Liburan Ke NTT, Ada Festival Pasola

Festival Pasola
Milenianews.com, Sumba – Festival Pasola adalah festival yang dilaksanakan untuk melestarikan budaya dari daerah Sumba Barat, NTT. Festival tersebut menurunkan 200 ekor kuda untuk meramaikannya.
Bagi masyarakat Kecamatan Wanokaka, Kabupaten Sumba Barat, festival ini sudah biasa mereka jalani. Seperti yang diungkapkan Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sumba Barat, Charles Herman Weru, “Mereka sudah terbiasa dalam acara Pasola, sehingga akan menjadi hal biasa buat mereka,” ujarnya seperti dimuat kompas.com, Kamis (28/02).

Festival Untuk Menyambut Panen

Bagi masyarakat yang mempunyai kuda, sudah menjadi kewajiban ikut berpartisipasi dalam Festival Tradisi ini. Pasola akan dilaksanakan setelah para Rato (Imam Besar) melakukan pemanggilan nyale (cacing laut).
“Kegiatan pasola ini kan merupakan acara satu tahun sekali di Wanokaka. Karena itu, bagi mereka pemilik kuda, bertarung di arena pasola adalah sebuah kewajiban,” katanya.
Desa Wanokaka merupakan sebuah desa terpencil yang terletak sejauh 70 Kilometer dari Kota Waikabubak, ibu kota Sumba Barat. Menurutnya, berkat Pasola, desa tersebut kini dikenal banyak orang bahkan sampai ke seluruh penjuru dunia melalui wisatawan mancanegara, yang sedang berlibur di Sumba.

Akan Ada Tumbal Dalam Festival Ini

Festival Pasola sendiri, merupakan festival yang dilaksanakan untuk menyambut panen di Wanokaka. Hal tersebut juga dibenarka oleh Rato dari kepercayaan Merapu yakni Rato Waigali Mawa Hapu.
Wisatawan dan warga yang menonton akan menyaksikan atraksi lempar kayu antar penunggang kuda dalam Pasola ini. Festival ini digelar satu tahun sekali sebagai bagian dari mejaga adat dan tradisi masyarakat Sumba.
Jika dalam Pasola ada korban, seperti mengalamai kecelakaan saat ditombak maka akan memberikan hasil yang bagi hasil pertanian daerah itu. Meski demikian menurut Waigali, kepercayaan itu mulai memudar perlahan-lahan karena perkembangan zaman.
“Biasanya akan ada tumbal jika ada Pasola, tetapi itu sudah terjadi pada puluhan tahun yang lampau,” ujarnya. Namun bagi warga Wanokaka, itu tidak masalah, karena mereka tidak mau kehilangan budayanya.
Sumber : kompas.com
(Ikok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *