Aldara Nala Saecha dan Aarav Biru Adhitama, sepasang manusia pengecut yang selalu berlindung di balik kata ‘sahabat’. Hubungan mereka sulit untuk dideskripsikan. Terlalu dekat rasanya bila hanya disebut sebagai sahabat, tetapi tidak bisa pula disebut sebagai pasangan karena tidak pernah ada ikatan diantara keduanya. Mereka dekat, namun disaat yang sama, mereka juga jauh.
Aldara Nala Saecha, seorang mahasiswi jurusan teknik yang parasnya selalu membuat orang menoleh dua kali. Semasa SMA, bisa dibilang Nala adalah seorang yang extrovert, semua orang tahu Nala. Tetapi karena suatu trauma, Nala jadi menggariskan batas agar siapapun tidak mengusik dunianya. Sampai suatu saat hadirlah Aarav Biru Adhitama. Orang-orang mengenalnya dengan nama Aarav, tapi Nala lebih suka memanggilnya Biru.
Mendeskripsikan fisik Biru itu perkara mudah. Lelaki itu serampangan, tipikal mahasiswa teknik yang jarang menyita waktu untuk berpikir hari ini pakai baju apa. Biru gemar menggunakan kaus putih polos disertai dengan kemeja flanelnya. Tak jarang ia menggunakan sepatu dengan bagian belakang yang diinjak karena terlalu malas untuk memakainya dengan benar. Beruntungnya Biru mempunyai garis wajah yang tegas sampai sampai orang lain tidak sempat memperhatikan kausnya yang kusut atau pun bagian belakang sepatunya yang terinjak. Orang lain lebih sibuk memperhatikan senyum indah dan paras rupawannya.
Biru tipikal orang yang dapat bergaul dengan siapa saja. Tak jarang banyak gadis yang menggantungkan harap pada lelaki tersebut karena sikapnya yang sangat baik terhadap semua orang. Meski Biru sering menggantungkan harap pada para perempuan di jurusannya, Aarav Biru Adhitama mempunyai satu perempuan yang sangat ia jaga yakni sahabatnya, Ayesha Rinjani. Biru tidak segan menghajar siapa pun yang berani mengusik ‘sahabatnya’ yang satu itu.
Biru terlalu indah untuk menjadi kenyataan. Ia mampu menjelma manjadi harapan, tumpuan, khayalan, semua. Bagi Nala yang suka kesendirian, lambat laun Biru berubah menjadi pengecualian. Singkatnya begini: Sebelumnya Nala tidak mau menyandarkan kebahagiaan pada siapa pun. Setelahnya Nala tidak mau menyandarkan kebahagiaannya pada siapa pun. Tapi ia selalu luluh jika Biru meminjamkan bahunya untuk bersandar.
Kehadiran Biru sebagai sahabatnya mampu mengubah segala titik di hidup Nala menjadi koma, membuat satu persatu mimpi di hidupnya terwujud hanya dengan bersama Biru.
Seperti malam ini, pukul sebelas lewat lima puluh tiga. Hari ulang tahun Nala. Lelaki itu menghilang seharian tanpa kabar maupun pesan. Nala berulang kali mematikan wifi kosannya lalu menyalakannya lagi, memastikan sinyal dan Wifi-nya baik baik saja. Lantas mengapa belum ada pesan dari sahabatnya yang menghilang seharian?
Nala menghela nafas berat. Ia membaringkan diri di kasur kosannya sambil memandangi bintang bintang yang menempel diatas langit langit kamarnya.
“Yaudah lah mungkin gue emang ga penting,” ucap Nala untuk Nala. Ya, dia sedang berdialog dengan dirinya sendiri.
“Lagian sebenernya gue emang ga nunggu chat dia sih?” ucapnya acuh seakan tidak peduli dengan kehadiran Biru.
“Tapi dia sibuk ngapain si, ko sampai lupa—”
Tiba-tiba pintu kosan Nala diketuk oleh seseorang.
“Teh nalaa, ini ada A Aarav di depan,” suara penjaga kosan membuat Nala langsung bangkit dari tidurnya, lupa bahwa ia mempunyai penyakit darah rendah yang membuatnya harus terdiam sejenak untuk mengusir semut di kepalanya.
Tuhan pasti sedang menertawakan ucapan Nala yang selalu berbanding terbalik dengan tingkahnya.
Seperti sekarang, Nala sedang berdiri di depan cermin untuk merapikan dirinya agar terlihat sedikit manusiawi di depan Biru. Khawatir sahabatnya itu menunggunya terlalu lama.
Setelah pintu terbuka betapa terkejutnya Nala melihat Biru dengan rambutnya yang berantakan menggunakan kaus putih kusut dengan sepatu Converse yang bagian belakangnya diinjak. Ia berdiri di depan pintu kamar Nala dengan senyum lebar seakan tidak terjadi apa apa.
“Lo kemana aja sih, seharian ngilang terus muncul berantakan gini—”
“Sssttt, gue duluan. keburu abis waktunya.” Biru melihat jam di handphonenya yang menunjukan pukul 23.59 lalu kembali menatap Nala. “Selamat ulang tahun Aldara Nala Saecha, semoga lo—” alarm handphone berbunyi menandakan pergantian hari.
“Yahh kelamaan ya gue, maaf ya gabisa ngucapin tepat waktu,” ucap Biru kecewa.
“Ini kayaknya pertanda kita harus rayain ulang tahun lo di tahun depan dan tahun tahun berikutnya lagi, deh.”
duh
“Lo ke mana sih seharian ngilang gini? Mana ga ngabarin gue lagi” tanya Nala dengan perasaan bingung, sebetulnya wanita itu masih marah dengan sahabatnya.
“Coba pikirin deh, Nal, kenapa banyak musisi yang terobsesi untuk bikin lagu tentang pertama dan terakhir. Karena yang berkesan tuh pasti bagian awal dan akhir, gada tuh musisi yang bikin judul lagu tentang cinta Tengah-tengah, karena yang berkesan tuh pertama dan terakhir, bagian tengahnya kurang penting.”
“jadi maksud lo adalah…”
Penulis: Najwa Laila Khairumillah
Tentang Penulis:
Najwa Laila Khairumillah lahir di Bogor, 19 November 2008. Saat ini masih bersekolah di SMA Bosowa Bina Insani kelas X. Hobinya adalah membaca.