Budaya  

Kajian Budaya : Suku Baduy

Kajian Budaya Suk Baduy

Milenianews.com – Indonesia memiliki 1.340 suku yang tesrebar dari Sabang sampai Merauke. Keberagaman itu lah yang menjadikan bahasan tentang kebudayaan Indonesia tak akan ada habisnya. Artikel ini akan memuat kajian budaya mengenai Suku Baduy. Ini menjadi artikel pertama mengenai kajian budaya di Milenianews. Kenapa yang petama Suku Baduy?.

Kita tahu bahwa Baduy, yang terletak di daerah Banten, tepatnya di Kabupaten Lebak, Banten ini menjadi salah satu suku yang masih mempertahankan tradisi nenek moyang. Dalam artian mereka menolak budaya luar atau modernisasi.

Nama Baduy sendiri berawal dari sebutan yang diberikan peneliti Belanda ketika menyamakan masyarakat yang hidup secara nomaden dengan kelompok masyarakat Arab “Badawi”.

Baca Juga : Cerita Sejarah Makanan “Lontong Tuyuhan” Khas Rembang

Suku Baduy sendiri dibagi menjadi dua, ada suku Baduy Dalam dan Baduy luar. Baduy Dalam, mereka yang masih memegang erat budaya dan norma leluhur. Sedangkan Baduy Luar sedikitnya menerima kehadiran orang luar dan budaya mereka mengikuti budaya diluar suku Baduy atau modernisasi.

Sementara orang Baduy sendiri biasa disebut “Orang Kanekeas” diambil dari nama wilayah mereka sendiri.

Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang Kanekeas merupakan keturunan Batara Cikal, atau salah satu dewa (batara) yang turun ke bumi. Asal usul tersebut, juga dikait-kaitkan dengan Nabi Adam sebagai nenek moyang pertama umat manusia.

Selain itu, orang-orang Baduy masih sangat kental dengan tradisi nenek moyang mereka. Terutama orang-orang yang berada di Baduy Dalam. 

Presiden Baduy (Pu’un)

Masyarakat Baduy Dalam, menyebut pimpinan atau tokoh panutan yang disebut Pu’un. Pu’un menjadi sosok yang dijadikan panutan untuk mengambil petunjuk dan keputusan terhadap permasalah sosial di masyarakat Baduy.

Sosok Pu’un sangat dihormati oleh Suku Baduy Dalam. Pu’un dianggap layaknya seorang presiden oleh masyarakat  Suku Baduy Dalam. Pu’un juga yang menentukan masa tanam dan masa panen.

Ia juga yang menerapkan hukum adat dalam masyarakat Baduy dan Pu’un juga yang mengobati penduduk yang sakit.

Budaya Gotong Royong

Kajian Budaya Suk Baduy
Foto : Suku Baduy berjalan berkelompok setelah membawa hasil panen

Gotong royong memang sudah menjadi budaya dari nenek moyang warga Indonesia. Meski sekarang mulai ditinggalkan masyarakat modern, namun beberapa daerah masih melakukakannya. Termasuk Suku Baduy.

Suku Baduy sangat memegang teguh prinsip gotong royong sampai sekarang. Orang-orang Baduy biasa melakukan gotong royong saat berpindah lahan pertanian ke tempat yang lebih subur.

Orang Kaya di Suku Baduy

Suku Baduy Dalam, tidak menentukan kekayaan seseorang dari banyaknya harta benda. Rumah-rumah yang ada di Suku Baduy Dalam memiliki bentuk yang sama.

Tapi, suku Baduy akan dianggap kaya juga semakin tinggi derajatnya, jika mereka punya Tembikar (alat dari Keramik) yang terbuat dari kuningan. Bagi orang Baduy Dalam, orang yang kaya dapat memiliki beberapa tembikar. Semakin banyak jumlahnya semakin tinggi derajat orang tersebut.

Selain itu, suku Baduy sangat menghormati alam. Artinya, mereka tidak pernah merusak alam. Karena mereka yakin, mereka berasal dari alam dan akan kembali ke alam.

Dalam implementasi budaya didalamnya, masyarakat Baduy Dalam menggunakan bahan-bahan yang tersedia di alam untuk membersihkan diri mereka atau dalam kesehariannya. Seperti penggunaan sabun, shampo atau pasta gigi yang digunakan saat mandi.

Orang Baduy Dalam menggunakan batu mulus yang digosok-gosokkan ke tubuh mereka sebagai pengganti sabun. Sedangkan untuk menggosok gigi, Suku Baduy Dalam menggunakan serabut kelapa.

Mereka sangat menghargai alam mereka, mereka tidak ingin menggunakan peralatan dengan bahan kimia dan sampah plastik yang memberi dampak kerusakan pada alam.

Budaya Perjodohan masih Ada

Kajian Budaya Suk Baduy
Foto : Perjodohan Suku Baduy

Perjodohan dalam kebiasaan masyarakat modern sudah tidak ada lagi. Kebanyakan, urusan jodoh sudah diberikan sepenuhnya kepada sang anak, orang tua hanya memberi restu. Tapi di Suku Baduy Dalam, hal tersebut tidak berlaku dan masih berlaku perjodohan.

Seorang gadis yang berusia 14 tahun akan dijodohkan dengan laki-laki yang berasal dari suku Baduy Dalam. Selama proses perjodohan orang tua laki-laki bebas memilih wanita yang ingin dijodohkan dengan anaknya. Namun, jika belum ada yang cocok, laki-laki maupun perempuan harus rela menerima pilihan orang tuanya atau pilihan Pu’un.

Ajaran Suku Baduy

Suku Baduy Dalam menganut paham ajaran Sunda Wiwitan, meski sekarang sudah ada beberapa yang menjadi mualaf. Meski tidak beragama islam, namun mereka punya tradisi puasa bahkan sampai 3 bulan berturut-turut.

“Kawulu” menjadi sebutan untuk Puasa nya orang Baduy. Saat orang Baduy melaksanakan Kawulu, penduduk luar dilarang bekunjung ke Baduy Dalam. Kalau pun ingin berkunjung, hanya diizinkan sampai Baduy Luar, tapi tidak boleh menginap.

Orang Baduy menganggap bahwa Kawulu merupakan kegiatan sakral yang tak boleh diganggu oleh masyarakat luar. Selama Kawulu, mereka memanjatkan doa kepada nenek moyang mereka agar selalu diberi keselamatan dan diberi panen yang melimpah.

Bagi suku Baduy, ayam masih menjadi barang yang mewah. Meski disana populasi ayam banyak, namun mereka hanya akan menyembelihnya pada hari-hari tertentu, seperti saat ada upacara adat atau hari pernikahan.

Suku Baduy Dalam dan Luar Berbeda Warna Pakaian

Suku Baduy
Foto : Anak-anak dari Suku Baduy Dalam.

Orang Baduy tidak memakai ragam pakaian seperti masyarakat modern kebanyakan. Sebagai pembeda, suku Baduy Dalam dan Baduy Luar bisa dilihat dari gaya pakaiannya.

Orang Baduy Luar memakai pakaian hitam polos sementara orang Baduy Dalam memakai pakaian putih polos dengan ikat kepala putih.

Selain gotong royong, suku Baduy juga sangat gemar berjalan kaki. Kita tidak akan menemukan kendaraan bermotor di Baduy Dalam.

Baca Juga : Lasem Kota Pusaka Dunia, Mulai Dilirik Berbagai Peneliti Sejarah

Jika mereka akan bepergian ke tempat jauh, seperti ke kota atau ke pasar, memakai mobil rentalan. Orang Baduy gemar berjalan kaki saat bepergian kemana saja. Itulah yang membuat kondisi alam di Baduy sangat terjaga dan orang-orang nya pada sehat.

Tentunya, yang menjadi ke khasan dari Baduy Dalam sendiri, tidak adanya penggunaan barang elekronik maupun perabotan rumah tangga yang terbuat dari logam atau kaca.

Mereka lebih memilih memanfaatkan bahan-bahan yang ada di alam, seperti gelas dari bambu.

Ada nilai-nilai budaya murni sebagai orang Indonesia yang harus kita ikuti dari Suku Baduy Dalam ini dari cara mereka beinteraksi dengan alam.

Orang Baduy Dalam, hidup bersahaja dengan alam. Itulah kenapa, suasana disana masih terlihat asri dan masyarakatnya hidup rukun dan bahagia, meski tidak hidup dalam kemewahan. Mari kita juga jaga alam kita dengan tidak merusaknya. (Ikok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *