allah memastikan bahwa di akhirat kelak Allah akan menghisab dan membalas amal manusia dan jin. Ini titah Allah itu, “Kami akan memperhatikan sepenuhnya kepadamu hai manusia dan jin.” (QS. al-Rahman/55: 31).

Sepenggal ayat ini dapat dipahami dengan berbagai interpretasi. Pertama, pengarang Tafsir Jalalain mengungkap bahwa Allah  akan menghisab manusia  dan jin. Dalam konteks ini  jin dihisab, sebagaimana manusia, karena mempertanggungjawabkan nikmat Allah yang telah dianugerahkan.

Kedua, Syaikh Nawawi memandang bahwa manusia dan jin tidak hanya dihisab, tapi juga akan diberi balasan. Seperti halnya, urusan dunia yang Allah atur sedemikian rupa, urusan akhirat juga Allah atur dengan rapi. Ada hisab dan balasan berupa pahala.  Ada hisab dan balasan berupa siksa, tergantung amal manusia dan jin itu sendiri.

Tentu ini berita gembira bagi manusia yang selama hidupnya berbuat baik, memanfaatkan karunia Allah untuk beribadah, dan bersyukur.  Tampak tidak etis, apabila Allah menyamakan saja orang yang bertakwa dan durhaka, tanpa ganjaran dan hukuman (reward and funishment).

Allah menjanjikan, “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula.” (QS. al-Zalzalah/99: 7-8).

Ketiga, Abdullah Yusuf Ali berkomentar bahwa dalam ayat ini Allah memberikan kesempatan kepada manusia yang baik dan yang jahat di dunia sebagai masa percobaan agar yang baik tetap baik dan yang jahat menjadi baik. Pedoman untuk berbuat baik adalah  al-Qur’an yang berfungsi sebagai petunjuk (al-Hudaa).

Menurutnya, kesempatan atau masa percobaan di dunia adalah rahmat yang harus dimanfaatkan. Karena masa percobaan akan berakhir setelah datang kematian. Inilah yang dikenal dengan masa pengadilan. Inilah makna leksikal tsaqalan, yakni dua dunia, dunia nyata (kini di sini) dan dunia ghaib (nanti di sana).

Keempat, menurut al-Maraghi ayat ini merupakan kode keras dari Allah kepada makhluknya terutama manusia dan jin. Allah akan membalas perbuatan mereka. Jadi, kendati Allah sibuk setiap hari dengan urusan mengatur manusia di dunia, namun Allah tidak lalai mengatur urusan manusia di akhirat kelak.

Bagi Allah mengatur urusan dunia dan akhirat akan terlakaana dalam sekejap mata. Allah menyatakan, “Dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti kejapan mata.” (QS. al-Qamar/54: 50). Secara lebih praksis, Allah memberi informasi, “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah!” Maka terjadilah dia.” (QS. Yasin/36: 82).

Terakhir, bagi Sayyid Quthb ayat ini memberi nuansa ancaman yang mencekam bagi manusia dan jin. Oleh karena itu, sambungnya, di bawah ketakutan yang mencekam seperti inilah  manusia dan jin kembali ditanya, “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. al-Rahman/55: 32).

Kesimpulannya, manusia dan jin harus waspada ihwal hisab dan balasan Allah yang berat dan buruk bagi mereka.

Penulis: Dr. KH.  Syamsul Yakin MA.,  Dai Lembaga Dakwah Darul Akhyar (LDDA) Kota Depok.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *