Tanggung Jawab Ekologis Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an di Tengah Krisis Lingkungan Modern

Tanggung jawab ekologis menurut Al-Qur’an

Milenianews.com, Mata Akademisi – Hubungan antara manusia dan alam pada masa kini menghadapi tantangan yang semakin kompleks. Kemajuan teknologi, industrialisasi, serta gaya hidup konsumtif telah mempercepat kerusakan lingkungan melebihi kemampuan alam untuk memulihkan dirinya. Penebangan hutan secara masif, pencemaran air dan udara, punahnya berbagai spesies hewan, hingga perubahan iklim global kini menjadi realitas yang tidak dapat diabaikan.

Dalam kondisi tersebut, manusia dihadapkan pada pertanyaan moral yang mendasar: sejauh mana tanggung jawab manusia terhadap bumi yang menjadi tempat hidupnya?

Peringatan Al-Qur’an tentang Kerusakan Lingkungan

Al-Qur’an sejatinya telah memberikan peringatan mengenai kerusakan lingkungan jauh sebelum istilah “krisis ekologis” dikenal dalam wacana modern. Salah satu ayat yang paling relevan adalah firman Allah dalam QS. Ar-Rum ayat 41:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut akibat ulah tangan manusia, agar Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”

Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan alam bukan sekadar peristiwa alamiah, melainkan konsekuensi langsung dari perilaku manusia yang tidak bertanggung jawab. Dalam perspektif Al-Qur’an, kerusakan ekologis merupakan refleksi moral dari tindakan manusia itu sendiri.

Makna Fasad dan Realitas Kerusakan Alam

Konsep fasad (kerusakan) dalam ayat tersebut mencakup berbagai bentuk perusakan lingkungan yang kini nyata terjadi. Penebangan hutan tanpa reboisasi, perburuan liar yang menghilangkan keanekaragaman hayati, penggunaan plastik berlebihan, serta pencemaran laut oleh bahan kimia merupakan contoh konkret dari kerusakan yang disebabkan oleh tangan manusia.

Ketika hutan digunduli, banjir dan tanah longsor meningkat. Ketika ekosistem laut rusak, jutaan hewan mati. Ketika udara tercemar, kesehatan manusia ikut terancam. Semua fenomena ini saling terhubung dalam satu sistem kehidupan yang rapuh.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Manusia sebagai Khalifah dan Penjaga Alam

Perspektif Al-Qur’an tidak berhenti pada peringatan, tetapi juga menawarkan kerangka etis tentang posisi manusia sebagai khalifah di bumi. Manusia tidak diciptakan hanya sebagai pengguna sumber daya, melainkan sebagai penjaga, pengelola, dan pelindung alam.

Tanggung jawab ekologis dalam Islam merupakan bagian dari amanah spiritual. Menjaga alam berarti menjalankan perintah Allah, sedangkan merusaknya merupakan bentuk pengkhianatan terhadap amanah tersebut. Dengan demikian, krisis lingkungan tidak hanya menjadi persoalan ekologis, tetapi juga persoalan moral dan keimanan.

Realitas Ekologis di Tengah Kehidupan Modern

Kesadaran ekologis semakin mendesak di tengah realitas modern. Banyak hewan liar kehilangan habitatnya, sungai-sungai berubah menjadi saluran limbah, udara kota besar semakin sulit dihirup, dan perubahan iklim berdampak pada kehidupan jutaan manusia.

Fenomena ini menunjukkan bahwa manusia kerap mengutamakan keuntungan jangka pendek dibandingkan kelestarian jangka panjang, seolah-olah bumi mampu menanggung eksploitasi tanpa batas. Cara pandang inilah yang dikritik oleh Al-Qur’an melalui pesan-pesan ekologisnya.

Moderasi dan Etika Lingkungan dalam Al-Qur’an

Pada akhirnya, Al-Qur’an menuntun manusia untuk merefleksikan kembali cara hidupnya. Pemanfaatan lingkungan harus dilakukan dengan prinsip moderasi, keseimbangan, dan tanggung jawab. Perubahan pola pikir menjadi kunci utama dalam memperbaiki hubungan manusia dengan alam.

Langkah-langkah seperti konsumsi yang lebih bijak, penghormatan terhadap makhluk hidup, serta keberanian mengkritisi praktik ekonomi yang merusak lingkungan merupakan bagian dari upaya etis yang sejalan dengan nilai-nilai Al-Qur’an.

Alam sebagai Amanah untuk Generasi Mendatang

Dengan memahami pesan ekologis Al-Qur’an, manusia masa kini diharapkan tidak hanya menyadari kesalahan kolektif yang telah terjadi, tetapi juga bergerak menuju tindakan nyata dalam menjaga dan memulihkan alam.

Alam bukan sekadar fasilitas hidup, melainkan amanah yang harus dirawat demi keberlangsungan generasi mendatang. Kesadaran inilah yang menjadi inti tanggung jawab ekologis manusia menurut perspektif Al-Qur’an.

Penulis: Risthy Nabila, Mahasiswa institut ilmu Al-Quran jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *