Peran Sentral Pajak dalam Pertumbuhan Negara:  Perlambatan, Penghindaran, dan Implikasi Tata Kelola

Milenianews.com, Mata Akademisi– Pajak memegang peran krusial dalam kemajuan negara, terutama sebagai sumber utama pendapatan bagi pemerintah. Dengan menjadi tulang punggung penerimaan negara, pajak menjadi pondasi dalam pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) (Utami & Irawan, 2022).

Pajak merupakan transfer kekayaan yang dilakukan dari individu atau entitas kepada pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Hal ini dilakukan dalam bentuk kewajiban pembayaran yang diberlakukan oleh pemerintah untuk tujuan-tujuan tertentu, meskipun manfaat atau hasil dari pembayaran pajak tidak selalu dirasakan secara langsung oleh individu yang membayarnya (Lastyanto & Setiawan, 2022).

Signifikansi peran pajak ini memperlihatkan betapa pentingnya pencapaian target penerimaan yang telah ditentukan. Menurut data yang dirilis Kementerian Kuangan RI  pada tahun (2023), sekitar Rp 2.034,6 triliun rupiah merupakan bagian dari dana APBN yang berasal dari pendapatan perpajakan. Dana tersebut diarahkan untuk mendukung pembangunan infrastruktur serta untuk membiayai administrasi. Penerimaan yang diperoleh dari pajak menjadi sumber dana bagi pemerintah dalam menyediakan fasilitas umum dan infrastruktur yang tidak mungkin disediakan oleh sektor swasta (Hidayatul & Kartika, 2022).

Akan tetapi pada rentang waktu Januari hingga Mei 2023, terjadi perlambatan pendapatan pajak dari sektor-sektor utama dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2022. Fenomena ini terutama terlihat pada sektor industri pengolahan dan perdagangan yang menunjukkan penurunan dalam tingkat pertumbuhan. Pada kuartal pertama tahun ini, pertumbuhan pendapatan hanya mencapai 9,4% dan 9,3% untuk masing-masing sektor, sementara pada periode yang sama tahun 2022, pertumbuhan keduanya mencapai angka yang jauh lebih tinggi, yakni 50,9% dan 61,6%.(Kementerian Kuangan RI, 2023).

Penurunan pertumbuhan seperti diatas memiliki beberapa penyebab seperti adanya praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh para wajib pajak badan (Utami & Irawan, 2022). Praktik penghindaran pajak inilah yang menjadi salah satu pengaruh pada penerimaan pajak serta tidak maksimalnya kinerja pemungutan pajak. Tertulis pada website pajakku (2023) bahwa Tax Justice Network melaporkan jika indonesia mengalami kerugian sebesar Rp 68,7 triliun yang mana Rp 67,6 triliun disebabkan oleh wajib pajak badan dan sisanya dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi.

Para wajib pajak berupaya mencari cara untuk mengurangi kewajiban pajak yang harus mereka bayar. Penghindaran pajak merujuk pada upaya eksplisit dalam mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar dari pendapatan sebelum dipotong pajak. Secara luas, penghindaran pajak dapat didefinisikan sebagai perencanaan pajak yang bertujuan untuk mengurangi pendapatan yang dikenai pajak, meliputi aktivitas yang dapat dianggap legal maupun ilegal sehingga laba yang diperoleh bisa meningkat. Di Indonesia dengan sistem perpajakan yang diterapkan yaitu self assessment,semakin memicu para wajib pajak untuk melakukan penghindaran pajak.

Di  dalam Praktik penghindaran pajak yang dilakukan oleh wajib pajak badan, memiliki keterkaitan dengan teori agensi yaitu pada konteks hubungan antara pemilik perusahaan (prinsipal) dan manajer (agen). Dalam teori agensi, manajer bertanggung jawab atas operasional sehari-hari perusahaan atas nama pemiliknya. Namun, kepentingan antara prinsipal dan agen bisa tidak selalu sejalan. Manajer atau agen memiliki insentif untuk mengurangi jumlah pajak yang harus dibayar oleh perusahaan agar bisa menunjukkan kinerja yang lebih baik atau laba yang lebih tinggi. Mereka mungkin menggunakan strategi perpajakan yang kompleks atau celah hukum untuk mencapai tujuan ini. Namun, tindakan ini tidak selalu selaras dengan kepentingan jangka panjang pemilik perusahaan atau prinsipal.

Upaya penghindaran pajak seperti ini dapat menciptakan situasi di mana perilaku manajerial menjadi oportunistik. Hal ini dapat membuat para pemegang saham sulit untuk melakukan pengukuran dan evaluasi terhadap kinerja manajer, karena perilaku mereka terkait dengan struktur perusahaan yang ambigu (Lastyanto & Setiawan, 2022).

Para pemegang saham ingin agar perusahaan mereka mematuhi peraturan dan membayar pajak dengan benar, karena keselarasan ini berkontribusi pada keberlanjutan bisnis jangka panjang dan reputasi perusahaan. Ketika manajer fokus pada penghindaran pajak untuk memaksimalkan laba, hal ini bisa bertentangan dengan kepentingan pemegang saham yang dapat menimbulkan konflik (Pratiwi et al., 2022).

Untuk menangani isu agensi dan mengontrol tindakan manajerial seperti permasalahan di atas, beberapa mekanisme dalam tata kelola perusahaan dapat digunakan untuk melakukan pencegahan atas tindakan penghindaran pajak agar sesuai dengan preferensi dari para pemegang saham. Tata kelola yang baik memiliki peran kunci dalam pencegahan praktik penghindaran pajak yang tidak diinginkan di perusahaan. Ini terjadi melalui beberapa mekanisme:

  1. Transparansi dan Kepatuhan: Sistem tata kelola yang transparan memungkinkan untuk lebih mudah memantau dan melacak aktivitas keuangan perusahaan. Dengan adanya transparansi yang tinggi, praktik penghindaran pajak yang cenderung berada di bawah ambiguitas atau kekurangan informasi dapat dikenali lebih awal dan dikelola dengan tepat.
  2. Pola Kepemimpinan yang Etis: Kepemimpinan yang mengedepankan nilai-nilai etika dan integritas mendorong kepatuhan terhadap peraturan perpajakan yang berlaku. Kultur perusahaan yang ditekankan pada kepatuhan hukum mengurangi insentif bagi praktik penghindaran pajak yang agresif.
  3. Pengawasan dan Pengendalian yang Efektif: Mekanisme pengawasan yang kuat memungkinkan untuk mendeteksi dan mencegah potensi kecurangan atau pelanggaran perpajakan. Pengendalian internal yang baik dapat menekan celah yang mungkin dimanfaatkan untuk praktik penghindaran pajak yang tidak etis.
  4. Kesadaran dan Pendidikan: Pendidikan terkait aturan perpajakan kepada seluruh pegawai membantu mereka memahami kewajiban perusahaan dan individu terhadap pembayaran pajak. Kesadaran ini dapat mengurangi praktik penghindaran pajak yang dilakukan tanpa pengetahuan.

Dengan adanya tata kelola yang baik, perusahaan memiliki struktur yang lebih kokoh untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan perpajakan dan mengurangi risiko dari praktik penghindaran pajak yang dapat merugikan baik bagi perusahaan maupun lingkungan bisnis secara keseluruhan.

Penulis:  Solihatul Hidayah, Mahasiswa STEI SEBI, Prodi Akuntansi Syariah

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *