Oleh: Hadi Suroso
Seperti yang sudah-sudah, bukannya aku tak mau membuka hati, dan terus menguncinya rapat-rapat. Namun setiap kali ku buka sedikit saja, bayang-bayang luka itu selalu datang mengecilkan hatiku untuk berani memulai lagi. Luka itu telah mematahkan keberanianku untuk kembali merajut harapan.
Banyak petuah baik sebagai nasehat. Di antaranya hanya soal waktu. Akupun mencoba berdamai dengan keadaan. Sesakit apapun perlakuan yang aku terima, waktu juga kelak yang akan menyembuhkan.
Nyatanya tidak begitu, meski musim demi musim telah berlalu, luka itu masih saja terasa begitu nyeri di hatiku.
Aku terhempas di lara yang teramat dalam, memeluk nestapa di lorong gelap yang kelam.
Hatiku lama membatu, keras dan penuh amarah. Jiwaku melayang kemana entah. Sepenuhku ambruk jatuh terkapar. Tinggal tersisa raga di remah rasa yang hambar.
Aku terjerat derita yang tak mudah ku lepaskan. Aku terbelenggu trauma yang tak mudah ku sembuhkan.
Akupun terjebak di antara yang tak ku ingini. Memikul dilema- membuka atau terus menutup hati.
Bogor, 11022024
Hd’s
Hadi Suroso. Biasa dipanggil Mr/Mas Bob. Aktivitas keseharian, mengajar Math Cambridge di sekolah Bosowa Bina Insani Bogor, guru Bimbel dan juga guru privat SD sampai SMA untuk persiapan masuk PTN. Mulai menyukai menulis sejak satu tahun terakhir, khususnya Puisi dan Refleksi kehidupan sebagai percikan hikmah. Menulis bisa kapan saja, biasanya saat muncul gagasan dan keinginan untuk menuangkannya dalam bentuk tulisan. Menulis merupakan bagian dari mengasah jiwa dan menggali hikmah.