Milenianews.com, Mata Akademisi – Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) merupakan fenomena yang semakin sering terjadi di dunia kerja modern. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan melakukan PHK sebagai strategi untuk meningkatkan efisiensi dan menekan biaya operasional. Salah satu contohnya adalah PT Sanken Indonesia yang menghentikan lini produksinya pada Juni 2025. Kebijakan semacam ini sering kali dipandang sebagai langkah rasional dari sudut pandang bisnis, namun di sisi lain menimbulkan dampak sosial yang tidak kecil.
PHK tidak hanya berdampak pada pekerja yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga berpengaruh pada masyarakat dan struktur sosial secara keseluruhan. Oleh karena itu, penting untuk menganalisis fenomena PHK dari perspektif ilmu sosial agar dapat memahami dampaknya secara lebih luas dan komprehensif. Tulisan ini bertujuan untuk membahas PHK dalam perspektif ilmu sosial, khususnya dampaknya terhadap pekerja dan masyarakat, serta menelaah peraturan terbaru yang mengatur tentang PHK.
PHK sebagai Fenomena Sosial di Indonesia
Belakangan ini, isu Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi perbincangan hangat di Indonesia. Berdasarkan data dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), pada tahun 2025 jumlah pekerja yang terdampak PHK diperkirakan mencapai sekitar 40.000 orang. Angka ini menunjukkan bahwa PHK bukan lagi peristiwa sporadis, melainkan fenomena sosial yang nyata dan mengkhawatirkan.
Secara definisi, PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu sebab tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja atau buruh dengan pemberi kerja, sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, PHK bukan sekadar persoalan individual, tetapi merupakan peristiwa hukum dan sosial yang berdampak luas.
Faktor Penyebab Terjadinya PHK
PHK terjadi karena berbagai faktor yang saling berkaitan. Salah satunya adalah kondisi ekonomi global yang tidak stabil, yang berdampak pada penurunan permintaan ekspor dari pasar internasional. Selain itu, pelemahan daya beli masyarakat di dalam negeri turut memengaruhi kinerja perusahaan.
Faktor lain yang tak kalah penting adalah transformasi industri dan perkembangan pesat teknologi, termasuk kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI). Banyak sektor industri yang sebelumnya mengandalkan tenaga kerja manusia kini mulai beralih ke sistem otomatis dan mesin berbasis teknologi. Pergeseran ini menciptakan efisiensi bagi perusahaan, tetapi sekaligus mengurangi kebutuhan akan tenaga kerja manusia.
Dampak PHK dalam Perspektif Ilmu Sosiologi
Dari sudut pandang ilmu sosiologi, PHK menimbulkan berbagai dampak sosial yang signifikan. Dampak pertama yang paling jelas adalah meningkatnya angka pengangguran. Ketika pekerja kehilangan pekerjaan, mereka juga kehilangan sumber pendapatan dan jaminan sosial, yang pada akhirnya berkontribusi pada meningkatnya angka pengangguran di Indonesia.
Dampak kedua adalah meningkatnya kemiskinan. PHK yang menyebabkan pengangguran dalam jumlah besar berpotensi mendorong banyak keluarga jatuh ke dalam kondisi ekonomi yang rentan. Ketika kebutuhan dasar sulit terpenuhi akibat hilangnya pendapatan, tingkat kemiskinan pun cenderung meningkat. Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat antara pengangguran dan kemiskinan sebagai dampak lanjutan dari PHK.
Selain itu, PHK juga berdampak langsung pada kondisi psikologis pekerja. Kehilangan pekerjaan sering kali memicu stres, kecemasan, dan rasa tidak aman. Para pekerja juga kehilangan jaminan kesehatan yang sebelumnya disediakan oleh perusahaan, serta menghadapi kesulitan dalam mencari pekerjaan baru yang sesuai dengan keahlian dan pengalaman mereka.
Peran Pemerintah dalam Melindungi Pekerja
Dalam upaya melindungi hak-hak pekerja, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2025 yang merevisi beberapa ketentuan dalam PP Nomor 37 Tahun 2021. Peraturan ini bertujuan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja yang terkena PHK.
PP tersebut mengatur berbagai hak pekerja pasca-PHK, antara lain:
Pesangon, yaitu kompensasi utama yang diberikan kepada pekerja yang terkena PHK, dengan besaran yang disesuaikan dengan masa kerja.
Uang Penghargaan Masa Kerja (UPMK), diberikan sebagai bentuk apresiasi kepada pekerja yang memiliki masa kerja lebih dari tiga tahun.
Uang Pengganti Hak (UPH), yang besarannya dapat berbeda tergantung pada kebijakan masing-masing perusahaan.
Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), berupa manfaat sebesar 60% dari gaji selama enam bulan setelah PHK, serta akses informasi lowongan kerja untuk membantu pekerja kembali ke dunia kerja.
Strategi Menghadapi Risiko PHK secara Preventif
PHK sering kali terjadi secara tiba-tiba, sehingga banyak pekerja tidak siap menghadapinya. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah preventif untuk meminimalkan dampak negatif kehilangan pekerjaan.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain dengan menghitung dan menjaga aset yang dimiliki, seperti rumah dan kendaraan. Selain itu, pekerja perlu mengatur ulang pola konsumsi dengan membuat anggaran bulanan dan mengurangi pengeluaran yang kurang bermanfaat.
Menabung dan berinvestasi juga menjadi strategi penting sebagai bentuk persiapan jangka panjang. Di samping itu, pekerja perlu membuka diri terhadap peluang baru, baik dengan melamar pekerjaan di perusahaan lain maupun memulai usaha kecil-kecilan sebagai sumber pendapatan alternatif.
Baca juga: Bukan Sekadar Pergi: Makna Sosial dan Distingsi di Balik Tagar #KaburAjaDulu
Dengan demikian, PHK merupakan fenomena kompleks yang muncul akibat berbagai faktor, mulai dari kondisi ekonomi perusahaan, pelemahan daya beli masyarakat, hingga perkembangan teknologi berbasis AI. Dampak PHK tidak hanya dirasakan oleh pekerja yang kehilangan pekerjaan, tetapi juga oleh masyarakat luas dan bahkan perusahaan itu sendiri yang berpotensi kehilangan talenta berharga serta reputasi.
Melalui regulasi seperti PP Nomor 6 Tahun 2025, pemerintah berupaya memberikan perlindungan bagi pekerja terdampak PHK. Dengan pemahaman yang baik terhadap peraturan yang berlaku serta persiapan yang matang, dampak negatif PHK dapat diminimalkan, sehingga proses transisi bagi pekerja menuju fase kehidupan berikutnya dapat berlangsung lebih terarah dan produktif.
Penulis: Fakhriah Nur Aini, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.













