Oleh : Shalihah Khairunnisa
Pesawat terbang, menjatuhkan rudal ke atas negri tercintanya.
Anak-anak menjerit dan berlari menjauh.
Wanita dan para pria dewasa berusaha melindunginya.
Melindungi masa depan dan nyawanya.
Sedangkan musuh tertawa sambil menari dibalik layar bernoda.
Menertawakan nyawa manusia yang kian menghilang.
Sungguh tidak punya hati mereka.
Tak hanya merebut tanah airnya.
Musuh bahkan berusaha menghilangkan seluruh penduduknya.
Anak-anak satu per satu dimusnahkan.
Wanita meninggal lebih banyak dibandingkan pria.
Namun sayangnya…
Mereka tidak menyerah, mereka masih punya harapan.
Sama seperti ketika Indonesia memperjuangkan kemerdekaannya.
Perbedaannya, mereka memiliki tuhan yang mendukung kemerdekaannya.
Bahkan di dalam kitabnya mereka dijanjikan kemenangan.
Sebuah kemenangan yang indah.
Yang tidak dapat kita dibayangkan.
Lantas mengapa kita masih ragu membelanya?
Mengapa kita masih terdiam dan sibuk dengan dunia, sedangkan mereka sudah berada di jalan menuju tempat terbaik?
Ini bukan lagi soal agama, tapi tentang hati manusia.
Sebuah hati, di mana kita bisa merasakan sakitnya kehilangan orang terdekat.
Marah ketika negrinya direbut.
Emosi melihat nyawa yang selalu menghilang tiada henti.
Dan mereka lah, Palestine.
Negri yang pertamakali mendukung kemerdekaan kita.
Negri yang berisi orang-orang kuat.
Bukan hanya kuat secara fisik, tapi mental dan hatinya.
Bahkan mereka bisa jadi lebih kuat dari kita.
Tanpa kita, mereka juga bisa merdeka dengan sendirinya.
Pertanyaannya… Apakah kita akan tetap memilih diam melihat pembantaian itu?
Layaknya ikan yang hanya bisa melihat dari balik kaca rumahnya.