Milenianews.com, Medan-– Misi kemanusiaan itu bermula dari Medan, Sabtu (30/11). Tim respon darurat Baitul Maal Hidayatullah (BMH) bersama SAR Hidayatullah memacu kendaraan mereka menuju Tapanuli Tengah (Tapteng).
Target mereka jelas: menembus isolasi wilayah yang baru saja dihantam banjir dan longsor hebat. Namun, perjalanan ini ternyata menyajikan drama ketegangan di setiap kilometernya.
Tantangan langsung menghadang sesaat setelah roda kendaraan meninggalkan batas kota Medan. Gumpalan tanah sisa longsor masih berserakan di badan jalan, memaksa pengemudi bermanuver ekstra hati-hati.
Tak hanya fisik jalan yang menguji nyali, pasokan energi pun menjadi kendala krusial. Kelangkaan BBM mencekik wilayah tersebut. Tim harus rela mengantre berjam-jam di SPBU, menahan kantuk dan lelah demi memastikan tangki kendaraan terisi penuh. Mesin harus tetap hidup untuk menembus lokasi bencana.

Meniti Jembatan Darurat
Pemandangan kian getir saat tim memasuki kawasan Sorkam. Banjir dan longsor telah memutus urat nadi transportasi utama. Jembatan beton yang kokoh kini runtuh tak bersisa.
Sebagai gantinya, kendaraan tim harus meniti jembatan kayu darurat rakitan warga. Suara papan berderit mengiringi laju roda yang melintas perlahan. Di sekeliling, rumah-rumah kosong melompong ditinggal penghuninya yang telah lari mengungsi ke tempat tinggi.

Wajah Mencekam Sibolga
Ujian belum berakhir. Malam menyelimuti Sibolga dengan wajah berbeda. Bukan ketenangan yang menyambut, melainkan kecemasan. Ribuan warga tumpah ruah ke jalanan yang gelap, memburu makanan dan bantuan.
Suasana terasa panas dan mencekam. Laporan penjarahan di beberapa titik membuat situasi makin tak menentu.
Baca Juga : BMH Berbagi Nasi Bungkus untuk Warga Kampung Baru yang Terdampak Banjir di Sumatera Utara
Tim relawan harus memasang kewaspadaan tingkat tinggi, memilah antara korban yang benar-benar kelaparan dan provokator yang memanfaatkan kekeruhan suasana.
Setelah melewati rentetan rintangan fisik dan psikologis tersebut, tim akhirnya mendarat di Pondok Pesantren Darul Marifah. Lokasi binaan ini terdampak cukup parah.
Tanpa membuang waktu untuk istirahat, relawan langsung bergerak. Mereka mendirikan posko tanggap darurat di tengah puing-puing.
Tim segera melakukan asesmen cepat, memetakan kebutuhan mendesak agar bantuan mengalir tepat sasaran. Bagi mereka, lelah di perjalanan terbayar lunas saat bantuan mulai menyentuh tangan warga yang membutuhkan.
“BMH kini menyerukan dan melibatkan energi dan sumber daya untuk solidaritas nasional. Doa dan dukungan masyarakat luas menjadi bahan bakar utama bagi para relawan untuk mempercepat pemulihan Tapanuli Tengah. Mohon doa untuk semua,” tutup Syamsuddin, direktur Prodaya BMH Pusat.













