Sensor Colorimetric dari BRIN Klaim Deteksi TBC Lebih Cepat

Sensor Colorimetric

Milenianews.com, Jakarta – Tuberkulosis (TBC) masih jadi PR besar banget buat Indonesia. Negara kita bahkan ada di posisi kedua dengan beban kasus TBC tertinggi di dunia setelah India. Masalahnya makin rumit karena munculnya kasus TBC resistan obat serta keterkaitannya dengan infeksi HIV, yang bikin proses penanganan jadi jauh lebih kompleks dan butuh inovasi baru yang lebih cepat.

Di tengah situasi ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) datang membawa angin segar. Peneliti dari Pusat Riset Elektronika, Ni Luh Wulan Septiani, mengembangkan teknologi kece bernama Tuberculosis Colorimetric Sensor, sebuah sensor deteksi cepat berbasis perubahan warna yang mudah banget diamati secara visual. Inovasi ini dipublikasikan resmi pada (2/12), dan langsung jadi perhatian karena menawarkan cara baru mendeteksi TBC dengan lebih cepat.

Baca juga: BRIN Luncurkan Riset AI Inklusif untuk Penyandang Disabilitas

Dalam pernyataannya (2/12), Wulan menjelaskan bahwa sensor ini bekerja dengan memunculkan perubahan warna ketika biomarker dari bakteri Mycobacterium tuberculosis terdeteksi dalam sampel. Ia bilang, “Keterbatasan inilah yang mendorong kami mencari alternatif yang lebih sederhana, cepat, dan murah,” menegaskan alasan di balik pengembangan teknologi ini.

Nanopartikel perak menjadi teknologi kunci

Sejak 2024, timnya sudah mengembangkan sensor optik yang memanfaatkan nanopartikel perak sebagai kunci deteksi. Nanopartikel ini punya kemampuan optik yang sensitif, sehingga bisa langsung berubah warna saat menemukan biomarker TBC. BRIN juga menambahkan dalam publikasinya (2/12), “Nanopartikel perak dimanfaatkan sebagai medium deteksi karena mampu memberikan respons perubahan warna yang cepat dan mudah diamati.”

Teknologi ini muncul bukan tanpa alasan. Selama ini, metode deteksi TBC masih mengandalkan uji kultur bakteri yang meskipun akurat, prosesnya lama banget. Sementara metode cepat seperti PCR yang direkomendasikan WHO memang bisa kasih hasil dalam hitungan jam, tapi butuh alat dan fasilitas khusus yang nggak selalu tersedia, apalagi di daerah-daerah yang akses kesehatannya terbatas. Wulan juga menegaskan hal ini pada (2/12), “Durasi pemeriksaan molekuler masih dianggap terlalu lama untuk kebutuhan skrining awal, dan peralatannya tidak selalu tersedia di fasilitas medis tingkat pertama.”

Baca juga: Cyber University Gelar Pertemuan dengan BRIN, Bahas Kerja Sama Strategis

Dengan hadirnya Tuberculosis Colorimetric Sensor, harapannya proses skrining TBC bisa jadi jauh lebih praktis. Fasilitas kesehatan tingkat dasar seperti puskesmas bisa melakukan deteksi awal tanpa perlu alat mahal atau pengujian rumit. BRIN dalam penjelasan resminya pada (2/12) menyebut inovasi ini sebagai langkah penting untuk mempercepat eliminasi TBC di Indonesia.

Teknologi ini mungkin terdengar sederhana, tapi dampaknya bisa besar banget. Kalau deteksi awal bisa dilakukan dengan cepat dan mudah, penularan TBC bisa ditekan dan pasien bisa segera mendapatkan penanganan yang tepat. Inovasi ini jadi salah satu contoh nyata bagaimana riset bisa langsung menyentuh kebutuhan masyarakat.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *