Milenianews.com, Mata Akademisi – Islamisasi merupakan proses penyebaran ajaran Islam secara luas, yang kini banyak dilakukan melalui media digital. Di era digital, internet dan media sosial telah menjadi sarana utama dakwah. Namun, kemudahan akses dan penyebaran informasi ini juga membawa tantangan yang besar. Informasi yang berlimpah dan tidak terfilter menyebabkan munculnya hoaks dan penyebaran pemahaman agama yang salah, yang dapat memecah belah umat Islam itu sendiri. Selain itu, munculnya konten-konten negatif dari propaganda radikalisme merusak citra Islam. Oleh karena itu, islamisasi di era digital menuntut pendekatan yang bijak agar dakwah tetap efektif dan autentik.
Baca juga: Krisis Etika Media Sosial Dan Relevansi Ilmu Akhlak Dalam Filsafat Islam
Era digital juga dijadikan wadah oleh kelompok radikal untuk menyebarkan ideologi mereka yang menyimpang dari nilai Islam sesungguhnya. Dengan teknik propaganda yang sistematis, mereka bisa merekrut anggota baru melalui media sosial yang mudah diakses. Sementara itu, diluar sana Islami juga semakin luas melalui ujaran kebencian, dan pemberitaan yang bias tentang Islam. Oleh karena itu, dakwah digital harus mengedepankan strategi dialog yang damai agar dapat membangun pemahaman yang benar dan mengurangi kesalah pahaman.
Konten negatif yang beredar seperti gaya hidup matrealistis, dan hiburan hedonistik yang marak di internet serta media sosial ikut mempengaruhi perilaku umat Islam, terutama generasi muda. Penggunaan gadget yang berlebihan dalam beribadah juga menghadirkan risiko terganggunya ketulusan dalam beragama. Hal ini memunculkan persoalan bagaimana menjaga keseimbangan antara memanfaatkan teknologi untuk kebaikan agama dan tidak terjerumus ke dalam kecanduan digital.
Media sosial menawarkan ruang dakwah yang luas tetapi juga mengandung risiko besar jika tidak dikelola dengan baik. Konten dakwah yang disampaikan harus mampu menarik perhatian pengguna tanpa kehilangan nilai keilmuan dan etika agama. Dakwah yang viral dengan cara yang tidak baik dapat merusak citra Islam dan menimbulkan kesalahpahaman. Oleh karena itu, umat Islam dituntut untuk bisa menguasai teknologi informasi.
Walaupun banyak tantangan, era digital juga menyimpan peluang besar. Dakwah tidak lagi terbatas oleh ruang maupun waktu, seseorang di belahan dunia lain dapat menerima pesan Islam secara langsung dan cepat. Kecanggihan digital memungkinkan penyebaran ilmu agama melalui video ceramah, podcast, buku digital, bahkan banyak aplikasi Islami. Ini dapat membuka akses pendidikan agama yang lebih luas dan inklusif. Dengan melibatkan komunitas online juga, umat dapat saling menguatkan dalam praktik keagaman dan nilai Islam yang moderat serta toleran.
Untuk menjawab tantangan tersebut, literasi digital menjadi hal utama. Umat harus dibekali kemampuan untuk mengenali informasi yang benar dan salah, sekaligus meningkatkan kesadaran untuk tidak mudah termakan konten ekstrem. Pemerintah dan lembaga keagamaan perlu berkolaborasi dengan menyediakan platform digital agar konten negatif dapat diminimilasi dan konten positif semakin dipromosikan.
Pendekatan yang diambil dalam islamisasi era digital harus reflektif, memadukan nilai keilmuan dan etika dakwah. Hal ini penting agar penyebaran agama Islam tidak terjebak dalam konflik nilai dan dapat menjawab dinamika sosial budaya zaman modern. Prinsip ini sejalan dengan kesadaran epismatik yang menekankan pengelolaan nilai secara sadar dan kritis demi mencapai objektivitas dan integrasi keilmuan. Islamisasi bukan hanya soal penyampaian dakwah, tetapi membangun umat yang sadar akan realitas sosial dan bertanggung jawab terhadap proses dakwah itu sendiri.
Baca juga: Integrasi Wahyu, Akal, Dan Akhlak Dalam Peradaban Ilmiah Modern
Hingga pada akhirnya, islamisasi sukses di era digital bergantung pada kemauan umat untuk refleksi etis berkelanjutan, seperti ethical epistemology yang integrasikan rasionalitas dengan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, tantangan digital tak lagi ancaman, melainkan katalisator pembaruan dakwah yang humanistik dan kontekstual, selaras dengan sintesis Popper, Kuhn, Weber, juga Tan Malaka.
Umat Islam modern harus posisikan diri sebagai agen perubahan aktif: produksi konten berkualitas, dialog antaragama virtual, dan advokasi regulasi platform yang adil. Pendekatan ini tak hanya pertahankan kemurnian Islam, tapi juga wujudkan rahmatan lil alamin di dunia maya, ciptakan peradaban digital yang inklusif dan beradab.
Penulis: Nasywa Aisha Rafila, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













