Milenianews.com, Makassar– Jeda antara teori dan praktik seringkali menjadi jurang bagi mahasiswa. Namun, di Laznas Baitul Maal Hidayatullah (BMH), mahasiswa Jurusan Ekonomi Syariah STAI Al Bayan Makassar justru menemukan jembatan yang kuat. Melalui kegiatan magang dan Kuliah Kerja Nyata (KKN), mereka tidak sekadar menjalankan kewajiban akademis, melainkan langsung diterjunkan untuk merekam realitas. Ini adalah langkah nyata BMH dalam membangun kesiapan mental dan wawasan para mahasiswa untuk terjun ke medan pemberdayaan masyarakat.
Pada tanggal 15 Oktober 2025, mereka fokus pada survei lapangan di Kelurahan Tamalanrea. Targetnya spesifik: perempuan lanjut usia yang masih tangguh mencari nafkah.
Sosok Nenek Bulan, 63 tahun, menjadi gambaran nyata. Ia masih aktif memulung sampah. Hasilnya? Nenek Bulan hanya memperoleh sekitar empat puluh ribu rupiah per minggu. Kondisi Nenek Habbasia serupa, dengan penghasilan tak lebih dari empat ratus ribu rupiah per bulan.
Di balik keterbatasan ini, mereka adalah pahlawan lingkungan paling efisien. Sebagai pelaku daur ulang informal, peran mereka sangat signifikan.
Mereka mengurangi volume sampah yang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Sayangnya, profesi ini juga membuat mereka sangat rentan.
Fenomena sosial ini lantas direkam oleh mahasiswa. Mereka menggunakan dua jenis survei: Survei Pemberdayaan Ekonomi dan Survei Maqasid Syariah.
Hasil survei ini krusial. Diharapkan dapat menjadi dasar perumusan rekomendasi program yang tepat untuk meringankan beban para ibu tangguh ini.
Baca Juga : Laznas BMH Sulsel Tingkatkan Loyalitas Amil, Gelar Daurah Marhala Wustha
Irnawati, salah seorang mahasiswa pelaksana, melihat kondisi ini sebagai masalah klasik. Ini ditandai oleh terbatasnya akses dan sumber daya masyarakat kelas bawah.
“Solusinya mungkin dapat diwujudkan melalui pelatihan kerja, dukungan untuk usaha kecil, atau kegiatan lain,” ujarnya. Semua itu bertujuan mendorong kemandirian warga.
Pendapat senada juga disampaikan Humaira. Ia menekankan bahwa banyak warga masih hidup dalam kesulitan dengan penghasilan minim. Menggambarkan betapa pentingnya dukungan ini, ia memberikan analogi tajam.
“Penghasilan mereka ini ibarat setetes air di padang pasir kering. Sangat minim, tetapi harus menghidupi banyak hal. Oleh karena itu, solusinya harus menyeluruh. Dapat berupa bantuan pelatihan kerja atau pendampingan usaha kecil, agar mereka memiliki sumber penghasilan yang lebih layak dan berkelanjutan,” jelas Humaira.
Sebagai tindak lanjut, Laznas BMH telah bergerak cepat. Program pendampingan berbasis Maqasid Syariah pun dimulai. Para perempuan tangguh ini rutin mengikuti pelatihan keagamaan di kantor BMH sebagai implementasi hifdz al-din (menjaga agama).
Tak hanya itu, mereka juga menerima bantuan bahan pokok secara berkala. Serangkaian program lain juga sedang disusun.
“Ini termasuk pelatihan keterampilan (hifdz al-mal/menjaga harta) dan pemeriksaan kesehatan gratis (hifdz al-nafs/menjaga jiwa). Semua ini demi memberikan dukungan yang komprehensif dan berkelanjutan,” tutup Kepala Divisi Pordaya BMH Sulsel, Basori.