Fenomena LGBT dalam Perspektif Al-Qur’an dan Filsafat Islam: Menjaga Fitrah, Akhlak, dan Iman

LGBT dalam perspektif Islam

Milenianews.com, Mata Akademisi – Isu seksualitas, khususnya fenomena LGBT, merupakan topik yang terus diperbincangkan dan kerap menuai penolakan di berbagai lapisan masyarakat. Perubahan cara pandang terhadap seksualitas sering kali berdampak pada melemahnya batas etika dan menurunnya nilai moral dalam pergaulan sosial. Dalam perspektif Islam, persoalan ini tidak hanya dipahami sebagai masalah sosial, tetapi juga berkaitan erat dengan fitrah manusia, akhlak, serta keimanan.

Oleh karena itu, diperlukan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif, salah satunya melalui pendekatan Al-Qur’an dan filsafat Islam. Al-Qur’an menghadirkan gambaran reflektif mengenai isu seksualitas yang tidak hanya bersifat normatif, tetapi juga sarat nilai kemanusiaan dan spiritualitas.

Kisah Kaum Nabi Luth dalam Al-Qur’an

Gambaran mengenai penyimpangan seksual dapat ditemukan dalam Q.S. al-A’raf ayat 80–81 yang mengisahkan perilaku kaum Nabi Luth. Para mufasir menjelaskan bahwa perbuatan tersebut bukan sekadar penyimpangan fitrah seksual, melainkan juga penolakan terhadap nilai-nilai keimanan yang mencerminkan kerusakan moral secara menyeluruh.

Penyimpangan itu ditandai dengan hilangnya rasa malu, rusaknya etika pergaulan, serta penentangan terhadap ajaran yang dibawa oleh Nabi Luth. Lukmanul Hakim, dalam artikel jurnalnya berjudul “LGBT Perspektif Al-Qur’an: Analisis Ayat dan Tafsirannya”, menyebutkan bahwa perilaku LGBT pada kaum Sodom dipengaruhi oleh kondisi kejiwaan serta faktor-faktor temporer yang membentuk penyimpangan tersebut.

Filsafat, Kebijaksanaan, dan Krisis Moral Modern

Secara umum, filsafat merupakan ilmu yang mempelajari hakikat kebenaran, pengetahuan, dan kehidupan melalui pemikiran yang menyeluruh, rasional, dan kritis. Filsafat mendorong manusia untuk memahami realitas secara bijaksana. Kebijaksanaan sendiri merupakan tujuan ideal kehidupan manusia, karena menjadi pedoman dalam menentukan sikap dan tindakan yang sesuai dengan nilai moral.

Himyari Yusuf dalam tulisannya menyatakan bahwa masyarakat kontemporer pada dasarnya telah “ber-Tuhan kepada kebebasan” atau liberalisme. Dalam kondisi tersebut, kebenaran sering kali diukur berdasarkan kepentingan materi dan pemenuhan hawa nafsu, bukan lagi nilai moral dan spiritual.

Makna Fitrah dalam Perspektif Islam

Fitrah dapat dipahami sebagai potensi dasar manusia untuk mengenal kebenaran. Pemahaman ini menunjukkan bahwa fitrah tidak hanya bersifat biologis, tetapi juga berkaitan dengan dimensi moral dan spiritual manusia. Setiap individu memiliki potensi baik dan buruk, namun arah perkembangannya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, pendidikan, dan keimanan.

Fitrah tidak dapat dipisahkan dari akhlak dan iman. Oleh sebab itu, keimanan yang kuat diperlukan sebagai landasan untuk membentuk perilaku yang bermoral serta mengarahkan fitrah manusia agar tetap berada pada jalan yang benar.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

LGBT dalam Kajian Psikologi

Hardiyanti Rahmah, Devi Amalia, dan Hamidah dalam kajian jurnalnya menyebutkan bahwa perkembangan identitas seksual pada individu LGBT merupakan proses yang sangat kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor. LGBT, yang merupakan singkatan dari Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender, dalam kajian tersebut dipandang sebagai gangguan psikologis yang berkaitan dengan faktor individual serta aspek psikologis dan hormonal.

Oleh karena itu, penanganan terhadap individu LGBT dinilai perlu diarahkan melalui pendekatan terapi psikologis dan hormonal, bukan semata-mata melalui pendekatan hukum atau stigma sosial.

Definisi Orientasi Seksual Menurut APA

American Psychiatry Association (APA) menjelaskan bahwa istilah “LGB” merujuk pada orientasi seksual, yakni pola ketertarikan emosional, romantis, atau seksual seseorang terhadap individu dengan jenis kelamin tertentu. Orientasi ini dapat berupa ketertarikan sesama jenis (homoseksual), lawan jenis (heteroseksual), maupun keduanya (biseksual).

Definisi ini sering dijadikan rujukan dalam diskursus modern tentang seksualitas, meskipun dalam perspektif Islam, orientasi dan perilaku tetap dinilai berdasarkan nilai fitrah dan moral keagamaan.

LGBT, Kebebasan, dan Tafsir Kontemporer

Fenomena LGBT dalam masyarakat modern tidak dapat dilepaskan dari konteks sosial dan budaya yang terus berubah. Nilai kebebasan individu yang diagungkan sering kali memengaruhi cara pandang manusia terhadap seksualitas.

Muhammad Ikhya Ulumuddin dan Muhammad Abdullah Faqih dalam penelitiannya tentang “Studi Penafsiran Mufassir Klasik dan Kontemporer Mengenai LGBT” menyebutkan bahwa terdapat beberapa tokoh Muslim Indonesia yang mendukung inisiasi legalitas pernikahan sejenis, salah satunya Mun’im Sirri. Sirri berpendapat bahwa homoseksualitas dapat dibenarkan apabila dilakukan atas dasar suka sama suka dan dalam ikatan pernikahan.

Pergaulan Bebas dan Krisis Akhlak

Selain fenomena LGBT, pergaulan bebas juga menjadi bagian dari krisis akhlak di dunia modern. Budaya pergaulan yang semakin permisif sering kali mendorong manusia untuk mengikuti hawa nafsu tanpa mempertimbangkan nilai agama dan moral.

Dalam kisah kaum Nabi Luth, perilaku menyimpang tidak berdiri sendiri, melainkan disertai dengan kerusakan sosial yang lebih luas, seperti hilangnya rasa malu dan penolakan terhadap nilai keimanan. Hal ini menegaskan bahwa Islam memandang etika pergaulan sebagai bagian penting dalam menjaga fitrah dan iman manusia.

Menjaga Keseimbangan Akal, Nafsu, dan Iman

Dalam perspektif filsafat Islam, menjaga fitrah berarti menjaga keseimbangan antara akal, nafsu, dan nilai-nilai spiritual. Ketika iman melemah, akal tidak lagi berfungsi sebagai pengendali, dan nafsu menjadi dominan dalam menentukan perilaku manusia.

Fenomena LGBT dapat dipahami sebagai gejala ketidakseimbangan ketiga aspek tersebut. Oleh karena itu, Islam tidak hanya memberikan larangan, tetapi juga menawarkan pendekatan moral dan spiritual yang bertujuan membentuk akhlak manusia secara utuh.

Kisah Nabi Luth dalam Al-Qur’an menjadi pelajaran penting yang relevan hingga hari ini. Kisah tersebut mengajarkan manusia untuk senantiasa menjaga fitrah, akhlak, dan iman dalam menjalani kehidupan, terutama di tengah tantangan moral masyarakat modern.

Penulis: Najwa Siti Aghnia, Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *