Menjalani Daur Kehidupan

Dr. KH. Syamsul Yakin MA.,  Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung,  Kota Depok. (Foto: Istimewa)

Milenianews.com, Mata Akademisi– Allah berfirman dalam al-Qur’an, “Dan barangsiapa yang Kami panjangkan umurnya niscaya Kami kembalikan dia kepada kejadian(nya). Maka apakah mereka tidak memikirkan?”  (QS. Yasin/36: 68).  Ayat ini, dalam pandangan pengarang kitab Tafsir Jalalain,  berbicara tentang daur kehidupan manusia, yakni lemah, kuat, dan kembali lemah.

Menurut Syaikh Nawawi dalam kitab Tafsir Munir, manusia yang Allah panjangkan usianya,  akan Allah kembalikan secara fisik dan psikis kepada keadaan semula (bayi). Yakni, dari kuat menjadi lemah hingga menjadi seperti bayi lagi. Untuk itu Nabi mewanti-wanti, “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, (salah satunya), waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu.” (HR. Hakim).

Senada dengan Syaikh Nawawi, yakni Ibnu Katsir. Menurut beliau dalam tafsirnya, ayat ini menceritakan tentang manusia yang manakala dipanjangkan usianya, maka dia dikembalikan kepada keadaan lemah setelah kuat dan lelah setelah semangat. Seperti hadits di atas, Nabi juga berpesan, “Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, (salah satunya), waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu.”

Secara lebih jelas, daur kehidupan manusia diuraikan dalam al-Qur’an, “Allahlah yang menciptakan kamu dari keadaan lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah keadaan lemah itu menjadi kuat, kemudian Dia menjadikan (kamu) setelah kuat itu lemah (kembali) dan beruban.” (QS. al-Rum/30: 54). Sekarang kita berada dalam daur kehidupan yang mana?

Dalam kitab Tafsir Munir diungkapkan,  pertama-tama manusia berasal dari setetes sperma (nutfah) yang lemah, kemudian sesudah itu jadi janin, bayi, disusui dan disapih hingga akhirnya jadi kuat yang ditandai dengan bentuk tubuhnya yang muda dan bugar. Namun sesudah itu jadi tua dan kembali lemah. Tandanya  adalah ada uban di kepala, padahal seluruh rambut manusia pada awalnya hitam.

Bagi manusia yang mengerti filosofi uban, dia memahami benar maksud sabda Nabi, “Uban adalah cahaya bagi seorang mukmin. Tidaklah seseorang beruban walaupun sehelai dalam Islam melainkan setiap ubannya akan dihitung sebagai suatu kebaikan dan akan meninggikan darjatnya.” (HR. Baihaqi). Dalam riwayat lain disebutkan bahwa uban adalah cahaya Allah. Oleh  karena itu Allah enggan membakar cahaya-Nya (orang beruban) dengan api-Nya (neraka).

Ada lagi ayat yang senada dengan kedua ayat di atas, yakni “Allah menciptakan kamu, kemudian mewafatkan kamu dan di antara kamu ada yang dikembalikan kepada umur yang paling lemah (pikun), supaya dia tidak mengetahui lagi sesuatupun yang pernah diketahuinya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Mahakuasa.”  (QS. al-Nahl/16: 70). Apa pentingnya ayat-ayat serupa  ini bagi manusia?

Menurut Syaikh Nawawi,  ayat-ayat di atas hendak menyatakan secara tegas  bahwa keadaan lemah, kuat, muda, dan tua bukanlah terjadi secara alami, melainkan terjadi karena kehendak Allah yang tak bisa ditunda. Setiap daur kehidupan itu menjadi bukti  otentik yang menunjukkan bahwa Allah Maha Mengetahui dan Mahakuasa. Buktinya, adakah manusia yang kuasa menolak tua?

Secara lebih rinci, dengan  ayat-ayat di atas Allah hendak bertanya secara retoris, siapakah yang berkuasa atas manusia, seperti pada ujung ayat 68 surat Yasin di atas. Jadi, lanjut Syaikh Nawawi, Allah mampu membuat manusia jadi kuat dari yang asalnya lemah hingga jadi lemah kembali. Pun bentuk dari nutfah, janin, bayi, muda, lalu tua. Untuk itu Allah bertanya, “Apakah mereka tidak memikirkan?”

Saatnya kita jalani daur kehidupan ini dengan khusyuk, penuh syukur, dan sabar. Tak ada pilihan lain bagi kita. Semoga sepanjang daur kehidupan yang kita jalani   terasa bahagia.

Penulis: Dr. KH. Syamsul Yakin MA.,  Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung,  Kota Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *