Milenianews.com, Jakarta– Dr. Adril Hakim, S.T., M.M. selaku ketua LPPM STEI SEBI dan juga ketua Tim Penyusun Policy Brief menjadi narasumber pertama dalam kegiatan Islamic Philanthropy Outlook 2025: “Towards Harmonization of Zakat and Wakaf Management in Indonesia” yang diselenggarakan di Ruang Serbaguna Perpusnas, Jakarta, Rabu (4/12/2024).
Islamic Philanthropy Outlook 2025 diselenggarakan oleh SEBI Islamic Business And Economic Research Center (SIBERC), Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI (STEI SEBI), berkolaborasi dengan Akademizi, Laznas IZI dan Inisiatif Wakaf.
Doktor Adril memulai presentasi terkait policy brief yang ia susun bersama tim dengan membaca sebuah ayat yang dikorelasikan dengan peran pengelolaan harta-harta publik dalam Islam, agar harta tersebut tidak beredar di kalangan orang kaya saja yaitu dalam Al-Qur’an Surat Al- Hasyr ayat 7.
“Zakat di Indonesia masih disikapi sebagai kewajiban moral individual bukan pungutan wajib seperti pajak yang dibayar kepada negara, sekalipun sudah dinyatakan dalam peraturan perundangan bahwa pengumpulan zakat hanya boleh dilakukan oleh OPZ (Organisasi Pengelola Zakat) resmi. Kondisi tersebut membuat sebagian besar muzaki dan donatur memiliki pilihan setidaknya berupa pilihan lembaga, jenis donasi atau penyerahan langsung ke mustahik yang bisa dijangkau,” kata Adril dalam rilis yang diterima Milenianews.com.
Ia menyebutkan, Indonesia sudah memiliki 713 OPZ resmi sebagai entitas pengelola ZIS-DSKL (Zakat, Infaq, Sedekah, dan Dana Sosial Keagamaan Lainnya) dan 448 Nazhir Wakaf Uang yang sebagiannya juga merupakan OPZ resmi. OPZ resmi terdiri dari jaringan Baznas tingkat pusat hingga kabupaten/kota dan juga jaringan LAZ nasional hingga kabupaten/kota.
Baca Juga : SIBERC STEI SEBI, Laznas IZI, dan Inisiatif Wakaf Gelar Islamic Philanthropy Outlook 2025
“Di sisi lain tersedianya beberapa jenis pilihan donasi seperti zakat, infak-sedekah, belanja karitas berbasis event/moment (Ramadhan, Eid al-Adha, dan lain-lain), atau wakaf, yang kadangkala pada domain donatur terlihat perbedaan cara pandang terhadap jenis donasi sehingga berpengaruh kepada keputusan penyaluran harta donasi,” ujarnya.
Sumber Ketegangan (Tension)
Adapun yang menjadi tension (ketegangan) dalam pengelolaan zakat, infak, DSKL, dan wakaf ialah antara tuntutan standar tata kelola, kepatuhan (compliance), transparansi, proses digitalisasi dan impact dengan aspek-aspek mikroekonomis LFI (Lembaga Filantropi Islam) dalam menjaga keberlangsungan dan perkembangan organisasinya (qualified HR, equipment, systems, skillsets, dan finance).
Ia juga menambahkan bahwa zakat yang dinilai sebagai sedekah wajib oleh Baznas ditaksir punya potensi mencapai Rp 327 triliun dengan tiga kontributor besar berasal dari zakat individu Non-ASN (sekitar Rp 129 triliun), zakat perusahaan (sekitar Rp 99,9 triliun), serta zakat tabungan dan deposito (sekitar Rp58, 76 triliun) dan selebihnya dikontribusi dari zakat peternakan, zakat ASN dan zakat pertanian.
Sedangkan di bidang wakaf, potensi yang disuguhkan berupa tanah mencapai sekitar 57.264 hektar yang tersebar di 445.504 titik lokasi, dan sebanyak 318.709 (70,5%) lokasi berada di Pulau Jawa. “Potensi wakaf uang di Indonesia diperkirakan mencapai Rp 180 triliun per tahun, namun realisasi tahun 2023 baru sekitar Rp 2,3 triliun, yang sebagiannya melalui cash waqf linked sukuk (CWLS),” ungkapnya me ngutip data dari Direktorat Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag RI.
“Jika dilihat dari besarnya gap (kesenjangan) antara estimasi potensi dengan realisasi pengelolaan oleh Lembaga Filantropi (LFI), tampak bahwa kesadaran umat Islam untuk berderma melalui ekosistem ini belum merata, atau bahkan masih banyak yang meragukan dermanya akan sampai dalam kondisi terbaik lewat Lembaga Filantropi Islam (LFI) resmi,” kata Adril.
Baca Juga : Islamic Philanthropy Outlook 2025: Harmonisasi Pengelolaan Gerakan Zakat dan Wakaf Sangat Penting
Donatur yang fleksibel dan jumlah entitas yang banyak, ditambah dengan beban regulasi dan organisasi, dengan sendirinya menambah pressure pada LFI untuk meningkatkan volume pengumpulannya sehingga menarik lebih banyak dana donatur. Dari sisi belanja pegawai, suatu OPZ skala nasional dengan kemampuan himpunan 6,66 kali pengeluaran operasional, mengeluarkan sekitar Rp 13.700.00 per bulan per orang pegawai.
“Dengan dana kelolaan yang sedikit akan menyulitkan entitas-entitas tersebut beroperasi mencapai standar-standar dimaksud, karena dana operasionalnya berasal dari persentase tertentu dari hasil penghimpunan dan besar persentasenya sudah dipatok oleh regulasi,” ujarnya.
Kolaborasi LFI
Beberapa LFI sudah membuat tren kolaborasi dengan harapan dapat memecah hambatan skala keekonomian yang seringkali membatasi gerak aktivisme zakat atau wakaf secara sendiri-sendiri, dan bahkan juga mencoba menyatukan aktivitas zakat dan wakaf dibawah satu payung organisasi. Beberapa Organisasi Pengumpul Zakat (OPZ) sudah mulai mendirikan lini wakaf dalam organisasinya meski tetap dengan pengadministrasian terpisah dengan aktivitas zakat. Kemenag RI sekarang juga telah menggabungkan pengaturan, pembinaan dan pengawasan zakat dan wakaf dalam satu direktorat yaitu, Pemberdayaan Zakat dan Wakaf.
Adril mengemukakan, langkah kolaborasi ini juga punya tantangan tersendiri pada tatanan praktis. Kerap ditemukan terjadi kesimpangsiuran dalam penggunaan dana Zakat, Infaq-sedekah, dan Wakaf (ZISWAF), seperti penyaluran dana zakat untuk infrastruktur seperti masjid ataupun sekolah, atau pokok dana wakaf dikelola untuk program pemberdayaan ekonomi dalam bentuk pembiayaan modal kerja. Seharusnya LFI memfungsikan setiap jenis dana keuangan publik Islam sesuai dengan kegunaannya masing-masing.
Baca Juga : Mahasiswa STEI SEBI Raih Juara di Pamulang Accounting Competition 2024
“Maka dengan demikian peran LFI semakin nampak jelas untuk memangkas rantai agency ketika berusaha mengelola dan memproduktifkan aset-aset umat, serta membangun kapabilitas berbisnis di sektor riil,” tegasnya.
Di akhir presentasinya Adril menyampaikan setidaknya ada tiga tahap yang merupakan sinergi dalam pengelolaan ZISWAF. Tahap pertama, menentukan institusi yg menjadi simpul komunikasi dan koordinasi menuju sinergi organisasi pengelola.
Tahap kedua adalah melakukan mapping potensi ZISWAF yang ada di Indonesia dan melakukan distribusi tugas pengumpulan dana ZISWAF sesuai dengan peta potensi yang ada. Tahap ketiga adalah mapping program pemberdayaan dana ZISWAF sesuai dengan tujuan dan target serta skala prioritas pemberdayaan dana ZISWAF di Indonesia. “Mungkin perlu kementerian tersendiri untuk pengelola zakat dan wakaf,” tutupnya.