Milenianews.com, Jakarta – Buruh perempuan sangat rentan mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) karena korban Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Ketua Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Jumisih mengatakan, ancaman KDRT dipicu akibat tekanan ekonomi pasca PHK.
“PHK juga membuat beban ekonomi dalam keluarga menjadi tidak imbang. Hal itu membuat buruh perempuan akan rentan menjadi korban KDRT” katanya dikutip CNNIndonesia.com, Jumat (1/5).
Baca Juga : Peringati Hari Buruh, FSPMI Gelar Aksi Demo melalui Medsos
Mewabahnya Corona di Indonesia, membuat pemerintah menerapkan kebijakan bekerja, belajar dan beribadah di rumah. PHK massal pun terjadi di berbagai kota terutama di wilayah episentrum penyebaran Corona.
“PHK massal terjadi di berbagai kota seperti DKI Jakarta, Depok, Bekasi, Tangerang serta kota-kota di Jatim, Jateng dan lainnya,” ujarnya.
Pandemi Covid-19 membuat perusahaan lakukan PHK massal
Pandemi Covid-19 membuat kinerja keuangan perusahaan tertekan. Karena hal itu juga, banyak buruh dirumahkan tanpa upah serta tidak mendapat Tunjangan Hari Raya (THR).
“Pengusaha berargumentasi merugi karena Covid-19, padahal mereka sudah menumpuk keuntungan puluhan tahun,” ujarnya.
Jumisih menilai, solusi pemerintah dengan kartu pra kerja tak bisa mengurai masalah buruh korban PHK. Pasalnya, kebutuhan masyarakat saat ini adalah hal-hal yang menunjang mereka untuk bertahan hidup, bukan pelatihan-pelatihan dalam kartu prakerja yang justru dapat diperoleh dengan mudah di youtube.
Ancaman Omnibus Law untuk Buruh Perempuan

Sebanyak 73,29 persen buruh di Jabodetabek dan Jateng rentan terkena PHK. Distribusi sembako dari pemerintah juga belum sampai ke tangan buruh karena masalah administrasi.
Belum lagi ancaman Omnibus Law RUU Cipta Kerja menjadi ancaman bagi perempuan. RUU Cipta Kerja berpotensi menghapus hak para buruh perempuan seperti cuti haid, cuti hamil, melahirkan atau keguguran.
“Sementara pemerintah telah banyak memberikan intensif ke para pengusaha. Kenapa perlindungan ke buruh nyaris tidak ada?” ujarnya.
Dalam aksi yang digelar di media sosial, para buruh melakukan aksi demo dengan mengajukan 6 tuntutan kepada pemerintah.
Pertama, membatalkan pembahasan Omnibuslaw RUU Cipta Kerja. Kedua, pemerintah fokus menangani pandemi sehingga kondisi cepat kembali normal.
Baca Juga : Sejarah Hari Buruh Internasional (May Day)
Ketiga, PHK terhadap buruh perempuan harus dihentikan. Keempat menghentikan kebijakan buruh dirumahkan tanpa perlindungan upah.
Kelima, perlindungan dan pemenuhan hak-hak buruh perempuan. Keenam, distribusi bahan pangan bagi seluruh rakyat dan buruh tanpa diskriminasi. (Ikok)