Ibu, Aku Pulang

Ibu, Aku Pulang

Sekali lagi, aku mencoba menaklukkan kekuatanku untuk hidup. Sekali lagi, aku membiarkan diri ini berperang melawan isi kepala. Sekali lagi, aku menyusuri hari dengan perasaan waswas yang masih saja menguntit. Sekali lagi, bisakah terjadi sebuah keajaiban untuk aku terima dengan bahagia? Hanya untuk sekali lagi, aku membiarkan diriku mengikuti ke mana angin mengarah.

Rintik air hujan turun melewati jendela, menciptakan embun yang perlahan menjadi buliran air yang jatuh namun tetap utuh. Mata sebening kristal dengan helaian rambut yang setengah basah itu bergulir, menghitung tetes demi tetes air yang melewati jarak pandangnya. Dalam hati berteriak dipekatnya langit malam basah ini, lelah dirasa yang membuat gundah.

“Sampai kapan harus begini … “ tatapannya mengarah ke depan, jatuh pada ruang hampa yang tak terlihat. Raganya terlihat tenang, tanpa siapa pun tahu pikirannya tengah berperang. Terus bertanya, besok akan makan apa? Besok apakah masih bisa bertahan?

Baca juga: Delusi Dalam Diri

“Gak pulang Sya?” suara serak itu masuk ke gendang telinga, menghantarkan gelombang yang dengan cepat direspons oleh si empunya nama. Pemilik mata sebening kristal itu menoleh dan tersenyum, “hujan Ka, lagi pula belum selesai ini.” Jelasnya.

“Hesya hesya, Bang Pras gak akan nyetujuin proyek lu, mending lu nyerah aja deh.” Lelaki berusia pertengahan 20 itu kembali berucap, Hesya membuang tatapannya, jatuh pada sekian meter ke depan lalu senyuman di wajahnya perlahan luntur seiring air hujan gugur.

Hesya tidak berniat untuk menjawab perkataan seniornya, tidak ada gunanya meyakinkan orang yang tidak tahu rencana apa yang sedang berjalan di pikirannya. Diam-diam bagian terdalam dari hati yang dijerat sepi mulai merongrong, berteriak melontarkan sumpah serapah.

*

Detik demi detik yang terlewati bersamaan dengan bulir peluh yang mulai membasahi jari. Tangannya bergerak cepat menekan huruf-huruf pada keyboard, sesekali berpindah pada mouse yang berada di samping kanannya. Memotong, menambahkan, bahkan mengurangi telah ia lakukan. Matanya bergulir seiring pergerakan kursor yang ke sana dan ke mari, hatinya tak jua bertemu puas.

Terasa ada yang kurang, namun dirinya tak tahu mengapa.Berhenti lalu meregangkan jari, terdengar suara ‘kretek’ dari pergerakannya tersebut, kemudian mata sebening kristal yang terlihat lelah itu berganti arah menatap jam dinding, “ah udah malem ternyata.” Hesya bangkit berdiri kemudian beranjak pergi, keluar dari gedung tempatnya mencari rezeki.

Berjalan pelan menuju halte bus, kemudian menaiki salah satu bus tujuannya. Tatapannya mengedar ke segala arah di dalam bus, kemudian jatuh pada salah satu kursi yang masih kosong, di mana hanya terdapat seorang pria yang tengah tertidur di samping jendela.

Langkahnya pasti lalu berhenti di kursi yang tadi menarik atensi, kemudian dia dengan nyaman duduk di kursi tersebut dan mulai menyalakan wireless earphone yang ia kenakan. Perlahan bibir tipis itu bergerak tanpa suara mengikuti lirik yang di dengar, pun matanya turut terpejam menikmati lagu ‘Dear God’ yang menjadi kesukaannya.

“Mau ke mana Mbak?” Sapaan dari samping membuat Hesya menoleh, ah pria yang tertidur itu rupanya, “mau ke kosan saya Mas.” Jawab Hesya yang membuat pria itu mengangguk.

“Oh mau pulang ternyata Mbaknya.” Perkataan ini membuat Hesya menggelengkan kepalanya beberapa kali kemudian berkata, “ke kosan saya Mas, bukan mau pulang.” Pria itu bingung mendengarnya tentu saja.

Baca juga: Hampir Menyerah

“Loh sudah malam ini Mbak, kok gak pulang?” Hesya terdiam, pulang ya? Pulang bukan perkara mudah, kembali ke tempat bernama rumah yang pernah menggoreskan luka paling dalam, bahkan hingga kini masih menganga dan terasa sakitnya.

*

Entah sudah di detik ke sekian terlewati, Hesya tak jua beranjak dari meja kerjanya. Pergeseran audio dan shoot telah ia lakukan berulang kali, jemari tangan kirinya masih juga menekan shortcut keyboard, sedang tangan kanannya terus mengarahkan mouse untuk mendapatkan hasil yang maksimal.

Suara tiang listrik kembali diketuk sebanyak dua kali tanda bahwa kini tepat pada pukul 02.00 pagi, dan pekerjaan Hesya akhirnya selesai. Helaan nafas keluar dari bibirnya, secangkir kopi di meja sudah tak lagi panas menandakan seberapa lama Hesya bekerja untuk ini. Lelah dirasa begitu membuatnya resah, melirik jam sesaat kemudian perlahan merebahkan kepalanya dalam lipatan tangan di atas meja. Dalam detik kesekian Hesya
terbangun dan menyadari dirinya telah tertidur selama 3 jam.

*

Video berdurasi 15 menit itu akhirnya selesai dengan bertuliskan ‘Keabadian’ jantungnya berdegup kencang menanti hasil dari kerja kerasnya selama 1 bulan ini. Tatapannya jatuh pada Bang Pras yang memperlihatkan ekspresi berpikir. Sedetik kemudian riuh tepuk tangan terdengar membuat senyumannya mengambang. Dia berhasil … Dirinya berhasil, ini bukan mimpi ‘kan?

“Luar biasa Sya, kamu benar-benar memuaskan.” Puji Bang Pras seraya berdiri dan menghampiri Hesya, tangannya menepuk pundak rapuh yang kokoh itu. Hesya tersenyum sekali lagi, usahanya berhasil.

*

Lagu berjudulkan ‘Home’ itu terdengar dari earphone yang ia kenakan, kakinya melangkah ragu memasuki halaman rumah yang tampak terawat. Sekali lagi helaan nafasnya terdengar berat seiring langkah yang ia giring.

Sampai ia di hadapan pintu kayu yang tetap kokoh itu, diketuknya perlahan pintu tersebut. Terdengar sahutan seseorang dari balik kokohnya pintu itu. Tak lama terbuka menampilkan sesosok wanita paruh baya yang seketika terdiam menatapnya.

Baca juga : Kertas Tanpa Pena

“Hesya? Nak? Masyaallah, ini kamu Nak?” Wanita itu menutup mulutnya dengan mata yang perlahan mengeluarkan buliran sebening kristal. Sesaat kemudian menarik tubuh Hesya ke dalam pelukannya. Berpelukan meluapkan rindu yang tertahan. “Hesya pulang, Bu.”

Rumah, dulunya hanyalah sekedar sampah penelan kebahagiaan, penelan nafas hingga diri haus terengah dengan tangan mengais-ais meminta bebas. Yang seharusnya menjadi tempat berlindung, nyatanya dahulu hanya sumpah serapah yang terus bergaung.

Tak ada yang bisa dilakukan selain menerima dan mengiklaskan. Sejatinya esok dan seterusnya adalah misteri, kita hanya bisa berdoa pada Sang Pemberi kesempatan. -Dari aku, yang berhasil lepas dari luka masa laluku.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Penulis: Lira Nur Rahmania, SMK Nida El Adabi Bogor

Respon (114)

  1. Anakku Lira Nur Rahmania,saya sebagai orang yg telah melahirkanmu didunia ini yaitu ibumu merasa bangga dengan sederet prestasimu dibidang menulis. Tetap semangat, semoga sukses menyertai mu nak. Ketika mama membacanya dibait terakhir, disitulah air mata menetes tak tertahankan. Menang atau kalah itu hal biasa dalam lomba, bagi mama Lira adalah pemenang di hati mama, good luck nak

    1. Masya Allah, ceritanya bagus sekali Lira singkat tp sangat menyentuh. Teruslah berkarya ya jangan merasa puas dengan hasil yang dicapai.

  2. liraaa, kamuu hebat. dalam hal menulis kamu selalu hebat, aku terharuu bacanyaa:( semangatt yaaa, aku sebagai teman kamu bangga, apalagi dengan keluarga kamuuu.

  3. Saluuuuut.. Kren banget ceritanya…menginspirasi.. Aku bacanya takterasa sampai menitikan airmata…Jadi pingin pulang kampung dah ah…….

  4. Ceritanya bagus, menarik dan membuat pembaca berimajinasi tentang alurnya yang sangat bagus, good lira🤗 semangat terus buat lira💖😍

  5. Kereen and mantap sekali tulisanmu Lira, Abi bangga atas prestasi, karyamu mengingat setiap orang terhadap sosok ibu yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, oleh karena hormatilah ibu, sayangilah, berbaktilah padanya. Good luck Lira

    1. keseluruhan ceritanya bagus, tanda baca serta penulisannya ga bikin pusing dan bingung, narasinya juga menarik dan nyambung banget, semangat penulis hebatt💙💙💙💙

  6. Kereen and mantap sekali tulisanmu Lira, Abi bangga atas prestasi, karyamu mengingat setiap orang terhadap sosok ibu yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, oleh karena hormatilah ibu, sayangilah, berbaktilah padanya. Good luck Lira

  7. Kereen and mantap sekali tulisanmu Lira, Abi bangga atas prestasi, karyamu mengingat setiap orang terhadap sosok ibu yang telah melahirkan, membesarkan, mendidik, oleh karena hormatilah ibu, sayangilah, berbaktilah padanya. Good luck Lira

  8. Ada rasa bangga yang luar biasa jika mendengar anak didik melangkah jauh mengeksplorasi diri, mengembangkan potensi dan melahirkan sejuta prestasi. Teruslah merasa kehausan meski disaat tenggorakan basah dengan air yang menyejukkan.

  9. Ada rasa bangga yang luar biasa jika mendengar anak didik melangkah jauh mengeksplorasi diri, mengembangkan potensi dan melahirkan sejuta prestasi. Teruslah merasa kehausan meski disaat tenggorakan basah dengan air yang menyejukkan. Kepakkan sayapmu hingga kau terbang tinggi dan melihat segalanya.

  10. Semangat ka. Saya dukung kakak. Doakan yg terbaik biar kakak menang, pokoknya semangat. Kuring ngadoakeùn nu terbaik hehe

  11. KERENN BANGETT, akuu terharuu bacanyaa bagusss bangett cerpen nyaa kebetulan lagi ada tugas bahasa Indonesia cari cerpen make ini bagusss bangettt, SEMANGATT TERUSS YAAA 😻😻😻

  12. Sejatinya esok dan seterusnya adalah misteri, kita hanya bisa berdoa pada sang pemberi kesempatan. Kalimat yang bermakna dalam, aku menyukai cerita nya keren sangat menginspirasi, SEMANGAT UNTUKMU LIRA, semoga dengan karya sederhana ini bisa terus menghadirkan karya luar biasa lainnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *