Judul: Cerita Nusantara, Kumpulan Cerita Pendek Karya Kelas 6
Penulis: Abid Abrisam Rafiiandra dkk
Editor: Hanifa Dwi Apriyani
Penerbit: SD Bina Insani
Cetakan: I, April 2025
Milenianews.com, Ngobrolin Buku—Buku karya siswa kelas 6 SD Bina Insani, Bogor, ini menyajikan aneka cerita pendek dari berbagai wilayah Nusantara. Antologi cerpen ini merupakan bentuk tindak lanjut dari kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada kegiatan puncak P5 (Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila).
Sesuai judul besar buku ini, cerita-cerita yang ditampilkan dalam buku ini beragam temanya dan asal daerahnya. Salah satu dari 57 cerita yang paling menarik adalah cerita pendek berjudul Warisan di Bawah Rembulan karya Abid Abrisam Rafiiandra. Cerpen ini menceritakan tentang seorang pemuda Bali bernama Wayan yang baru kembali dari kota dan merasa asing dengan upacara adat di desa tempat tinggalnya meskipun ia tumbuh besar di desa tersebut.
Ia mengalami perang batin hingga akhirnya sampai pada kesadaran pentingnya menjaga warisan leluhur. “Ia merasa panggilan untuk kembali ke akar leluhurnya semakin kuat. Ia ingin menjadi bagian dari tradisi yang telah diwariskan nenek mereka, bukan sebagai kewajiban, tetapi sebagai bentuk penghormatan.”
Cerpen ini diakhiri dengan sajian yang manis: “Di bawah rembulan yang sama, Wayan kini mengerti bahwa budaya adalah wearisan yang harus dijaga, bukan karena paksaan, tetapi karena cinta. Dan malam itu, diiringi suara gamelan, ia menari dengan sepenuh hati, seperti neneknya dulu berpesan.”
Tidak kalah menariknya cerpen karya Rafandra Sakha Al Rayyan yang berjudul Angklung, Nggak Cuma Bambu Biasa. Cerpen ini menceritakan tentang seorang cucu yang enggan main angklung dan lebih mmilih bikin konten. “Duh, Kek, itu kan udah jadul banget. Anak-anak sekarang mah enggak minat sama yang gituan.” Di bagian lainnya Sang Cucu (Dani) menegaskan, “Aku mending bikin konten aja, Kek. Lebih viral daripada main angklung.”
Lalu, Sang Kakek mengajak cucunya ke balai desa. Di sana ada petunjukan angklung buat tamu dari luar negeri . Mereka sangat antusias dan memuji pertunjukan angklung tersebut.
Hal itu menggugah kesadaran Dani untuk mencintai angklung. Panggilan budaya itu menumbuhkan perasaan indah dalam hatinya. Seperti diungkapkan di akhir cerpen ini, “Dani akhirnya sadar, budaya itu enggak akan mati kalau generasi muda mau ngejaga dan ngenalin dengan cara mereka sendiri. Kini, suara angklung Dani dan kakeknya enggak cuma terdengar di desa, tapi juga sampai ke dunia maya.”
Fathnanta Choiry Achmad, melalui cerpennya yang berjudul Sang Penjaga Warisan menegaskan pentingnya menjaga identitas bangsa. “Raka menyadari bahwa menjaga identitas bangsa bukan hanya tentang mempertahankan warisan, tetapi juga memberi ruang bagi generasi muda. Raka menyadari bahwa menjaga identitas bangsa bukan hanya tentang untuk mencintai dan mengembangkan budaya tersebut dalam menghadapi perubahan zaman.”
Tidak kalah menarik cerpen karya Khanza Ali Rachmawan yang berjudul Kebudayaan dan Kehidupan Sehari-hari. Pesannya disajikan di akhir cerpen ini: “Meski begitu, desa ini tetap optimis. Mereka percaya bahwa kebudayaan adalah akar yang akan menguatkan mereka dalam menghadapi tantangan globalisasi. Dengan semngat gotong royong dan kebersamaan, mereka yakin kebudayaan mereka akan terus berkembang, tidak hanya sebagai warisan masa lalu, tetapi juga sebagai bagian dari identitas masa depan. Karena, sejatinya kebudayaan adalah hidup dalam setiap langkah, setiap kata, dan setiap tindakan yang mencerminkan siapa kita.”
Melalui cerpennya yang berjudul Keberagaman Suku dan Budaya Keluargaku, Danendra Alghifarisyah Wicaksono” mengungkapkan harapannya agar Indonesia yang hidup dalam keberagaman tetap mampu menjaga persatuan (Bhinneka Tuggal Ika). “Saya berharap negara Indonesia terus berkembang menjadi negara yang maju. Seluruh warganya hidup rukun dan damai dalam keberagaman agama, suku, dan adat istiadat. Doakan saya menjadi generasi penerus yang akan membanggakan orang tua dan seluruh rakyat Indonesia. Amin.”
Masih banyak cerpen lainnya yang tidak kalah menarik. Tentang pentingnya bersama-sama menjaga budaya. Tak heran kalau buku antologi ini bisa disebut sebagai panggilan budaya Nusantara.