Milenianews.com, Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyatakan penyelenggaraan salat Jumat bergelombang tidak sah. Meski terdapat kelonggaran dengan alasan yang dibenarkan secara syariat Islam (‘udzur syar’i).
Ketentuan tersebut dikeluarkan melalui Taujihat MUI Nomor Kep-1199/DP-MUI/VI/2020 menyikapi wacana penyelenggaraan salat Jumat pada era kenormalan baru. Sejumlah pihak mengusulkan salat Jumat dilakukan bergelombang di satu masjid untuk mengakomodasi jemaah.
Baca Juga : Masjid Istiqlal akan Dibuka kembali pada Juli 2020, setelah Selesai Renovasi
“Orang Islam yang tidak dapat melaksanakan salat Jumat disebabkan suatu ‘udzur syar’i hanya diwajibkan melaksanakan salat zuhur,” kata Sekretaris Jenderal MUI Anwar Abas di Jakarta, Kamis, (4/6).
Salat Jumat dilaksanakan tidak hanya di satu masjid
Ada beberapa alasan salat Jumat bergelombang menjadi tidak sah. Fatwa tersebut mempunyai pijakan dalil syariat (hujjah syar’iyah) yang lebih kuat untuk konteks situasi dan kondisi di Indonesia.
“Serta merupakan pendapat ulama empat madzhab (al-madzahib al-arba’ah),” ungkap dia.
Hukum asal salat Jumat hanya sekali dan dilakukan di satu masjid di setiap kawasan. Pelaksanaanya juga tidak boleh ditunda.
Salat Jumat boleh dilakukan lokasi lain dalam kondisi darurat atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah). Seperti jauhnya jarak atau daya tampung rumah ibadah tidak memadai. Ulama dari zaman ke zaman tidak memilih opsi salat Jumat dua gelombang atau lebih di tempat yang sama.
“Padahal mereka sudah membolehkan salat Jumat di lebih dari satu masjid (ta’addud al-Jum’ah) di satu kawasan, bila keadaan menuntut seperti yang telah diuraikan di atas,” sebut dia.
Pelaksanaan salat Jumat secara bergelombang seperti di negara lain di Eropa dan Amerika tidak relevan dilakukan muslim Indonesia. Sebab, umat Islam di Indonesia merupakan mayoritas dan memiliki kemudahan menyelenggarakan salat Jumat.
“Di negara tersebut, umat Islam merupakan minoritas dan sangat sulit mendapatkan izin tempat untuk melaksanakan salat Jumat. Tempat yang ada tidak bisa menampung jumlah jema’ah. Sehingga tidak ada alternatif selain mendirikan salat Jumat secara bergelombang di tempat yang sama,” kata dia.
Baca Juga : Rumah Ibadah di Wilayah DKI Jakarta Dibuka Kembali 5 Juni, Besok bisa Juma’atan
Selain itu, salat Jumat dua gelombang juga dianggap menimbulkan kerepotan luar biasa (masyaqqah) dan membahayakan kesehatan jemaah. Sebab, orang yang menunggu jadwal salat gelombang kedua rawan berkerumun.
“Justru berpeluang terjadinya kerumunan yang bertentangan dengan protokol kesehatan,” kata dia.
MUI menyarankan salat Jumat diselenggarakan di sejumlah tempat lain ketimbang membuat beberapa gelombang jemaah di satu masjid. Cara ini lebih baik jika merujuk ke syariat agama dan protokol kesehatan. (afr)