Puisi karya Arsiya Oganara
Delapan puluh tahun silam, derap langkah jarum jam menepi di angka sepuluh.
Lambaian dedaunan pagi itu di jalan Pegangsaan Timur nomor lima puluh enam, sejuk dan langit Jakarta tersenyum tenang pada tujuh belas Agustus seribu sembilan ratus empat puluh lima.
Di dalam rumah Soekarno yang berdiri kokoh, torehan sejarah yang tak terlupakan, teks proklamasi dibacakan pertama kali tanda awal kedaulatan negeri.
Sebelumnya, Batavia Gerakan Pemuda dua puluh delapan Oktober seribu sembilan ratus dua puluh delapan ikrarkan Sumpah Pemuda.
Cita-cita kaula muda. Satu tanah air, satu bangsa, satu bahasa, adalah Indonesia. Awali sejarah Pergerakan Nasional Indonesia tuk genggam kemerdekaan.
Pemuda-pemudi Indonesia bersatu padu wujudkan tekad membara demi nusantara merdeka nan jaya selamanya.
Kini, kata merdeka hanya untaian kata di bibir belaka. Bagaimana kepemimpinan negara? Bagaimana proses pendidikan? Bagaimana penegakan hukum? Sudah tepat digarisnya kah?
Bagaimana para tikus menggerogoti uang negara? Bagaimana menjadi tuan rumah di negeri sendiri?
Bagaimana tanah tumpah darah Indonesia menghidupi rakyatnya? Bagaimana kesenjangan sosial menganga bak luka tersiram air garam, akut tak kunjung sembuh? Masih banyak bagaimana lainnya.
Huuhhh….
Apakah negeri ini hanya punya bocah kosong yang berdiri di balik nama pembohong? Apakah negeri ini sudah tidak ada pemuda yang bernalar dan pintar?
Hai….
Pendidikan pondasi kemajuan bangsa. Tetapi begitu sulit diraih di negeri Burung Garuda dan Pancasila.
Hukum sejatinya tiada pandang bulu dan tak tebang pilih. Kejadiannya, laksana pisau tajam ke bawah tumpul ke atas.
Haahhh…..
Seharusnya, tikus-tikus berdasi diracun hingga mati. Tapi tikus-tikus itu tetap saja hidup berkeliaran menggerogoti perahu layar Indonesia.
Hingga kini, masih saja menjadi tamu di rumah sendiri. Pribumi tiada memiliki properti karena harga tinggi.
Ohhh….
Para petani, kau hidup sendiri di negeri ini. Harga gabah dan harga ubi kayu mencapai titik nadir. Harga cabai melonjak kegirangan namun tak segirang penanamnya.
Sejatinya, pembuat kepurusan di bumi pertiwi menstabilkan harga bagi petani dan rakyatnya. Namun mereka tak cukup waktu melakukan itu. Mereka sibuk dengan urusan pribadi dan golongan.
Pemuda-pemudi Indonesia
Teguhkan niat dan kuatkan tekad tuk bangun bangsa ini. Berjuang dan terus berjuang dengan ilmu pengetahuan, keterampilan, inovasi, dan integritas tiada henti.
Lihatlah dengan mata hati, kemunduran moral, kemiskinan, dan kebodohan senantiasa bersama di negeri ini.
Kobarkan api semangat pantang menyerah, keberanian, dan keteguhan hati bak pahlawan-pahlawan pejuang kemerdekaan.
Buatlah Ibu Pertiwi tersenyum selamanya. Sekali Merdeka tetap Merdeka.
Merdeka!
Bandar Lampung, 6 Agustus 2025
Profil Penulis
Arsiya Heni Puspita – Arsiya Oganara adalah nama penanya. Lulusan Sarjana Ilmu Komunikasi dengan hobi membaca dan traveling. Hobi ini pula yang mengantarkannya menjadi jurnalis profesional yang sudah mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW) serta Professional Tourist Guide dan Professional Tour Leader, Licensed and Certified dari Disparekraf DKI Jakarta dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP).
Saat ini mulai merambah ke dunia sastra dan kegemarannya menulis tersalurkan dengan menulis cerpen, puisi, puisi esai, dan lainnya.
Arsiya Oganara sangat senang bertemu dengan orang baru. Persahabatan bisa dilakukan melalui medsosnya. FB; Arsiya Heny Puspita. IG: arsiyahenyhdl. Email: hennyarsiya@gmail.com.