Tantangan Pemikiran Ibnu Hanbal di Era Modern: Antara Keteguhan Teks dan Dinamika Zaman

Mata Akademisi, Milenianews.com – Ketika dunia berlari cepat menyesuaikan diri dengan kemajuan teknologi dan perubahan sosial, warisan pemikiran klasik Islam menghadapi pertanyaan besar: masihkah ia relevan? Salah satu pemikiran yang berdiri tegak dalam keteguhan teks adalah pemikiran Imam Ahmad bin Hanbal, pendiri mazhab Hanbali. Teolog yang dikenal teguh dalam memegang Al-Qur’an dan Sunnah ini, dalam sejarahnya, bahkan enggan pendapat pribadinya dibukukan. Ia berkeyakinan hanya wahyu yang layak diabadikan sebagai sumber utama.

Namun di tengah derasnya arus zaman, keteguhan itu diuji. Bagaimana pemikiran Hanbali menjawab tantangan sains, pluralisme, dan perubahan sosial modern?

Keteguhan Teks di Tengah Kompleksitas Teknologi

Ibnu Hanbal menolak keras penggunaan ra’yu (akal spekulatif) dalam menetapkan hukum agama. Dalam tafsirnya terhadap ayat-ayat mutasyabihat, ia menolak pendekatan takwil dan cenderung memilih pemahaman tekstual (lafdzi). Maka ketika dunia menghadirkan realitas seperti kecerdasan buatan, kloning manusia, hingga cryptocurrency, pendekatan Hanbali tampak tersendat.

Tetapi bukankah Al-Qur’an sendiri ditujukan sebagai petunjuk sepanjang masa?

Para ulama Hanbali kontemporer dituntut untuk berani membuka ruang ijtihad tanpa meninggalkan akar tekstualnya. Misalnya, dalam menyikapi cryptocurrency, para fuqaha bisa mengaitkannya dengan konsep ‘urf (kebiasaan masyarakat). Jika dulu dinar dan dirham berlaku sebagai alat tukar karena konsensus sosial, bukankah alat tukar digital hari ini pun bisa dibaca serupa?

Pluralisme dan Eksklusivisme Teologi

Mazhab Hanbali yang berpijak pada pendekatan literal terkadang mengalami benturan ketika dihadapkan pada masyarakat plural yang kompleks. Dalam ruang publik modern, di mana kebebasan berpendapat, kesetaraan gender, dan hak asasi manusia diperjuangkan, pendekatan teologis yang eksklusif kerap dituding rigid. Namun, pemikiran Ibnu Hanbal tidak selamanya menolak realitas sosial—ia hanya menuntut kehati-hatian dalam menempatkan logika di atas wahyu.

Di sinilah pentingnya rekontekstualisasi, tanpa dekonstruksi. Bukan untuk mengubah prinsip, tetapi menafsir ulang dalam semangat rahmatan lil ‘alamin.

Integrasi Ilmu Syariah dan Teknologi

Menjawab tantangan zaman menuntut kerja kolektif lintas disiplin. Misalnya, dalam isu editing gen, fatwa keagamaan tidak bisa hanya berlandaskan pada teks. Diperlukan kolaborasi antara ulama, dokter, ahli bioteknologi, dan etikus medis. Ini menciptakan ruang baru bagi pemikiran Hanbali: mempertahankan prinsip namun terbuka pada pendekatan keilmuan modern.

Baca juga: Hima Ekonomi Syariah Unusia Gelar Workshop Penulisan Karya Ilmiah

Lembaga Ijtihad dan Model Pendidikan Baru

Dalam tradisi klasik, ijtihad banyak dilakukan secara individual. Namun tantangan kontemporer menuntut lahirnya lembaga ijtihad resmi yang profesional, multidisipliner, dan transparan dalam metodologi. Dalam waktu yang sama, sistem pendidikan ulama perlu direformasi: mengintegrasikan teks klasik dengan pemahaman teknologi, sosial, dan budaya modern.

Kurikulum yang menyeimbangkan antara usul fiqh dan ilmu data, antara kitab kuning dan filsafat politik kontemporer, adalah kebutuhan mendesak. Ulama masa depan harus menjadi jembatan antara warisan langit dan dinamika bumi.

Komunikasi Hukum Islam di Era Digital

Fatwa bukan lagi hanya dibacakan di mimbar, tetapi perlu disampaikan melalui podcast, infografis, atau bahkan aplikasi interaktif. Bahasa teologis perlu disederhanakan tanpa kehilangan makna. Hukum Islam, agar tetap hidup, harus dekat dengan perangkat komunikasi zamannya.

Menjaga Tradisi, Menjawab Tantangan

Pemikiran Ibnu Hanbal adalah contoh keteguhan pada fondasi wahyu di tengah arus akal. Tetapi ia tidak menutup pintu bagi perubahan—selama tidak melanggar prinsip. Maka tugas kita hari ini bukan menolak perubahan, tetapi mengolahnya dalam kerangka yang tetap berpijak pada Al-Qur’an dan Sunnah.

Menjaga warisan Hanbali bukan berarti membekukannya. Ia justru harus dihidupkan kembali melalui pendekatan baru yang menjawab realitas. Karena Islam bukan hanya agama masa lalu, tetapi juga solusi untuk masa depan.

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Penulis: Nur Izzah, Adinda Sindi Elia, Hamidah Mahilyatul Izzati, Deshinta AriyantiEditor: Reyvan Aldyan Yahya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *