Milenianews.com – Jepang resmi punya pemimpin baru, Sanae Takaichi, mantan Menteri Keamanan Ekonomi yang dikenal sebagai tokoh konservatif garis keras, ditunjuk sebagai pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP) dan berpotensi besar menjadi perdana menteri perempuan pertama dalam sejarah negara tersebut.
Namun di balik pencapaian bersejarah ini, Takaichi langsung dihadapkan pada ujian berat: menjaga kekuasaan LDP, menghadapi ancaman kehilangan mitra koalisi, serta merespons inflasi dan dinamika diplomatik yang melibatkan Presiden AS, Donald Trump.
Baca juga: Trump Klaim Xi Setujui Kesepakatan TikTok: Apa Artinya Buat Masa Depan Aplikasi di AS?
Takaichi, 64 tahun, dikenal sebagai pendukung setia visi konservatif mendiang Shinzo Abe. Namun posisinya yang keras, termasuk pandangan revisionis soal sejarah perang Jepang dan kunjungan rutin ke Kuil Yasukuni—membuatnya berselisih dengan partai koalisi utama, Komeito, yang berbasis Buddhis dan lebih moderat.
Sanae Takaichi Diantara Tekanan Koalisi dan Harapan Baru
Komeito mengancam keluar dari koalisi yang telah terjalin selama 26 tahun jika Takaichi tidak melunak. Pimpinan Komeito, Tetsuo Saito, menyatakan “kekhawatiran besar” terhadap arah politik Takaichi, terutama soal sikap kerasnya terhadap populasi asing dan simbol-simbol nasionalis yang sensitif secara diplomatik.
Meski LDP kehilangan mayoritas di dua kamar parlemen, partai ini masih menjadi fraksi terbesar di majelis rendah, sehingga hampir dipastikan Takaichi akan dipilih menjadi perdana menteri dalam pemungutan suara parlemen pertengahan Oktober nanti. Apalagi oposisi masih terpecah dan belum mampu menyatukan kekuatan untuk menantangnya secara serius.
Takaichi juga tengah mempersiapkan pertemuan penting dengan Presiden Trump, yang dijadwalkan datang ke Asia bulan ini untuk menghadiri berbagai konferensi internasional. Dalam unggahan di platform X, Trump sudah mengucapkan selamat dan menyebut Takaichi sebagai “perdana menteri perempuan pertama yang sangat dihormati, penuh kebijaksanaan dan kekuatan.”
Takaichi membalas pesan tersebut dengan semangat, mengatakan bahwa dirinya berharap dapat bekerja sama dengan Trump untuk memperkuat aliansi Jepang-AS serta mendorong kawasan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Strategi Politik dan Bagi-Bagi Kursi
Sebagai langkah awal, Takaichi menunjuk loyalis dari kubu mantan PM Taro Aso untuk mengisi posisi strategis di LDP, sebagai bentuk penghargaan atas dukungan yang membantunya memenangkan suara dalam pemilihan ketua partai. Salah satu nama kuat yang disebut akan masuk kabinet adalah Toshimitsu Motegi, mantan Menlu dan Mendag, serta tokoh dekat Aso.
Namun, keputusan untuk mempertimbangkan sejumlah politisi dari faksi Abe, yang sebelumnya tersandung skandal dana gelap, untuk posisi senior telah memicu kritik publik. Ketua oposisi utama, Yoshihiko Noda dari Partai Demokrat Konstitusional, menyebut langkah itu sebagai “tidak masuk akal”.
Baca juga: Google Jepang Buat Keyboard Gboard Terbaru Bikin Nostalgia, Mirip Telepon Putar Lawas
Dalam kondisi rapuhnya koalisi, kubu LDP juga disebut sedang mencoba menggandeng oposisi tengah seperti Partai Demokrat untuk Rakyat dan Ishin no Kai. Namun peluang itu mengecil setelah kandidat dari kalangan moderat, Shinjiro Koizumi, kalah dari Takaichi dalam pemilihan partai.
Dengan tekanan dari dalam dan luar, Takaichi kini harus memilih bertahan dengan identitas konservatifnya atau bergeser ke tengah demi mempertahankan kekuasaan. Pilihannya bukan hanya akan menentukan nasib karier politiknya, tapi juga masa depan Jepang di tengah ketegangan geopolitik dan ketidakpastian ekonomi global.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.