Milenianews.com, Mata Akademisi – Kitab Al-Firosat karya Imam Fakhruddin Ar-Razi merupakan salah satu puncak kajian fisiognomi dalam tradisi keilmuan Islam, yang berusaha mengungkap tabiat batin dan karakter manusia melalui tanda-tanda lahiriah seperti bentuk fisik, suara, dan kemiripan dengan unsur alam. Kemudian dalil-dalil tentang ilmu firasat ini dapat kita temukan di dalam Al-Qur’an.
لِلْفُقَرَاۤءِ الَّذِيْنَ اُحْصِرُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ لَا يَسْتَطِيْعُوْنَ ضَرْبًا فِى الْاَرْضِۖ يَحْسَبُهُمُ الْجَاهِلُ اَغْنِيَاۤءَ مِنَ التَّعَفُّفِۚ تَعْرِفُهُمْ بِسِيْمٰهُمْۚ لَا يَسْـَٔلُوْنَ النَّاسَ اِلْحَافًا ۗوَمَا تُنْفِقُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِنَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ ࣖ
“(Apa pun yang kamu infakkan) diperuntukkan bagi orang-orang fakir yang terhalang (usahanya karena jihad) di jalan Allah dan mereka tidak dapat berusaha di bumi. Orang yang tidak mengetahuinya mengira bahwa mereka adalah orang-orang kaya karena mereka memelihara diri dari mengemis. Engkau (Nabi Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya (karena) mereka tidak meminta secara paksa kepada orang lain. Kebaikan apa pun yang kamu infakkan, sesungguhnya Allah Maha Tahu tentang itu.”
وَلَوْ نَشَاۤءُ لَاَرَيْنٰكَهُمْ فَلَعَرَفْتَهُمْ بِسِيْمٰهُمْ ۗوَلَتَعْرِفَنَّهُمْ فِيْ لَحْنِ الْقَوْلِۗ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ اَعْمَالَكُمْ
“Seandainya Kami berkehendak, niscaya Kami menunjukkan mereka kepadamu (Nabi Muhammad) sehingga engkau benar-benar dapat mengenali mereka melalui tanda-tandanya. Engkau pun benar-benar akan mengenali mereka melalui nada bicaranya. Allah mengetahui segala amal perbuatanmu”
Klasifikasi kepribadian dalam Kitab Al-Firosat karya Imam Fakhruddin Ar-Razi dengan teori Big Five yang dipelopori oleh McCrae dan Costa ternyata mepresentasikan dua paradigma yang berbeda dalam memahami sifat ataupun karakter manusia. Dalam Al-Firasat kepribadian diklasifikasikan dengan pendekatan fisiognomi dan humoralisme, dimana sifat batin dan kepribadian seseorang memiliki hubungan sebab akibat dengan kondisi fisik nya ataupun dapat diprediksi secara langsung dari bentuk fisik tubuh dan unsur alam yang dominan dalam tubuh. Kemudian teori ini membagi kepribadian berdasarkan empat unsur dalam tubuh yaitu darah (Blood), empedu kuning (Yellow bile), empedu hitam (Black bile), dan lendir (Phlegm) yang setelah itu menghasilkan empat tipe kepribadian: sanguine, koleris, melankolis, dan flegmatis. Teori ini percaya bahwa sifat fisik seperti bentuk wajah, mata ataupun suara bisa menunjukkan sifat ataupun karakter seseorang.
Sementara itu, Big Five mempresentasikan lima sifat kepribadian utama yaitu keterbukaan (Openness), kecermatan (Conscientiousness), ekstraversi (Extraversion), keramahan (Agreeableness) dan neurotisme (Neuroticism). Setiap orang punya tingkat berbeda di kelima sifat kepribadian utama ini dan pengukurannya dilakukan melalui tes ataupun kuesioner. Misalnya, orang dengan kecermatan yang tinggi biasanya tekun dan teratur dalam kesehariannya.
Kemudian meskipun terlihat berbeda, ternyata terdapat kesamaan ini dapat dilihat dari tipe sanguine dalam kital Al-Firosat ini memilik kemiripan dengan dimensi extraversion yang tinggi dalam Big Five, yaitu sama-sama menggambarkan sosok dengan kepribadian yang bersemangat dan suka bersosialisasi. Missal lainnya dapat kita lihat dari tipe melankolis yang memiliki kemiripan dengan dimensi neuroticism yang tinggi, yaitu sama-sama menggambarkan sosok dengan kepribadian yang cenderung untuk mengalami kesedihan dan kecemasan, dan lain sebagainya.
Metodologis dalam memahami kepribadian seseorang dalam kitab Al-Firosat Imam Ar-Razi dan para Ilmuan Big Five juga mempresentasikan paradigma yang berbeda. Ar-Razi menggunakan pengamatan langsung dari fisik dan perilaku sebagai alat utama. Metodenya ini bersifat kualitatif, intuitif, dan analogis. Ia mengamati secara rinci tanda-tanda lahiriah seperti bentuk mata, garis dahi, tebalnya bibir, jenis suara, bahkan kemiripan dengan hewan dan menarik kesimpulan tentang sifat batin berdasarkan hubungan sebab-akibat yang dianggap alamiah. Pendekatan ini bersifat holistik dan kontekstual, di mana pengamat (ahli firasat) harus menggabungkan banyak petunjuk, mempertimbangkan kekuatan inderanya sendiri, dan bahkan melakukan “tarjih” jika ada pertentangan antar petunjuk.
Sebaliknya, teori Big Five sama sekali tidak peduli dengan bentuk fisik. Metode utamanya adalah menggunakan tes atau kuesioner psikometrik yang berisi banyak pertanyaan atau pernyataan. Pertanyaan-pertanyaan ini dirancang untuk mengukur lima dimensi kepribadian (seperti seberapa ekstrover nya seseorang). Orang yang diuji akan menjawab pertanyaan-pertanyaan ini, biasanya dengan memilih skala dari “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju”. Instrumen ini sudah distandarisasi, artinya pertanyaan dan cara penilaiannya sama untuk semua orang, sehingga hasilnya bisa dibandingkan secara objektif.
Maka perbedaan utamanya adalah, Ar-Razi melihat kepribadian sebagai sesuatu yang terpancar dari tubuh dan dapat dibaca oleh mata ahli, sementara Big Five melihat kepribadian sebagai konstruk psikologis yang diungkap melalui bahasa dan diukur dengan instrumen terstandarisasi. Metode Ar-Razi lebih dekat dengan seni interpretasi yang penuh nuansa, sedangkan Big Five lebih mirip ilmu ukur yang mengutamakan konsistensi dan prediktabilitas. Namun, keduanya memiliki tujuan yang sama: memberikan kerangka untuk memahami variasi karakter manusia, meski dengan alat dan keyakinan epistemologis yang berbeda—satu terikat pada hubungan jasmani-rohani dalam tradisi ilmu klasik, dan satu lagi lahir dari usaha modern untuk menjadikan psikologi sebagai ilmu empiris yang ketat.
Kemudian berdasarkan pendekatan yang tedapat dalam kitab Al-Firosat memiliki beberapa sisi positif ataupun kelebihan karena melihat hubungan antara tubuh dan jiwa secara menyeluruh, memiliki metode yang teratur, serta memadukan ilmu kedokteran kuno. Ar-Razi juga mengingatkan bahwa penilaian fisik ini bukanlah kepastian, melainkan hanya perkiraan.
Baca juga: Amanah dan Keadilan: Meninjau Ulang Sistem Politik di Indonesia Melalui Lensa Tafsir Al-Maraghi
Namun, pendekatan ini juga punya kelemahan besar. Menghubungkan sifat tertentu (seperti malas atau pemarah) hanya dari bentuk mata atau dahi bisa menimbulkan stereotip dan mengabaikan keunikan setiap orang. Dari sudut pandang ilmu pengetahuan modern, cara membaca kepribadian dari fisik dianggap tidak ilmiah dan dapat memicu prasangka serta diskriminasi. Psikologi saat ini lebih percaya bahwa kepribadian dibentuk oleh gabungan banyak faktor, seperti gen, lingkungan, pengalaman hidup, dan pilihan pribadi, bukan sekadar bentuk fisik.
Maka munculah pertanyaan, apakah teori ini masih dapat diintegrasikan dengan psikologi modern atau hanya menjadi warisan Sejarah? Jawabannya adalah masih relevan tapi terbatas dan ilmu ini tetap berharga secara akademis. Terbatas karena tidak dapat diintegrasikan langsung dengan psikologi modern sebagai teori yang valid, karena dasar metodologis dan paradigma ilmiahnya sudah sangat berbeda. Akan tetapi tetap relevan karena teori ini memiliki daya tarik yang kuat, kemudahan komunikasi nya menggunakan bahasa yang mudah dan relate. Dibandingkan dengan istilah psikometri pada teori Big Five seperti “skor yang tinggi dalam neuroticism dan openness” dan lain sebagainya. Pada teori ini, tidak sedikit dokter psikologi terkenal seperti Dr. Aisyah Dahlan yang kerap kali menggunakan nya dan biasanya yang menggunakan teori ini adalah mereka yang beroperasi di ranah psikologi terapan, konseling, motivasi, dan pengembangan SDM, bukan di laboratorium riset.
Penulis: Aura Abrar Nakhqia, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta.
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.













