UNESCO Usulkan Larangan Penggunaan HP di Sekolah, Ini Alasannya!

Larangan Penggunaan HP

Milenianews.com, Jakarta – UNESCO mendesak negara-negara untuk mengadakan larangan penggunaan HP dan komputer di sekolah karena mengganggu proses pembelajaran. Namun, hanya sedikit negara yang benar-benar menerapkan larangan tersebut.

Laporan UNESCO menyoroti risiko penggunaan teknologi yang membuat siswa terlibat dalam kegiatan tidak relevan dengan pembelajaran dan membutuhkan waktu sekitar 20 menit bagi mereka untuk kembali fokus pada pelajaran setelah menggunakan teknologi tersebut. Laporan tersebut juga mencatat kurangnya pengaturan dan regulasi yang tepat mengenai penggunaan teknologi dalam pendidikan.

Baca juga : Ada 3 Dokumen Indonesia Menjadi Memory of World UNESCO!

UNESCO menemukan bahwa manfaat pembelajaran dapat hilang jika teknologi digunakan secara berlebihan. Selain itu, manfaat pembelajaran juga berisiko hilang tanpa kehadiran guru yang berkualifikasi untuk menggunakan teknologi sebagai sarana pembelajarannya. Sebaliknya, teknologi seharusnya berguna sebagai alat bantu untuk mendukung tujuan bersama pendidikan berkualitas bagi semua.

“Revolusi digital memiliki potensi yang tak terukur. Namun, sama sama seperti peringatan yang telah disuarakan tentang bagaimana hal itu harus diatur dalam masyarakat, perhatian yang sama harus diberikan pada cara penggunaannya dalam pendidikan,” ucap Audrey Azoulay, Direktur Jenderal UNESCO dalam laman resminya.

Laporan ini memberikan empat pertanyaan yang disarankan untuk dipertimbangkan oleh pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan pendidikan saat menerapkan teknologi dalam mendukung pembelajaran.

UNESCO usulkan larangan penggunaan HP di Sekolah

Apakah keputusan ini tepat?

Penggunaan teknologi diharapkan dapat meningkatkan berbagai jenis pembelajaran dalam berbagai konteks. Namun, laporan UNESCO menemukan bahwa ada ketimpangan pembelajaran yang semakin melebar antara siswa ketika pembelajaran hanya dilakukan secara eksklusif melalui pembelajaran jarak jauh dan konten online yang tidak selalu sesuai dengan konteks pembelajaran.

“Kita perlu mengajarkan anak-anak untuk hidup dengan dan tanpa teknologi; untuk mengambil apa yang mereka butuhkan dari berlimpahnya informasi, tetapi mengabaikan hal-hal yang tidak perlu; untuk membiarkan teknologi mendukung, tetapi tidak menggantikan interaksi manusia dalam mengajar dan belajar,” jelasnya.

Baca juga : 8 Bangunan Bersejarah Indonesia yang di Akui Dunia, Banyak yang Masuk UNESCO Lho!

Apakah keputusan ini adil?

Pandemi COVID-19 telah menyebabkan banyak sekolah menerapkan kebijakan pembelajaran jarak jauh. Kebijakan ini menyoroti pentingnya konektivitas yang bermakna dalam pendidikan, tetapi juga mengungkap ketimpangan signifikan dalam akses pendidikan berbasis teknologi.

Saat pandemi, sekitar setengah miliar siswa, terutama dari kalangan kurang mampu di daerah terpencil dan pedesaan, tidak dapat mengikuti pembelajaran online karena keterbatasan akses teknologi.

Laporan ini menekankan perlunya mengatasi ketimpangan ini dan memastikan semua siswa memiliki akses ke teknologi dan konektivitas yang mereka perlukan. Terutama dengan fokus pada komunitas yang terpinggirkan.

Apakah dapat diperluas?

Laporan UNESCO menyoroti pentingnya bukti yang kuat dan tidak memihak tentang nilai tambah teknologi di sekolah. Namun, sebagian besar bukti saat ini berasal dari perusahaan teknologi sendiri, sehingga muncul kekhawatiran tentang risiko bias.

Selain itu, negara-negara perlu mempertimbangkan biaya jangka panjang dari implementasi teknologi dalam pendidikan. Transformasi digital penuh memerlukan biaya yang signifikan untuk operasional setiap harinya.

Apakah berkelanjutan?

Perubahan teknologi yang cepat menuntut sistem pendidikan untuk beradaptasi. Literasi digital dan kemampuan berpikir kritis semakin penting, terutama dengan pertumbuhan AI generatif. Namun, laporan ini menyatakan bahwa hanya 11 dari 51 pemerintah responden yang memiliki kurikulum untuk AI.

Baca juga : Kenali Yuk, 8 Sistem Pendidikan di Berbagai Negara

Keterampilan literasi dasar juga penting agar siswa tidak mudah tertipu oleh phishing email. Para guru juga membutuhkan pelatihan yang sesuai. Namun, UNESCO menemukan bahwa hanya sedikit negara yang memiliki standar untuk pengembangan keterampilan teknologi informasi dan komputer (TIK) guru.

Perlindungan hak-hak pengguna teknologi juga menjadi hal yang penting. Hanya 16% dari negara-negara di dunia yang menjamin privasi data dalam pendidikan secara hukum. Selain itu, dari 42 pemerintah yang menyediakan pendidikan online selama pandemi, 39 di antaranya mendukung penggunaan teknologi yang berisiko atau melanggar hak-hak anak.

Jangan sampai ketinggalan info terkini bagi generasi milenial, segera subscribe channel telegram milenianews di t.me/milenianewscom.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *