News  

Ketua PeTA: Cukup Rp2 Triliun dari Lebih Rp100 T Dana Otsus Telah Dikucurkan Dijadikan Tabungan Abadi

Milenianews.com, Aceh – Ketua Pembela Tanah Air (PeTA) Aceh, Teuku Sukandi, melontarkan pernyataan tajam yang mengguncang wacana publik tentang arah penggunaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh yang telah mengalir lebih dari seratus triliun rupiah sejak perdamaian Helsinki diteken.

Ia menilai, dua dekade setelah damai, janji kesejahteraan bagi para mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) masih jauh dari panggang api. Padahal, dengan sedikit visi dan keberanian politik, dana Otsus dapat diubah menjadi tabungan abadi yang menjamin kehidupan layak bagi mereka yang pernah berjuang di garis depan.

“Bayangkan, jika Rp2 triliun saja dari dana Otsus dialokasikan sebagai dana tabungan abadi dalam bentuk saham syariah di Bank Aceh Syariah atau bank lokal lainnya, maka hasil bagi hasilnya bisa mencapai enam persen per tahun. Itu berarti ada Rp120 miliar setiap tahun atau Rp10 miliar setiap bulan yang bisa dibagikan kepada para mantan kombatan GAM. Cukup Rp2 Triliun, dengan jumlah 5.000 orang (data penerima bantuan BRA 3000-an mantan kombatan GAM pasca damai) tiap orang setidaknya akan menerima Rp2 juta per bulan. Itu jelas hitungan realistis, bukan sebatas mimpi,” ujar Sukandi dalam keterangan pers di Banda Aceh, Selasa (7/10).

Baca juga: Masady Manggeng Soroti Anjloknya Harga Udang Vanname, Petambak di Aceh Terancam Gulung Tikar

Sukandi menyoroti bagaimana sejak 2008 hingga kini, Aceh telah menerima lebih dari Rp100 triliun dana Otsus dari pemerintah pusat berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.

Namun, alih-alih menyejahterakan rakyat dan memperkuat perdamaian, dana besar itu justru lebih banyak menguap dalam proyek fisik dan belanja birokrasi yang dinilai tidak berorientasi pada keadilan sosial. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2025 mencatat Aceh masih menjadi salah satu provinsi termiskin di Sumatera dengan tingkat kemiskinan mencapai 12,33 persen, sementara pengangguran terbuka tetap tinggi.

“Ini ironi besar. Dana Otsus yang diharapkan menjadi penopang kesejahteraan dan simbol keadilan malah menjadi sumber kekecewaan. Banyak eks kombatan kini menjadi buruh, petani tanpa lahan, bahkan sebagian kembali ke hutan menjadi penambang rakyat tanpa legalitas. Perdamaian yang mahal ini tidak boleh dibiarkan menjadi sejarah tanpa kesejahteraan,” tegasnya.

Sukandi menilai, momen ini sangat menentukan, karena Aceh berada di penghujung masa penerimaan dana Otsus yang akan berakhir pada 2027. Ia menyinggung posisi strategis Muzakir Manaf (Mualem) mantan Panglima GAM yang kini menjabat sebagai Gubernur Acehsebagai sosok yang memiliki tanggung jawab moral untuk memperjuangkan kesejahteraan para mantan kombatan.

“Mualem adalah simbol perjuangan dan perdamaian. Jika di masa kepemimpinannya sebagian dana Otsus bisa dialokasikan menjadi tabungan abadi untuk rakyat dan para mantan kombatan, itu akan menjadi warisan sejarah yang jauh lebih bermakna daripada sekadar membangun jalan dan gedung,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *