Si Pur hendak melangkahkan kaki, namun Pak RT dan Afif langsung menarik tangan si Pur dan menutup pintu kamar mandi itu. “Pur kamu jangan masuk!!,” si Pur dan Pak RT terjatuh, Afif juga ikut terjatuh.
Indonesia adalah salah satu negara yang masih mempercayai hal-hal mistis dan diluar nalar manusia. Kepercayaan masyarakat sangat kental dan beragam, cerita tentang hal-hal ghaib pun masih berkembang sampai saat ini.
Masih banyak masyarakat yang percaya dan konon katanya sering melihat penampakkan atau hal-hal ghaib, seperti salah satunya yang dialami oleh Putra Purnama atau biasa dipanggil dengan sapaan si ‘Pur’.
Baca Juga : Bertatapan dengan Genderuwo Mall
Pak Samsul yang merupakan ayah dari Si Pur, bekerja sebagai Direktur di salah satu perusahaan transportasi. Sementara itu ibu pur yakni Bu Lina hanya mengurus rumah tangga. Si pur merupakan anak tertua dari dua bersaudara, punya adika bernama Afif yang masih duduk di bangku sekolah menengah pertama. Meskipun bergelimang harta Si Pur hidup sederhana.
Suatu hari pak Samsul mengalami kebangkrutan. Pak Samsul pulang dari kantor dengan wajah yang pucat dan begitu lelah, ia berjalan ke dapur mengambil segelas air putih. Bu Lina yang sedang memasak langsung bertanya,
“Kelihatanya capek banget pak, di kantor ada masalah?”
Pak Samsul tak menggubris pertanyaan istrinya itu, ia justru memilih pergi. Kebangkrutan yang dialami pak Samsul, membuat keluarganya harus pindah dari kota ke kampung. Jauh dari hiruk-pikuk kota, sejuk namun banyak menyimpan mitos.
Perjalanan untuk sampai ke kampung cukup memakan waktu. Selain jarak dari kota cukup jauh, jalanan yang dilalui sangat terjal, ditambah jalan yang berlumpur membuat si Pur sangat lelah. Ia pun memutuskan untuk duduk sejenak dibawah pohon kapas dekat gerbang masuk kampung. Awalnya si Pur hanya duduk saja, namun tanpa disadari rasa lelah membuatnya terbaring di tanah yang dipenuhi dedaunan kering.
Pak Samsul yang melihat si Pur kelelahan hanya bisa terdiam, ia lebih memilih melanjutkan perjalanan dengan istrinya dan menyuruh Afif untuk membangunkan kakaknya, agar mereka cepat sampai di rumah yang dituju.
“Si Pur capek banget Bu kayaknya, kita jalan saja terus nanti Afif yang nemenin si Pur,” sahut pak Samsul sembari menyingkirkan ranting pohon yang mengahlangi jalan.
Afif menuruti kata bapaknya, ia menemani si Pur yang terlelap. Tak terasa hari mulai gelap, suara jangkrik bersahutan.
“Kak bangun udah mau Maghrib nih,” Afif terus membangunkan si Pur, ia menggoyangkan tubuh kakaknya itu dengan kencang.
Si Pur terbangun, kantuk dimatanya masih terlihat. Matanya melirik ke sekeliling jalan yang mulai gelap, pohon-pohon yang menjulang tinggi terlihat mengerikan. Si Pur langsung menarik tangan Afif yang merasa perasaannya mulai tak enak, keringatnya pun mulai bercucuran. Si Pur merasa bahwa ada sesuatu yang janggal. Udara sekeliling menjadi dingin.
“Perasaan gue kok nggak enak ya, suasana kampung nya aneh gini fi”.
Mereka berdua pun berlari untuk menyusul ke tempat bapaknya. Akan tetapi, sudah berlari sejauh mungkin, tapi lagi-lagi mereka ada di pohon kapas itu lagi.
“Loh loh kak bukannya ini pohon kapas yang tadi? Kok kayaknya kita muter-muter doang.”
“Parah Fif kita dijahilin nih pasti, dari tadi perasaan gue udah nggak enak fif.”
Si Pur nafasnya tersenggal-senggal, ia bingung dan takut. Afif juga panik, karena waktu sudah malam, tapi mereka belum sampai ke rumah yang dimaksud. Sudah sekitar 3 jam mereka mencari jalan keluar tapi ujung-ujungnya mereka berdua kembali lagi ke pohon kapas itu.
Pak Samsul dan Bu Lina yang sudah di rumah menunggu kedua anaknya, Pak Samsul merasa ada sesuatu yang terjadi pada kedua anaknya. Tanpa pikir panjang, Pak Samsul mengambil senter, pergi kerumah pak RT untuk meminta bantuan mencari anaknya yang tidak pulang-pulang.
“Ibu di rumah saja, bapak mau keluar sebentar, mau cari anak-anak,” ucap Pak Samsul.
“Iya pak, bapak hati-hati ya,” sahut Bu Lina yang langsung menutup pintu dan jendela rumahnya untuk memastikan dirinya aman.
“Tok ! Tok ! Tok ! Assalamualaikum pak RT,” pak Samsul segera menemui pak RT dirumahnya.
Namun, rumah pak RT kelihatannya sepi, lampu rumahnya pun mati. Lantai rumahnya juga penuh debu dan kotoran kelelawar. Pak Samsul akhirnya memutuskan untuk pergi, tapi tiba-tiba pintu rumah pak RT terbuka
“Waalaikumsalam, ada apa pak malam-malam begini mampir di rumahku,” sontak saja jawaban itu membuat pak Samsul terkejut.
Pak Samsul akhirnya menceritakan kejadian yang menimpa anak-anaknya. Pak RT segera memanggil empat warga untuk membantu mencari Afif dan si Pur.
**
Sementara itu, si Pur dan Afif, hanya termenung duduk dibawah pohon kapas, badan Afif mulai dingin dan kaku, bibirnya biru dan matanya merah, namun wajahnya begitu pucat.
Si Pur sangat kebingungan, ia hanya mencoba menggosok kedua tangannya dan menempelkannya di dahi Afif. Sorotan senter dari kejauhan memantul ke arah mereka, si Pur langsung melambaikan tangannya mencari bantuan.
“Tolong !! tolong kami, kami disini.”
Salah satu warga melihat Afif dan si Pur dan langsung berlari ke arah mereka, pak Samsul, pak RT dan warga lainnya ikut menghampiri.
“Nak nak disini kamu rupanya.”
Melihat Afif yang terlihat mengkhawatirkan, Pak Samsul langsung meminta bantuan kepada warga dan Pak RT untuk mengantarkan Afif ke puskesmas terdekat supaya segera diberi pengobatan. Namun, para warga menolak dengan alasan jam segini puskesmas di kampung sudah tutup.
Pak Samsul merasa kesal atas jawaban dari warga, namun ia tidak marah, bisa memakluminya, karena memang di kampung listrik belum seterang di kota. Pak RT akhirnya mengajak Pak Samsul untuk membawa Afif kerumahnya. Kebetulan istri pak RT berprofesi sebagai perawat.
“Ayo ke rumah saya saja, istri saya seorang perawat. Kita obati bersama,” kata Pak RT menawarkan.
Sampai di rumah Pak RT, Afif segera diobati. Pak Samsul menyuruh si Pur untuk pulang membersihkan tubuhnya dan makan dahulu. Si pur pun pulang. Ibunya langsung menyiapkan air hangat dan nasi goreng. Selesai bersih-bersih si Pur tidak makan, ia memilih membaringkan tubuhnya diranjang kayu.
Sekitar 1 jam lebih mereka dirawat di rumah Pak RT. Afif sudah membaik, Pak Samsul pun segera berpamitan kepada Pak RT dan istrinya untuk pulang. Sambil Jalan tertatih-tatih, Pak Samsul merangkul tubuh Afif yang masih lemas.
Setibanya di rumah, “Bu, buka pintunya bu berat banget ini,” Bu Lina langsung bergegas membukakan pintu.
Si Pur berlari dan mengangkat tubuh Afif. Dibaringkan di ranjang kayu, Afif langsung tertidur lelap. Pak Samsul dan Bu Lina pun istirahat. Tapi malam itu, si Pur tidak bisa tidur, ia terus memikirkan kejadian dirinya yang berputar-putar di pohon kapas itu. Si Pur merasa ada kejanggalan di pohon kapas itu.
Brak!! Vas bunga dari tanah liat yang sengaja ditaruh disamping tv terjatuh. Jendela dan pintu kamar si pur tiba-tiba terbuka. Si Pur terkejut, ia yang semula sedang rebahan langsung berdiri dan menatap ke arah jendela. Angin kencang masuk ke kamar menghancurkan beberapa figura foto yang menempel di dinding. Si Pur langsung berlari dan menutup jendela juga pintu kamarnya. Membersihkan sisa vas dan figura yang hancur. Jari si Pur tiba-tiba tersayat. Darah keluar, tubuh si Pur bergetar hebat.
Si Pur langsung berlari ke kamar mandi membersihkan darah dijarinya itu. Selesai dibersihkan, baru selangkah si Pur keluar dari kamar mandi, lampu tiba-tiba mati, matanya tak bisa melihat apa-apa, tetapi telinganya mendengar suara aneh dari belakang rumah.
Suara langkah kaki dan ringkikan kuda terdengar jelas. “Gila kejadian apa lagi nih baru juga pindah sehari udah hidup susah aja,” tangannya mencoba meraih dinding supaya tak jatuh, keringat dingin membasahi pakaian si Pur. Lampu menyala lagi, si Pur langsung berlari ke kamar dan mengunci pintu kamarnya.
Keesokan harinya, si Pur bangun lebih dulu, ia hendak sholat subuh. Air di kamar mandi tercium amis, warnanya keruh. Tanpa pikir panjang si Pur mandi, suara bisikan terdengar. Suara itu terdengar seperti kakek-kakek, ia membisikkan kata-kata yang aneh.
“Gimana rasanya mandi pakai air darah?,” Si Pur berteriak sekencang-kencangnya.
Afif yang sudah bangun saat itu langsung berlari dan mendobrak pintu kamar mandi. Afif melihat tubuh si Pur berlumuran darah. Afif menyalakan kran air dan menyiram tubuh kakaknya, Afif juga berteriak memanggil kedua orang tuanya.
“Pak, Bu ini kak Pur kenapa? Pak Bu tolong!!,” Pak Samsul dan Bu Lina berteriak, segera membersihkan darah yang ada di tubuh si Pur.
Sekitar pukul 7 pagi, si Pur mengajak Afif berkeliling kampung. Si Pur rupanya masih penasaran dengan semua kejadian janggal yang menimpa dirinya dan Afif.
“Keluar yuk Fif, gue pingin cari udara sejuk.”
Mereka berdua pun memutuskan untuk berkeliling kampung. Si Pur melihat ada rumah sakit yang sangat besar, bahkan sangat ramai dengan ribuan pasien terlihat disitu.
“Di kampung gini bisa ada rumah sakit sebesar ini, keren sih lumayan banyak juga pasiennya, padahal kan kampung ini penghuninya nggak begitu banyak ya Fif,” tanya Si Pur terheran-heran.
Anehnya, si Pur merasakan hal-hal diluar nalar, si Pur melihat ada seorang kakek duduk di salah satu rumah gubuk yang jaraknya cukup dekat dengan rumah sakit, ia sedang berbicara sendiri. Namun saat mendengar suara si kakek, terdengar seperti tak asing baginya, padahal ia tak pernah bertemu dengan kakek itu.
“Lah Fif gue kayak pernah denger suara yang persis banget sama suara kakek itu,” tangannya menunjuk ke arah gubuk tua.
Gubuk itu tiba-tiba hilang entah kemana. “Gubuknya kemana kak?,” tanya Afif, matanya juga berubah tatapannya sayu, suaranya juga menjadi putus-putus.
Si Pur heran melihat Afif yang tiba-tiba berubah, ia pikir Afif sakit jadi segera membawanya ke rumah sakit yang dilihatnya tadi. Sesampainya di rumah sakit, keadaan rumah sakit itu sungguh memprihatinkan. Atap dan dindingnya hampir roboh.
Bruk!! Si Pur menabrak seorang perempuan, rambutnya hitam dan panjang, berseragam perawat. Dokumen yang dibawa si perempuan tadi terjatuh dan berserakan di lantai.
“Maaf mba saya buru-buru, adik saya mau pingsan,” Si Pur lalu mengambil dokumen yang berserakan itu dan segera membawa Afif ke ruang IGD.
“Mas tunggu ! Mari saya antar ke ruang IGD,” teriak perawat itu.
Si Pur segera mengangkat tubuh Afif yang sudah lemas dan membawanya ke IGD. Aneh, rumah sakit itu memang ramai, tapi semua orang yang ada didalamnya hanya membisu. Wajah mereka juga pucat, tatapan matanya kosong. Tak terlihat banyak dokter di situ hanya ada satu dokter laki-laki yang sudah tua.
Perawat di rumah sakit itu juga hanya satu. Tetap berpikir positif si Pur mencoba tersenyum dan menyapa beberapa pasien yang ada di IGD. Bukannya menyaut, pasien-pasien itu justru melotot. Si Pur hanya bisa menundukkan kepalanya. Tak lama setelah itu, dokter tua yang ada langsung memberi pertolongan dan menyuntikkan beberapa obat. Setelah mendapat pengobatan, Afif harus dirawat sehari supaya mendapat pengobatan yang maksimal.
Si Pur menitipkan adiknya ke perawat itu, ia memutuskan untuk pulang dan memberi kabar ke bapak dan ibunya. Tapi sayang, hari yang sudah mulai gelap membuat jalanan juga gelap. Minimnya penerangan jalan membuat si Pur pontang-panting mencari kendaraan umum.
“Jalan kaki nih gue, mana gelap gini. Parah sih dapet tempat tinggal minim penerangan banget,”
Hanya berbekal senter yang ia pinjam dari perawat, si Pur segera pulang. Si Pur takut bapak ibunya khawatir dan berfikir yang tidak-tidak.
Pak Samsul dan Bu Lina rupanya sedang menunggu Afif dan si Pur di teras rumah. Pak Samsul kaget melihat si Pur pulang sendirian tanpa ada Afif.
“Loh Pur adikmu mana, si Afif kemana Pur? Bisa-bisanya kamu pulang sendirian,”.
Si Pur yang takut bapaknya khawatir, menjawab dengan kata yang terpatah-patah.
“Anu pak anu…. Afif dirawat di rumah sakit dekat gerbang masuk loh pak”. Pak Samul pun segera pergi untuk menjemput Afif dan membawanya pulang ke rumah.
Si Pur disuruh di rumah menjaga ibunya. Di perjalanan, Pak Samsul melihat Pak RT sedang duduk di pos ronda dengan beberapa warga. Pak Samsul yang tidak begitu hafal jalannya, mencoba minta bantuan ke Pak RT untuk mengantar ke rumah sakit tempat Afif dirawat.
“Permisi, pak saya boleh minta tolong antarkan saya ke rumah sakit dekat gerbang masuk kampung. Maklum pak saya masih warga baru di kampung ini jadi belum begitu hafal jalannya”. Pak RT dan para warga mendadak menunjukkan ekspresi terkejut.
“Pak pak, rumah sakit dimana? mana ada rumah sakit dekat gerbang masuk. Ini kampung pak. Ada juga puskesmas tapi kalo malam tutup, nggak melayani rawat inap,” sahut salah satu warga, yang membuat kaki pak Samsul bergetar.
Jantung pak Samsul tiba-tiba sakit, tubuhnya berkeringat dan ia jatuh pingsan. Pak RT meminta para warga segera membawa Pak Samsul ke rumahnya agar diobati sang istri. Bu Lina dan si Pur mendapat kabar dari warga bahwa Pak Samsul ada di rumah pak RT.
Jadi si Pur langsung mengajak ibunya ke rumah Pak RT. Pak Samsul masih terbaring lemas, wajahnya begitu pucat. Saat ditanya oleh Bu Lina, Pak Samsul malah menangis. Pak Samsul membisu. Si Pur merasa bapaknya mengalami hal yang aneh. Teringat Afif, si Pur langsung berlari ke rumah sakit.
Si Pur juga menangis dirinya bingung dan lupa lokasi rumah sakit yang dimaksud. Si Pur terus berlari, ia mengingat ancar-ancar rumah sakit itu ada di dekat gerbang masuk kampung.
Tapi apa? Sesampainya di gerbang itu, hanya ada sumur tua. Si Pur meraba tanah dan menatap sekelilingnya. Ia tidak bisa menemukan rumah sakit itu. Anehnya si Pur mendengar aktivitas seperti di rumah sakit, ada suara kursi roda yang berjalan dan beberapa suara langkah kaki. Bahkan ada suara bayi yang menangis.
“Kak, Afif disini,” suara Afif terdengar juga, itu membuat si Pur terkejut.
Bingung, ya itulah yang dirasakan si Pur. Matanya mencari sumber suara, langkah kaki yang sudah lemas masih tetap dikuatkan berjalan. Si Pur teriak memanggil nama Afif, berharap ada jawaban dari adiknya, tapi malah suara langkah kaki kuda yang ia dengar. Semakin si Pur berteriak kencang, suara itu semakin terdengar jelas. Bahkan disertai suara ringkikan kuda.
Si Pur memutuskan untuk kembali ke rumah pak RT dan mengajak para warga membantunya mencari rumah sakit itu. Sesampainya si Pur di rumah, Pak RT mencoba menenangkan si Pur dan keluarganya, supaya tetap tenang dan berdoa agar Afif selamat. Si Pur terus mendengar suara Afif, Bu Lina terus menangis melihat keadaan suaminya yang terbaring lemah, ia juga mengingat Afif yang belum ditemukan.
Pagi sudah tiba, Pak Samsul sudah membaik. Mengucapkan terima kasih kepada Pak RT dan istrinya. Si Pur pamit membawa bapaknya pulang. Si Pur, Pak Samsul dan Bu Lina terkejut melihat Afif sedang tidur di kursi teras rumah. Bu Lina menghampiri Afif dan memeluknya.
Afif terbangun, “Semalem pada tidur dimana? rumah sepi banget. Afif semalem tidur dirumah sendirian nih,” sontak pernyataan Afif membuat si Pur kaget.
“Jangan Ngada-ngada, lu semalem kan gue bawa ke rumah sakit,” ucap si Pur.
Afif justru membantah, ia mengatakan bahwa semalam dirumah pulang bareng kakaknya dan langsung masuk ke kamar untuk tidur. Kejadian aneh terus terjadi padahal baru dua hari si Pur dan keluarganya pindah ke kampung itu.
**
Pak Samsul mengantar Bu Lina ke pasar, hanya berdua di rumah dengan Afif, si Pur berencana menanyakan semua hal yang ditemuinya kemarin. Terutama kakek di gubuk tua dekat rumah sakit.
“Lu inget kan Fif kakek yang gue maksud?, Akhirnya gue tahu tuh kakek suaranya mirip banget sama suara yang bisikin gue pas mandi”.
Afif hanya menggelengkan kepalanya. “Aneh lu fif, semenjak kejadian semalem lu jadi aneh banget sumpah”.
Si Pur meninggalkan Afif, ia duduk di ruang tengah. Afif tak mengingat semua kejadian yang dialaminya. Si Pur justru bingung, karena merasa seperti orang yang paling diganggu hal-hal ghaib.
“Mandi dulu lah, panas banget hari ini”.
Keanehan kembali terjadi saat si Pur membuka pintu kamar mandi. Ia justru melihat rumah sakit, namun anehnya bukan manusia yang ada didalamnya. Kuda berkepala manusia, perawat yang kepalanya terbelah menjadi dua, dan banyak makhluk-makhluk aneh memandanginya. Si Pur langsung menutup pintu kamar mandi.
Duarr!!
“Sial apa lagi sih ini, apa cuma perasaan gue doang ya”.
Si Pur baru mengingat bahwa kuda berkepala manusia itu, wajahnya mirip dengan kakek di gubuk tua. Lalu perawat yang kepalanya terbelah adalah perawat yang membantu Afif dibawa ke IGD. Pak RT kebetulan lewat depan rumah, melihat Afif duduk sendirian, dan Pak RT menanyakan keberadaan si Pur.
Si Pur yang masih di depan pintu kamar mandir masih penasaran, jadi ia membuka pintu kamar mandi untuk mengecek lagi. Para makhluk itu tak terlihat lagi hanya rumah sakit dan beberapa pasien lalu lalang.
Si Pur hendak melangkahkan kaki, namun Pak RT dan Afif langsung menarik tangan si Pur dan menutup pintu kamar mandi itu.
“Pur kamu jangan masuk!!,” si Pur dan Pak RT terjatuh Afif juga ikut terjatuh.
Baca Juga : Nalar
Pak Samsul dan Bu Lina pulang dari pasar, Pak RT menceritakan penyebab mereka mengalami hal-hal aneh yang dialami keluarga Pak Samsul. Rumah sakit yang dilihat si Pur ternyata rumah sakit ghaib yang memang letaknya ada di sumur tua di dekat gerbang masuk kampung di samping pohon kapas.
Menurut pak RT sudah banyak warga kampung yang hampir pindah alam ke rumah sakit ghaib itu, terutama mereka para warga baru. Makhluk-makhluk penunggu sumur tua itu, sangat suka mengganggu warga kampung baru dan berusaha mengajaknya ke rumah sakit ghaib itu.
Baru tiga hari pindah ke kampung, banyak kejadian-kejadian yang mengherankan, entah itu dirumah atau ditempat lainnya. Pak RT menyarankan mereka untuk pindah dari kampung, dan mencari tempat tinggal lain karena Pak RT sudah merasa bahwa keluarga Pak Samsul pasti akan terus diganggu.
Setelah itu, si Pur mengajak keluarganya untuk kembali ke kota, dan memulai usaha baru dari nol. Supaya semua gangguan yang dialami tidak terjadi lagi.
Penulis : Anissa Putri Nabil
Sobat Milenia yang punya cerita horror, boleh kirimkan naskahnya ke email redaksi@milenianews.com, untuk dibagikan ke Sobat Milenia lainnya.
Jangan sampai ketinggalan info terkini bagi generasi milenial, segera subscribe channel telegram milenianews di t.me/milenianewscom.