News  

Khutbah  Idul Fitri, Prof. Rokhmin: Muslim yang Taqwa Niscaya Hidupnya Sukses dan Bahagia

Guru Besar Fakultas Kelautan dan Perikanan IPB University, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS menyampaikan Khutbah Shalat Idul Fitri 1 Syawal 1446 H.  di Masjid Jami' Abu Bakar Ash-Shiddiq, Otista, Jakarta, Senin (31/3/2025). (Foto: Dok RD Institute)

Milenianews.com, Jakarta— Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan  IPB University yang juga Anggota Dewan Pakar ICMI dan Anggota Dewan Pakar Majelis Nasional KAHMI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS menegaskan bahwa Muslim dan Muslimah yang taqwa,  hidupnya akan sukses dan bahagia di dunia maupun akhirat kelak.

“Dan, suatu negara yang penduduknya beriman dan taqwa kepada Allah itu negara nya akan maju, adil-makmur, berdaulat, dan diridhai Allah (Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofur),” kata Prof. Rokhmin Dahuri saat menyampaikan Khutbah Shalat I’dul Fitri 1 Syawal 1446 H di Masjid Jami’ Abu Bakar Ash-Shiddiq, Otista, Jakarta, Senin (31/3/2025).

Dalam kesempatan tersebut, Anggota DPR RI  2024-2029  itu membawakan khutbah berjudul “Ibadah Ramadhan yang Meningkatkan Ketaqwaan: Kunci Hidup Bahagia dan Indonesia Emas 2045”

Lalu, apa alasannya Muslim dan Muslimah yang taqwa itu niscaya hidupnya  sukses dan bahagia di dunia maupun di akhirat kelak?  Dan, suatu negara yang penduduknya beriman dan taqwa kepada Allah itu negara nya akan maju, adil-makmur, berdaulat, dan diridhai Allah (Baldatun Toyyibatun wa Robbun Ghofur)?   Prof. Rokhmin menyebutkan dalil (alasan) Naqly dan alasan rasional (dalil Aqly).

Dalil (alasan) Naqly atau janji (komitmen) Allah tersurat dalam Al-Qur’an. Salah satunya: QS. At-Talaq (65), ayat-2 sampai ayat-5:

Yang artinya “…..Barangsiapa bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar (2) Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya, dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya….. (3) ……Dan barang siapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya (4) ….. Dan barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipatgandakan pahala baginya (5)”

Dalil  lainnya adalah QS. Al-A’raf (7), ayat-96:

Yang artinya,  ”Jikalau penduduk suatu negeri beriman dan taqwa kepada Allah, maka Allah akan melimpahkan berkah (kemajuan dan kesejahteraan) yang datangnya dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan.”

“Selain dalil Naqly seperti disebutkan di atas, secara rasional (dalil Aqly) juga sangat masuk akal. Karena, definisi atau pengertian taqwa adalah menjalankan seluruh perintah Allah, dan menjauhi setiap larangan-Nya. Dan, faktanya semua perintah Allah itu pasti maslahat, mendatangkan kebajikan dan berkah bagi yang melaksanakannya,” ujar Prof. Rokhmin yang juga ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).

Namun, ia menambahkan, di sini perlu perlu diingat dan dicatat, bahwa perintah Allah itu tidak hanya meliputi ibadah mahdhoh seperti shalat, puasa, zakat, menunaikan ibadah haji dan umrah, membaca Al-Qur’an, dan dzikir. Tetapi, juga yang berupa ibadah ghoiro  mahdhoh (hablum minannas atau hubungan sesama manusia, dan hubungan manusia dengan lingkungan hidup).

“Contohnya: rajin membaca, mencintai dan menguasai IPTEK, bekerja keras dan profesional, jujur, disiplin, berlaku adil, berbuat baik kepada tetangga, menghormati tamu, memberi makan dan menolong orang-orang miskin serta anak-anak yatim, menyingkirkan duri dari jalan (memecahkan masalah), memelihara kebersihan lingkungan, menjaga kelestarian flora, fauna, biodiversity, dan eksosistem alam (hutan, sungai, danau, dan lautan),” kata Prof. Rokhmin yang juga Anggota Dewan Pembina BAMUSI (Baitul Muslimin Indonesia.

Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS. (kanan, depan) bersama Syekh Kamal Al-Hattami  (Imam Shalat Idul Fitri 1446 H di Masjid Jami’ Abu Bakar Ash-Shiddiq, Otista, Jakarta).

Selain itu, perlu juga dicatat, bahwa dalam pandangan Allah (menurut Islam), bahwa yang dimaksud hidup sukses di dunia ini, tidak hanya sekedar hartanya melimpah, jabatan (pangkat)-nya tinggi atau tertinggi (Presiden, Menteri, DPR, Kepal Daerah, dan lainnya), popularitasnya (ketokohannya) menjulang tinggi, atau atribut duniawi (meterial) lainnya.

“Tetapi, yang terpenting adalah jiwanya (hatinya) tenteram, damai, dan bahagia, karena taat menjalani seluruh perintah Allah dan menjauhi setiap larangan Nya, dan hidupnya bermanfaat bagi sesama, terutama yang membutuhkan pertolongan,” tegasnya.

Sedangkan, harta benda dan kedudukan (jabatan) yang penting bisa untuk memenuhi enam kebutuhan dasar manusia, yakni: pangan, sandang, papan (rumah), kesehatan, pendidikan, dan alat transpprtasi. Namun, bukan berarti Muslim tidak boleh menjadi Presiden serta jabatan tinggi lainnya, tidak boleh kaya, dan tidak usah populer.

“Semua atribut duniawi ini boleh, bahkan lebih baik, direngkuh oleh Muslim/Muslimah yang taqwa. Asalkan, cara memperoleh jabatan, harta, dan ketokohan itu dilakukan secara halal, dan menggunakannya pun di jalan yang halal. Ingat, bahwa manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah manusia beriman yang taqwa (QS. Al-Hujarat: 13),” papar Menteri Kelautan dan Perikanan 2001 – 2004 itu.

Alasan rasional (dalil Aqly) lainnya adalah bahwa Muslim/Muslimah yang beriman dan taqwa mesti menjalankan kehidupan di dunia ini berdasarkan pedoman yang dibuat dan diturunkan oleh Allah Azza wa Jalla, Tuhan YME yang menciptakan  manusia dan alam semesta. Yakni Al-Qur’an dan Hadits (Islam). “Oleh karena itu, Muslim/Muslimah yang beriman dan taqwa pasti hidupnya sukses dan bahagia, baik di dunia fana ini maupun di akhirat kelak yang kekal dan abadi,” kata Prof. Rokhmin.

Mengapa Umat Islam Mundur

Pada kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin juga mengemukakan, ada 3 penyebab utama, mengapa Umat Islam di zaman kontemporer ini menjadi tertinggal alias mundur. Pertama, adalah fakta bahwa jumlah umat Islam yang melaksanakan ibadah mahdoh saja, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji kurang dari 40% dari total penduduk Muslim dunia. Di Indonesia, umat Islam yang melaksanakan shalat wajib lima kali dalam sehari itu tidak lebih dari 39 persen (Kementerian Agama – RI dan Monash University, 2025). Padahal, shalat itu adalah tiang agama Islam.

Kedua, sebagian atau mungkin sebagian besar dari umat Islam yang telah melaksanakan ibadah mahdoh (seperti shalat, puasa, zakat, dan haji) dengan baik pun, gagal memahami arti taqwa. “Masih begitu banyak Muslim dan Muslimat mengartikan taqwa itu hanya sebatas hubungan vertikal dengan Allah (hablum minallah). Yakni perintah berupa ibadah mahdoh, dan larangan hanya sebatas menjauhi perzinahan, minuman keras dan narkoba, judi, dan mencuri,” ujarnya.

Padahal, kata dia,  perintah dan larangan dalam Islam juga termasuk hal-hal yang terkait dengan hubungan antara manusia dengan manusia (hablum minannas atau muamalah). Seperti berbuat baik dan adil kepada sesama insan serta mahluk lainnnya (rahmatan lil a’lamin), mencintai IPTEK, bekerja keras, jujur, disiplin, ikhlas, tidak boros (gemar menabung), tetapi tidak kikir, menjaga dan mengembangkan silaturahmi  (networking), kerja sama (teamwork), dan etos kerja unggul serta akhlak mulia lainnya.

“Menjalankan hablum minallah dan hablum minannas dengan baik dan benar merupakan prasyarat yang harus dilakukan oleh seorang Muslim yang ingin kehidupan sukses dan bahagia di dunia sampai akhirat. Dan, yang harus dikerjakan oleh sebuah bangsa yang ingin menjadi maju, adil-makmur, dan penuh berkah Allah (baldatun toyyibatun warobbun ghofur),” ujarnya.

Baca Juga : Prof. Rokhmin Dahuri: Tiga Alasan Seorang Muslim yang Kaffah Pasti Sukses

Ia mengemukakan, Allah SWT mewajibkan umatnya untuk menuntut, menguasai, dan menerapkan IPTEK dalam menjalani roda kehidupan di dunia. Betapa tidak, kalau ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan dari Allah kepada Rasulullah saw adalah iqra (perintah membaca). Dan, bukankah komunitas ilmuwan modern di masa kontemporer ini sepakat, bahwa membaca adalah gerbang utama untuk menguasai IPTEK?.

Islam juga sangat menganjurkan umatnya untuk bekerja keras dan profesional. Bertebaran ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang menganjurkan manusia untuk bekerja keras, profesional, dan tidak menyia-nyiakan waktu. Contohnya, “Apabila shalat telah dilaksanakan, maka bertebaranlah (bekerjalah) kamu di bumi, carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya” (QS. Al-Jumu’ah: 10). “Maka apabila engkau telah selesai (dari suatu urusan), segeralah (tetaplah) bekerja keras untuk urusan yang lain” (QS. Asy-Insyirah: 7). “ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri” (QS. Ar-Ra’du: 11).

Suatu hari Muhammad Rasulullah SAW  mengangkat tangan sahabatnya, Saad yang lembam karena seharian bekerja mamahat batu, dengan mengatakan “Demi Allah bahwa tangan ini tidak akan pernah tersentuh api neraka.” (Hadits). “Singkatnya, sedemikian hebat Islam memuliakan mukmin yang bekerja keras dan profesional,” kata Prof. Rokhmin.

Alasan ketiga mengapa umat Islam di zaman kontemporer ini tertinggal  adalah kondisi lingkungan kehidupan yang tidak kondusif untuk menjadi beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Seperti pengaruh media massa yang menanyangkan pornografi, tayangan-tayangan yang kurang mendidik bahkan cendrung merusak generasi muda.

“Selain itu, kondisi kehidupan yang hipokrit dan proses pilkada, pileg, dan pilpres yang sarat dengan politik uang (money politics) juga sangat mempengaruhi kondisi kehidupan umat Islam saat ini,” papar Prof. Rokhmin Dahuri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *