Milenianews.com, Jakarta – Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan, terjadi peningkatan kekerasan terhadap anak selama pandemi. Baik kekerasan verbal maupun fisik. Data KPAI menunjukkan bahwa kekerasan verbal sangat tinggi angkanya mencapi 62 persen, sementara kekerasan fisik 11 persen.
“Kekerasan verbal memang paling banyak, karena ini pun dari pengakuan anak di media sosialnya,” kata Retno dalam Webinar Rangkul Keluarga Cegah Kekerasan, Rabu, (22/7).
Baca Juga : Lima Cara Temukan Gaya Belajar Anak agar Hasil Studi Maksimal
Kekerasan anak juga banyak terjadi di lingkungan keluarga selama pandemi Covid-19. Retno menyebut, banyak anak menyampaikan kegalauannya tersebut di media sosial. “Bahkan anak berpotensi kuat bergabung dengan grup medsos yang tidak terkontrol,” kata dia.
Saat anak belajar juga harus didampingi orang tua
Hal tersebut bisa mengakibatkan anak menjadi korban eksploitasi dalam grup di media sosial tersebut. “Anak rawan dieskploitasi, dan bahkan juga di grup itu bisa muncul konten pornografi,” ungkapnya.
Selain itu, ada faktor lain yang mempengaruhi kesehatan jiwa anak selama pandemi. Yakni minimnya fasilitas pendukung pembelajaran daring. “Fasilitas yang minim mengakibatkan anak-anak tidak terlayani, anak-anak stres tidak terlayani saat pembelajaran jarak jauh,” kata Retno.
Efeknya, lanjut Retno, akan muncul beberapa kasus, seperti anak tidak naik kelas. Hal ini terjadi dan siswa terpaksa tidak naik kelas, lantaran tidak pernah hadir saat pembelajaran daring. Padahal hal itu terjadi karena sang anak tidak mempunyai gawai dan akses internet.
Baca Juga : Google Indonesia Sambut Hari Anak Nasional
“Ini kan namanya kekerasan yang dilakukan sekolah. Kemudian ketidakmampuan anak belajar secara mandiri, apalagi ketika orang tuanya mulai kerja,” terangnya. Untuk itu, kata Retno, mestinya ada pengaturan tanggung jawab antara orang tua, sehingga bisa tetap hadir mendampingi anak belajar. (Ahmad Fachrurozi)