News  

Kajian Shubuh di UMI Makassar, Prof. Rokhmin Dahuri Kupas Kegagalan Kapitalisme  

Prof Rokhmin Dahuri (kanan) mengisi Kajian Shubuh di Masjid Sultan Alauddin, Kompleks UMI, Makassar, Rabu (8/2/2023). (Foto: Dok RD Institute)

Milenianews.com, Makassar – Anggota Dewan Pakar ICMI Pusat, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS.,  diundang menjadi nara sumber Kajian Shubuh di Masjid Sultan Alauddin Kompleks UMI, Makassar, Rabu  (8/2/2023). Dalam kesempatan tersebut, Prof. Rokhmin mengupas kegagalan kapitalisme. Di sisi lain, ia menegaskan Islam sebagai jawaban atas segala problematika kehidupan umat manusia.

Prof. Rokhmin mengawali kajiannya dengan menyebutkan sejumlah keberhasilan kapitalisme. “Secara makroekonomi, kapitalisme mampu memacu pertumbuhan ekonomi global (dunia) rata-rata 3,4% per tahun, dari PDB (Produk Domestik Bruto) Global hanya sebesar US$ 0,45 trilyun pada 1753 (awal Revolusi Industri-1) menjadi US$ 100 trilyun pada 2019 (Sach, 2015; World Bank, 2020),” ujarnya.

Ia menambahkan, kapitalisme pun berhasil melahirkan berbagai macam IPTEK dalam 4 gelombang Revolusi Industri. “Kemajuan yang pesat di bidang IPTEK telah membuat kehidupan umat manusia lebih sehat, mudah, cepat, dan nyaman,” ujarnya.

Namun, kata Prof. Rokhmin, kapitalisme gagal mengentaskan kemiskinan, kelaparan, dan tuna wisma global. Selain itu, kapitalisme telah mengakibatkan ketimpangan kaya vs miskin semakin melebar, dan kerusakan lingkungan serta Perubahan Iklim Global (Global Warming) yang telah mengancam kapasitas keberlanjutan (sustainable capacity) bumi di dalam mendukung pembangunan ekonomi, bahkan kehidupan manusia.

“Kapitalisme pun telah mengakibatkan kehidupan sosial-budaya dan politik mengalami dekadensi dan menuju kehancuran,” kata Prof. Rokhmin.

Indikator Kegagalan Kapitalisme

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University itu menyebutkan sejumlah indikator  kegagalan  kapitalisme. Baik di bidang ekonomi, lingkungan,  maupun sosial budaya.

Indikator kegagalan di bidang ekonomi: Hingga 2019, sekitar 3 milyar penduduk dunia (37%) masih miskin (pengeluaran < US$ 2 per hari), dan sekitar 1 milyar orang masih miskin absolut atau fakir (pengeluaran < US$ 1.25 per hari) (World Bank and UNDP, 2020).

Bidang sosial budaya: Pandemi Covid-19 menelanjangi kedok kemunafikan negara-negara maju kapitalis dengan cara memproduksi dan menimbun vaksin jauh melebihi dari kebutuhannya.  Sementara, negara-negara berkembang (miskin) sangat kekurangan vaksin (Sundaram and Chowdury, 2021).

“Contoh: Uni Eropa menimbun 3 milyar dosis vaksin (6,6 dosis/orang); AS punya 1,3 milyar dosis vaksin (5 dosis/orang); Kanada memiliki 450 juta dosis vaksin (12 dosis/orang); Inggris punya 500 juta dosis vaksin (8 dosis/orang); dan Australia mengamankan 170 juta dosis vaksin (7 dosis/orang),” paparnya.

“Akibatnya, pertumbuhan ekonomi negara-negara maju pada 2021 ini diproyeksikan akan meningkat, dari 5,1% menjadi 5,6%.  Sebaliknya, di negara-negara berkembang menurun dari 6,7% menjadi 6,3% (IMF, 2021). “Hal ini mengakibatkan  ketimpangan kaya vs. miskin bakal semakin melebar. Bila Indonesia terus berpedoman para kapitalisme, maka Indonesia pun akan gagal,” ujar Prof. Rokhmin  yang juga ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara).

Permasalahan dan Tantangan Pembangunan Indonesia

Ia lalu menguraikan permasalahan dan tantangan pembangunan Indonesia, sebagai berikut:  Kekayaan 4 orang terkaya (US$ 25 M = Rp 335 T) sama dengan total kekayaan 100 juta orang termiskin (40% penduduk) Indonesia (Oxfam, 2017);   Sekitar 0,2% penduduk terkaya Indonesia menguasai 66% total luas lahan nasional (KPA, 2015).

“Pada 2016, 175 juta ha (93% luas daratan Indonesia) dikuasai oleh para konglomerat (korporasi) nasional dan asing,” ujarnya mengutip Institute for Global Justice, 2016.

Pertumbuhan Ekonomi dan Kontribusi PDRB  menurut Pulau, Triwulan I dan II-2021, masih didominasi oleh kelompok provinsi Pulau Jawa masing-masing 58,7% dan 57%.

Baca Juga : FGD BAPPENAS, Prof. Rokhmin Dahuri Kupas Pembangunan Keanekaragaman Hayati Perairan Berkelanjutan

Sementara itu, biaya yang diperlukan orang Indonesia untuk membeli makanan bergizi seimbang (sehat) sebesar Rp 22.126/hari atau Rp 663.791/bulan. Harga tersebut berdasarkan pada standar komposisi gizi Helathy Diet Basket (HDB) (FAO, 2020). “Atas dasar perhitungan diatas; ada 183,7 juta orang Indonesia (68% total penduduk) yang tidak mampu memenuhi biaya teresebut (Litbang Kompas, 2022 Indonesia juga kekurangan rumah yang sehat dan layak huni  (61,7%),” paparnya.

Sementara itu, berbicara mengenai Indeks Pembangunan Manusia (IPM),  hingga 2021, Indonesia berada diurutan ke-114 dari 191 negara, atau peringkat ke-5 di ASEAN.

Islam Sebagai Solusi

Prof Rokhmin lalu membahas Islam sebagai solusi. Khususnya di era disrupsi teknologi, perubahan iklim, dn tensi geopolitik dunia yang kian memanas saat ini.

“Ketika umat Islam menjalankan Islam secara kaffah (menyeluruh) dan ittiba’, umat Islam berjaya (The Gloden Age of Moslem, abad ke-17 sampai abad ke-17,” ujarnya.

Ia menyebutkan, ketika umat Islam melaksanakan Islam secara kaffah dan itibba’ (Fatukh Makkah s/d sebelum Revolusi Industri), maka umat Islam menguasai IPTEK, maju, hidup sejahtera dan berkeadilan, dan menguasai 2/3 wilayah dunia.

“Saat itu, umat Islam menjadi pusat keunggulan (center of excellence) IPTEK dunia, dan para ilmuwan dan teknolog dari seluruh penjuru dunia belajar kepada ilmuwan dan teknolog muslim secara gratis (tidak perlu hak paten),” ujarnya.

Ia menambahkan, perguruan tinggi pertama dan terbaik di dunia adalah Bayt Al-Hikmah di Baghdad pada 832 M di masa Khalifah Al-Mansur (754 – 775 M) dan Al-Ma’mun (813 – 833 M), Kekhilafahan Abasyiah.  Oxford University dan Sorbone University meniru Bayt Al-Hikmah (Wallace-Murphy, 2017).

Baca Juga : Prof Rokhmin Dahuri: Investasi dan Bisnis di Bidang ESG telah Menjadi Arus Utama

Ia juga menjelaskan, perekonomian; pendidikan; interaksi sosial, politik, dan budaya berjalan atas dasar persaudaraan karena Allah, Tuhan Pencipta Alam Semesta. Agama, keyakinan, jiwa, harta, dan hak-hak sipil warga non-Muslim dilindungi oleh Negara Islam.

“Kehidupan sosial berlangsung secara harmonis, anak-anak yatim dipelihara, yang kaya membantu dan memberdayakan (empowering) yang miskin, yang miskin tidak iri terhadap yang kaya dan bekerja sama dengan yang kaya dengan mengeluarkan kemampuan terbaiknya,” ungkapnya.

Selain itu, ekonomi dan perdagangan diatur dalam koridor efisiensi dan keadilan, tidak ada kecurangan serta penipuan karena masyarakatnya memahami dan mentaati hukum Allah dan Rasul Nya secara istiqamah. “Masyarakatnya mencintai dan gemar menuntut IPTEK (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi), dan pemerintahnya mendorong serta memfasilitasi aktivitas penelitian, pengembangan, penguasaan, dan penerapan IPTEK dalam segenap aspek kehidupan,” paparnya.

Hal yang juga sangat menarik, para pemimpinnya (Kepala Negara, Menteri, Gubernur, dan lainnya) hidup sederhana dan sangat mencintai rakyatnya. Hasilnya, pada masa kekhalifahan Umar bin Abdul Azis, Harun Al-Rasyid, Muhammad Al-Fatih, dan lainnya, tidak ada satu pun penduduk Khilafah (Negara) Islam yang miskin.  Bahkan, zakat, infaq, shodaqoh, dan IPTEK pun diekspor ke seluruh penjuru dunia.

“Hampir seluruh IPTEK modern dari zaman Revolusi Industri sampai sekarang berasal dari karya-karya monumental Ilmuwan Muslim di era Kejayaan Umat Islam (Wallace-Murphy, 2007; Qureshi, 2007),” paparnya.

Lalu, apa yang harus dilakukan oleh umat Islam? Menurut Prof Rokhmin, paling tidak ada dua hal. “Yakni, meningkatkan IMTAQ  (Iman dan Taqwa), serta melaksanakan Islam secara kaffah dan ‘itibba secara rahmatan lil ‘alamin: (1) IPTEK, (2) Ekonomi, (3) Polhukam, dan (4) Informasi,” ujar Prof Rokhmin Dahuri.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *