Milenianews.com, Mata Akademisi– Imam Nawawi wafat pada 1277 Masehi di Suriah. Kala itu tentu belum terselenggara Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) di dunia apalagi di Indonesia. Faktanya, Imam Nawawi dalam karyanya yang paling spesifik tentang al-Qur’an, yakni kitab al-Tibyan, sama sekali tidak menyingggung soal MTQ.
Dalam MTQ yang terlintas di benak masyarakat adalah membaca al-Qur’an dengan suara merdu. Soal ini disinggung Imam Nawawi dalam al-Tibyan pada bab keenam tentang adab terhadap al-Qur’an. Menurutnya, sunah hukumnya memperindah suara saat membaca al-Qur’an.
Tak sampai di situ, kesunahannya ini, menurut beliau, berdasarkan ijma’ (kesepakatan) ulama. Baik ulama klasik (salaf) maupun ulama kontemporer (khalaf). Dari kalangan para sahabat Nabi hingga tabi’in dan pengikut para tabi’in. Kesunahan soal ini juga disepakati juga oleh para imam kaum muslimin.
Pandangan seperti ini mungkin yang melegitimasi MTQ tingkat internasional pertama yang diadakan di Kuala Lumpur, Malaysia pada 1961 atau 684 tahun sepeninggal Imam Nawawi. Di Indonesia sendiri, MTQ pertama dihelat baru pada 1968 di Makassar. Kendati cikal-bakalnya sudah dimulai pada 1940.
Secara epistemologis, yang dijadikan dalil kesunahan penyelenggaraan MTQ adalah hadits yang dikutip Imam Nawawi, tanpa menyebut perawi dan muhaditsnya yang maknanya berbunyi, “Perindahlah bacaan Qur’anmu dengan suaramu.” Jelas yang dimaksud memperindah adalah melantunkan al-Qur’an dengan suara merdu seperti dalam MTQ.
Lebih dari itu, Nabi bersabda, “Barangsiapa yang tidak memperindah suaranya dalam membaca al-Qur’an bukan termasuk golonganku.” (HR. Abu Daud). Hadits ini terdengar ekstrem, namun tujuannya benar, yakni demi memuliakan al-Qur’an. Hanya saja dengan ketentuan tidak berlebihan hingga menambah huruf dan mengubah maknanya.
Dalam konteks memuliakan al-Qur’an, tak bisa dipungkiri, itulah tujuan diselenggarakannya MTQ. Seorang perawi yakni Barra bin Azib menuturkan bahwa dia mendengar Nabi membaca surat al-Tin dengan suara merdu. Hadits ini valid karena ada dalam karya Imam Bukhari dan Imam Muslim.
Menariknya, dalam kitab al-Tibyan, Imam Nawawi memaparkan tentang sunah hukumnya meminta seseorang yang bersuara merdu untuk membaca al-Qur’an dengan indah. Artinya, penyelenggara MTQ mendapat legitimasi untuk mengundang para peserta mengikuti MTQ karena rata-rata mereka bersuara merdu.
Menurut Imam Nawawi, para ulama klasik kerap meminta orang-orang yang bersuara merdu untuk membacakan al-Qur’an. Tentu saat itu bukan untuk musabaqah. Sebagaimana juga Nabi yang pernah minta dibacakan surat al-Nisa kepada Abdullah bin Mas’ud hingga beliau bercucuran air mata. Namun yang jelas normativitas dan historisitas MTQ valid dan otoritatif.*
Penulis: Dr. KH. Syamsul Yakin MA, Dewan Hakim MTQ XXIII Kota Depok 2023