MPR RI dan Institut SEBI Selenggarakan Forum Diskusi Aktual: Mengulas RUU BPIP untuk Ketahanan Ideologi Bangsa

MPR RI  bekerja sama dengan Institut Agama Islam SEBI  menggelar Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara dengan tema "Mengkaji RUU BPIP dalam Kerangka Membangun Ketahanan Ideologi Bangsa",  di Institut SEBI, Depok, Senin (21/7/2025). (Foto: Dok SEBI)

Milenianews.com, Depok– Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) bekerja sama dengan Institut Agama Islam SEBI sukses menggelar Forum Diskusi Aktual Berbangsa dan Bernegara dengan tema “Mengkaji RUU BPIP dalam Kerangka Membangun Ketahanan Ideologi Bangsa”.

Acara yang berlangsung di Institut SEBI, Depok, Senin, 21 Juli 2025, menjadi wadah penting untuk mendalami urgensi dan implikasi Rancangan Undang-Undang Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU BPIP).

Diskusi diawali dengan pemaparan dari Narasumber Kunci, Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid, M.A., wakil ketua MPR RI. Ia menyoroti berbagai isu yang pernah mencuat terkait RUU BPIP, seperti anggapan agama sebagai musuh Pancasila, polemik larangan berhijab bagi Paskibraka, serta rumusan pasal yang ambigu mengenai ketuhanan dan waktu pembentukan BPIP.

Pemaparan dilanjutkan oleh Narasumber Kunci lainnya, Dr. Almuzzamil Yusuf, M.Si., anggota MPR RI. Dr. Almuzzamil. “Pancasila merupakan ideologi terbuka. Ia juga mengangkat pentingnya proses uji kelayakan dan kepatutan yang jelas serta mempertanyakan posisi BPIP ke depan, apakah sebagai mitra atau kelanjutan dari MPR,” kata Dr. Almuzammil Yusuf seperti dikutip dalam rilis yang diterima Milenianews.com.

Sesi kemudian beralih ke para Narasumber Pakar. Agoes Poernomo, S.I.P., M.Si., menyampaikan kritik terhadap monopoli tafsir Pancasila oleh pihak yang berkuasa. Ia mengemukakan gagasan “Radikalisasi Pancasila” untuk mengembalikan Pancasila sebagai ideologi yang murni dan menegaskan bahwa Pancasila tidak boleh dimonopoli oleh satu lembaga.

Baca Juga :  IAI SEBI dan Pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan Teken MoU Kerja Sama Strategis di Bidang Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat

Berikutnya, Dr. Shofwan Albanna Choiruzzad, dosen FISIP UI Universitas Indonesia, menyoroti bahaya penafsiran ideologi secara tunggal yang dapat menentukan keabsahan suatu pemikiran. Ia  menegaskan Pancasila sebagai hasil proses kolektif dan bukan hasrat pribadi, serta menyebut monopoli tafsir Pancasila sebagai pengkhianatan. Dr. Shofwan juga mengulas kekuatan Pancasila dalam memfasilitasi identitas beragam, namun juga mengakui sifatnya yang tidak final dan selalu beragam.

Pemaparan dari narasumber pakar diakhiri oleh Ade Supriyatna, S.T., M.P.M., yang menguraikan posisi BPIP.

Sesi diskusi interaktif dengan audiens berlangsung dinamis, mengangkat berbagai pertanyaan dan kekhawatiran, seperti potensi tumpang tindih birokrasi dan anggaran, relevansi BPIP di era disrupsi digital, risiko fosilisasi Pancasila, serta kemungkinan BPIP menjadi alat doktrinasi. Beberapa peserta bahkan mempertanyakan urgensi RUU BPIP dan menyatakan ketidaksetujuan akan pembentukannya.

Moderator menyimpulkan diskusi dengan penekanan pada upaya mengembalikan Pancasila sesuai dengan “api sejarahnya”. Opsi-opsi teknis terkait posisi BPIP juga dibahas, yakni sebagai badan kerja di bawah atau dalam pengawasan MPR.

Acara ini ditutup dengan penyerahan cinderamata kepada para narasumber.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *