Penerapan Fiqh Prioritas untuk Bina Individu dan Masyarakat Seimbang

fiqh prioritas

Milenianews.com, Mata Akademisi – Fiqh prioritas atau fiqh al-awlawiyyat, adalah konsep yang sering kali terdengar dalam pembahasan ilmu agama. Namun, bagaimana penerapannya dalam kehidupan sehari-hari? Konsep ini mengajarkan kita untuk mendahulukan yang lebih utama, sesuai dengan kondisi dan kebutuhan yang ada.

Dalam dunia yang semakin kompleks dan penuh dengan tuntutan hidup modern, fiqh prioritas menjadi pedoman yang sangat relevan. Ia tidak hanya berbicara soal ibadah atau kewajiban agama, tetapi lebih jauh lagi, soal bagaimana kita bisa membina individu yang baik sekaligus memperkuat masyarakat di sekitar kita.

Lantas, apakah kita benar-benar telah memahami dan menerapkannya dengan bijak?

Baca juga: Dasar-dasar Ushul Fiqih dan Sumber Hukum

Membina Individu sebagai Pondasi Utama

Pembinaan individu adalah hal yang paling mendasar. Dalam Islam, setiap individu adalah khalifah di bumi yang memiliki tanggung jawab besar. Sebagaimana Allah menyebutkan dalam QS. At-Tahrim: 6, “Jagalah dirimu dan keluargamu dari api neraka,” ini menunjukkan bahwa menjaga diri sendiri adalah prioritas pertama.

Mengapa? Karena jika individu tidak bisa membina dirinya dengan baik, bagaimana ia bisa memberi manfaat bagi orang lain?

Penting untuk dicatat bahwa fiqh prioritas mengajarkan kita untuk mendahulukan ilmu sebelum amal. Seperti yang diriwayatkan dalam hadits, “Barang siapa yang Allah kehendaki kebaikan baginya, maka Dia akan memahamkan dia dalam urusan agama.”

Ini bukan hanya soal menguasai teori agama, tapi juga bagaimana kita bisa mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, menjaga akhlak yang baik, lebih penting daripada terlalu sibuk memperdebatkan masalah-masalah kecil yang tidak memberikan dampak positif pada kehidupan sosial kita.

Tentu, fiqh prioritas juga mengajarkan kita untuk memperbaiki diri sebelum mengoreksi orang lain. Sebagai contoh, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Mulailah dari dirimu sendiri, lalu orang-orang yang menjadi tanggunganmu.” Begitu banyak masalah yang bisa kita hadapi dalam kehidupan sosial, namun jika kita belum memperbaiki diri sendiri, bagaimana kita bisa mengharapkan perubahan di sekitar kita?

Memperkuat Basis Sosial Melalui Solidaritas

Setelah individu terbina, langkah berikutnya adalah memperkuat basis sosial. Fiqh prioritas di sini bukan hanya mengajarkan tentang bagaimana kita memberi kepada yang membutuhkan, tetapi juga bagaimana kita mengelola sumber daya untuk kepentingan bersama.

Salah satu contohnya adalah zakat. Islam mengajarkan kita untuk memberi kepada yang membutuhkan, terutama fakir miskin, yang tertulis dalam QS. At-Taubah: 60. Namun, apakah kita benar-benar memprioritaskan distribusi zakat sesuai dengan kebutuhan yang mendesak?

Selain zakat, ada juga wakaf, sedekah, dan infaq yang memiliki peran besar dalam membangun solidaritas sosial. Namun, fiqh prioritas mengingatkan kita untuk bijak dalam memilih apa yang lebih utama.

Apakah lebih penting membangun masjid megah yang tidak terlalu dibutuhkan, ataukah lebih baik membangun sekolah yang bisa memberi manfaat jangka panjang bagi masyarakat yang kurang mampu?

Penting untuk ditekankan bahwa fiqh prioritas tidak hanya berbicara soal pembagian harta, tetapi juga perhatian terhadap pendidikan, kesehatan, dan keadilan sosial. Dalam dunia modern ini, kita harus lebih cerdas dalam menentukan alokasi sumber daya kita.

Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim al-Jauziyah, “Hukum itu ditetapkan berdasarkan kemaslahatan makhluk.” Artinya, kita harus selalu mengutamakan hal-hal yang memberikan dampak positif secara luas, bukan hanya bagi diri kita, tetapi bagi masyarakat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *