Dari Huruf ke Hafalan: Perjalanan Santri Bersama Metode Yanbu’a

metode yanbu'a

Mata Akademisi, Milenianews.com – Nama “Yanbu’a” berasal dari frasa Yanbu’ul Qur’an, yang berarti “Mata Air Al-Qur’an”, melambangkan harapan agar metode ini menjadi sumber utama dalam pembelajaran membaca dan menghafal Al-Qur’an. Yang disusun pada tahun 2000 oleh pimpinan Pondok Pesantren Yanbu’ul Qur’an Kudus yaitu KH. Ulin Nuha Arwani, KH. Ulil Albab Arwani dan KH. M. Manshur Maskan (Alm), seorang ulama ahli qira’at dan hafidz Al-Qur’an yang juga memiliki garis keturunan hingga Pangeran Diponegoro. Dukungan kuat dari para alumni Pondok Tahfidz Yanbu’ul Qur’an mempercepat penyebaran di berbagai lembaga pendidikan, masjid, dan komunitas. Metode Yanbu’a disajikan secara sistematis sebanyak 7 jilid. Di tengah berbagai metode yang berkembang, Metode ini muncul sebagai solusi yang sistematis, mudah dipahami, dan dapat diterapkan oleh berbagai kalangan usia, baik anak-anak hingga dewasa.

Salah satu metode yang terbukti efektif membimbing proses pengenalan huruf-huruf hijaiyah hingga mampu menghafal ayat-ayat suci dengan benar adalah metode Yanbu’a. Awal perjalanannya dikenal karena pendekatan sistematis dan bertahap dalam mengajarkan membaca Al-Qur’an. Santri, baik anak-anak maupun dewasa, diajak untuk benar-benar memahami makhraj dan sifat huruf. Ini bukan sekadar belajar mengeja, tetapi melatih organ artikulasi untuk menghasilkan bunyi huruf dengan tepat. Setiap sesi pembelajaran dimulai dari contoh langsung dari guru. Tanpa banyak teori rumit, santri mengikuti bacaan secara serempak. Dari sinilah, pembiasaan bacaan yang benar dimulai.

Baca juga: Gerakan Tebar Sejuta Al Quran di Samarinda: Menerangi Hati Santri dan Warga Dhuafa

Ketekunan tahap awal ini menjadi fondasi penting sebelum memasuki bacaan yang lebih kompleks. Salah satu keunggulan metode ini terletak pada evaluasi langsung dan simbolik. Setiap bacaan santri dinilai dengan tanda centang untuk bacaan yang benar, dan tanda koma (,) untuk bacaan yang perlu diperbaiki. Sistem sederhana ini mendorong santri untuk terus memperbaiki diri tanpa rasa takut akan kegagalan. Kedisiplinan inilah yang kemudian membentuk karakter pembelajar yang tekun dan bertanggung jawab. Metode ini dikenal luas sebagai metode pengajaran Al-Qur’an yang sistematis, aplikatif, dan terbukti efektif dalam membentuk kemampuan membaca Al-Qur’an secara benar dan tartil.

Salah satu keistimewaan penyusunannya yang dirancang sesuai jenjang dan kemampuan santri dari pemula hingga mahir. Jilid I: Fondasi Pertama Mengenal Huruf dan Harakat: Di tahap awal, santri diajak mengenal huruf hijaiyah berharakat fathah. Pembelajaran mencakup pengenalan bentuk huruf, penyebutan nama huruf, angka Arab, serta latihan menulis. Di sinilah pondasi pelafalan dan pengenalan bentuk huruf mulai dibentuk. Jilid II: Melengkapi Vokal dan Pengenalan Mad: Setelah menguasai fathah, santri dikenalkan pada kasrah, dhammah, serta huruf-huruf mad (panjang). Di tahap ini, mereka mulai membaca kombinasi huruf bersambung dan kalimat sederhana. Pengetahuan tentang tanda baca semakin diperdalam.

Jilid III: Menyusun Irama Bacaan: Jilid ketiga memperkenalkan tanwin, sukun, tasydid, ghunnah, dan qolqolah. Santri dilatih membedakan huruf-huruf yang mirip dan mulai membaca kalimat-kalimat lebih kompleks. Materi ini penting untuk membentuk irama dan dinamika bacaan yang benar. Jilid IV: Tajwid Dasar dan Tulisan Pegon: Mulai dari bacaan lafadz Allah, hukum nun sukun dan mim sukun, hingga mad jaiz dan mad lazim, santri mulai mengenal dasar-dasar ilmu tajwid. Bahkan, santri juga diperkenalkan dengan tulisan Pegon Jawa, memperkaya konteks budaya dan linguistik. Jilid V: Waqaf dan Surat Pendek: Fokus pada tanda waqaf dan latihan membaca surat-surat pendek seperti At-Tin, Ad-Dhuha, dan Al-Zalzalah. Disini santri belajar berhenti dan melanjutkan bacaan dengan tepat, serta mengenali bacaan tafkhim dan tarqiq.

Jilid VI: Bacaan Tingkat Lanjut dan Gharib: Materi semakin menantang, mencakup hukum-hukum tajwid seperti isymam, imalah, saktah, serta perbedaan bacaan shod dan sin. Santri juga diajak memahami kalimat-kalimat yang sering salah dibaca, agar terbentuk akurasi tinggi dalam membaca. Setelah melewati enam jilid pembelajaran, santri umumnya sudah mampu membaca Al-Qur’an dengan baik. Namun, perjalanan belum usai. Pada tahap selanjutnya, mereka mulai menyetorkan bacaan langsung dari mushaf Al-Qur’an. Dengan bacaan tidak lagi terpaku pada pola yang diajarkan dalam buku Yanbu’a, tapi sudah merambah pada teks Al-Qur’an secara menyeluruh.

Pengenalan bacaan gharib memiliki peran strategis dalam mempersiapkan peserta didik menghadapi tantangan bacaan dalam Al-Qur’an secara menyeluruh. Muhammad Sandi Kurniawan, alumni TBS Kudus yang kini menempuh pendidikan di Yanbu’ul Qur’an Pusat mengatakan bahwa: “Setelah menyelesaikan Jilid 6, kami tidak langsung masuk ke hafalan. Ada tahapan penguatan dulu, agar bacaan semakin mantap. Di Jilid 7, kami dikenalkan dengan bacaan-bacaan yang sulit, supaya nanti saat hafalan tidak terjebak kesalahan dalam pengucapan atau tajwid.”

Jilid VII: Penyempurnaan Tajwid dan Adab Tilawah: Tahapan terakhir ini mengintegrasikan seluruh ilmu tajwid, makharijul huruf, dan adab membaca Al-Qur’an. Santri membaca langsung dari mushaf, disimak oleh guru atau santri senior, sebagai tahap pematangan sebelum masuk ke tahfidz (hafalan). Beliau juga mengatakan bahwa: “Di kelas, proses belajar Metode Yanbu’a sangat terstruktur. Biasanya guru memulai dengan memberi contoh bacaan, lalu santri mengikuti secara serempak. Setelah itu, kami dipanggil satu per satu untuk membaca halaman yang ditentukan. Jika bacaan sudah benar, guru akan memberikan tanda centang. Tapi kalau masih ada kesalahan, kami diminta mengulang dengan tanda koma sebagai catatan. Evaluasi langsung seperti ini sangat membantu kami memperbaiki bacaan secara bertahap. Ditambah lagi, ada santri senior dari Yanbu’ul Qur’an Pusat Putri yang membantu menyimak bacaan kami. Ini memperkuat kualitas pembelajaran sekaligus mempererat hubungan antar jenjang,” tambahnya.

Perbedaan metode Yanbu’a dan metode maisuro dalam pelafalan huruf isti’la: Pada metode Yanbu’a membaca huruf isti’la melibatkan pengangkatan pangkal lidah ke langit-langit mulut. Hal ini menyebabkan huruf terdengar lebih tebal, tinggi, dan berat. Huruf isti’la ada tujuh, yaitu خ, ص, ض, غ, ط, ق dan ظ (Ketepatan makhraj dan sifat huruf dan lebih kuat dan tajwid sesuai standar). Sedangkan metode Maisuro membaca huruf isti’la melibatkan pengangkatan pangkal lidah ke langit-langit mulut saat mengucapkan huruf tersebut. Hal ini menyebabkan bunyi huruf menjadi lebih tebal, tinggi, dan berat, seperti contoh huruf kha (خ), ṣad (ص), ḍad (ض), ghain (غ), ṭha (ط), qaf (ق), dan zha (ظ). (Kelancaran dan kemudahan membaca dan lebih ringan dan fleksibel).

Sistem pembelajaran membacanya langsung tidak mengeja, cepat, tepat, benar dan tidak putus-putus disesuaikan makharijul huruf dan ilmu tajwid. Yang disusun dengan Rasm Utsmani dan menggunakan tanda baca dan waqaf dalam Mushaf yang dipakai di negara-negara Arab dan negara Islam. Media pembelajarannya meliputi, buku ajar Yanbu’a 7 jilid, Yanbu’a Peraga, Yanbu’a Tahajji untuk panduan menulis, Yanbu’a Makhorijul Huruf dan Yanbu’a Panduan untuk melatih anak mengahafalkan ayat-ayat pendek dan do’a-do’a harian. Ditulis dalam 11 jilid dengan spesifikasi 7 jilid materi pembelajaran dasar, 3 jilid berisikan materi gharib, tajwid dan latihan makharijul huruf, 1 jilid berisikan materi hafalan dan 1 jilid berisikan panduan cara mengajar metode Yanbu’a, Basis yang digunakan dalam metode yanbu’a menggunakan sistem pembelajaran Talaffudzi dengan pendekatan suku kata.

Teori Behaviorisme adalah teori yang mendukung pendekatan dalam menjelaskan keberhasilan Metode Yanbu’a, menekankan pada stimulus, respons, serta pembentukan perilaku melalui latihan berulang (drill), dan penguatan (reinforcement). Dalam konteksnya, santri dicontohkan oleh guru (stimulus), lalu diminta mengulangi dengan benar (respons), dan mendapatkan tanda centang atau pengulangan sebagai bentuk penguatan. Tokoh utama teori ini adalah B.F. Skinner, seorang psikolog asal Amerika yang memperkenalkan konsep Operant Conditioning dimana perilaku yang diikuti dengan hasil positif cenderung diulang. Dalam buku terkenalnya “The Behavior of Organisms” dan “Beyond Freedom and Dignity,” Skinner menekankan bahwa pembelajaran efektif terjadi melalui penguatan langsung dan konsisten, seperti yang diterapkan dalam evaluasi harian Metode Yanbu’a.

Baca juga: Huruf Latin Jadi Penolong Hijaiyah: Metode AQU BISA dan Andragogi, Cocok?

Di luar teori behaviorisme, Metode Yanbu’a juga menyentuh ranah teori Psikomotorik dari Bloom’s Taxonomy, terutama dalam aspek keterampilan membaca. Ranah Psikomotorik menekankan pada kemampuan motorik yang terasah melalui praktik langsung misalnya dalam pelafalan huruf isti’la’, ghunnah, dan mad. Santri harus menggerakkan lidah, rongga mulut, dan pita suara secara presisi, yang hanya bisa dikuasai melalui latihan berulang dan koreksi langsung sebuah teknik yang juga dianut dalam pembelajaran seni suara dan vokal. Metode ini telah terbukti sebagai pendekatan yang inovatif dan efektif dalam pendidikan Al-Qur’an kontemporer. Untuk menjamin keberlanjutan dan penyebarannya, dibutuhkan inovasi berkelanjutan dan ketersediaan tenaga pendidik yang kompeten dan memiliki semangat dakwah yang tinggi.

Santri yang menapaki perjalanan dari mengenal huruf hingga menghafal ayat, sejatinya tengah meniti jalan spiritual yang bermakna. Dari huruf ke hafalan, perjalanan itu akan terus hidup, membentuk generasi Qur’ani yang memahami, mencintai, dan mengamalkan ajaran suci dalam kehidupan sehari-hari. Perbedaan metode Yanbu’a dan metode Maisuro dalam pelafalan huruf isti’la: Pada metode Yanbu’a membaca huruf isti’la melibatkan pengangkatan pangkal lidah ke langit-langit mulut. Hal ini menyebabkan huruf terdengar lebih tebal, tinggi, dan berat. (Ketepatan makhraj dan sifat huruf dan lebih kuat dan tajwid sesuai standar). Sedangkan metode Maisuro membaca huruf isti’la melibatkan pengangkatan pangkal lidah ke langit-langit mulut saat mengucapkan huruf tersebut. (Kelancaran dan kemudahan membaca dan lebih ringan dan fleksibel).

Penulis: Abdul Rosyid, Dosen serta Tania Syifa Pathonah dan Zahro Salsabila, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *