Mengapa Tafsir Jalalain Mendominasi Pesantren Indonesia? Metode Ijmali dan Bahasa Sederhana Jadi Kunci

Tafsir Jalalain Pesantren

Milenianews.com, Mata Akademisi – Melintasi halaman-halaman kitab kuning di berbagai pesantren Nusantara, satu nama selalu terdengar di serambi-serambi pondok: Tafsir Jalalain. Jika seseorang pernah menginjakkan kaki di pesantren Indonesia, hampir bisa dipastikan kitab tafsir yang paling sering ditemukan di rak-rak pesantren adalah karya monumental ini.

Kitab ringkas ini seolah menjadi “teman wajib” bagi para santri dalam menjelajahi kandungan Al-Qur’an. Namun pertanyaan penting muncul: mengapa kitab ini mendominasi dibandingkan tafsir lain yang jauh lebih tebal, lebih rinci, atau bahkan lebih populer di Timur Tengah?

Jawabannya terletak pada dua faktor besar: metode penafsiran yang global dan mudah dipahami, serta bahasa Arabnya yang ramah untuk pemula. Dua faktor ini menjadikan Tafsir Jalalain bukan sekadar bacaan tafsir, melainkan gerbang strategis pembuka pemahaman Al-Qur’an di pesantren sebelum santri melangkah ke kitab yang lebih kompleks.

Esai ini membahas bagaimana kesederhanaan metode dan kepraktisan bahasa menjadikan Tafsir Jalalain mendominasi kurikulum pesantren Indonesia sejak masa kolonial hingga zaman modern.

Asal-Usul dan Karakter Tafsir Jalalain di Pesantren Indonesia

Tafsir Jalalain merupakan karya dua ulama besar: Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi. Kitab ini telah menjadi bacaan utama di pesantren dan digunakan secara luas sejak abad ke-19. Dominasi ini terjadi karena kitab tersebut memakai metode penafsiran umum, padat makna, serta menggunakan bahasa Arab sederhana yang mudah dipahami santri pemula.

Melalui metode ini, proses pengajaran menjadi efektif karena santri dari berbagai latar belakang pendidikan dapat mengikuti pembahasan tanpa hambatan bahasa. Kesederhanaan struktur teksnya dinilai sangat cocok dengan tradisi keilmuan pesantren yang menekankan pemahaman langsung terhadap pesan Al-Qur’an.

Menurut berbagai penelitian, kepopuleran kitab ini juga berkaitan erat dengan tradisi ulama Nusantara yang pernah belajar di Timur Tengah, kemudian membawa kitab ini pulang dan mengajarkannya secara turun-temurun di Nusantara.

Selain itu, kesesuaian Tafsir Jalalain dengan manhaj Ahlussunnah wal Jamaah menjadikannya diterima luas sebagai bacaan ideologis dan akademik di lingkungan pondok pesantren.

Metode Ijmali: Kunci Kemudahan Memahami Al-Qur’an

Metode penafsiran ijmali merupakan fondasi pendekatan Tafsir Jalalain. Metode ini bersifat ringkas, langsung pada inti makna ayat, serta tidak membebani pembaca dengan detail linguistik yang berlebihan.

Al-Mahalli menyatakan bahwa metode ini dirancang agar pembaca memahami pesan ayat tanpa terjebak perincian teknis, sedangkan menurut al-Farmawi, tafsir ijmali sangat sesuai bagi santri pemula yang baru memasuki dunia tafsir.

Dalam konteks pesantren, pendekatan ijmali membantu santri memahami pesan Al-Qur’an secara organik. Mereka dapat menguasai makna ayat terlebih dahulu sebelum belajar ilmu alat seperti balaghah, nahwu, atau qira’at tingkat tinggi.

Metode ini telah terbukti efektif sebagai “jembatan pertama” bagi santri dalam memahami ayat Al-Qur’an.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Bahasa yang Sederhana dan Aksesibel untuk Santri

Selain metode ringkas, bahasa yang digunakan di dalam Tafsir Jalalain juga menjadi faktor utama kesuksesan kitab ini.

Walaupun disusun dalam bahasa Arab, gaya bahasa yang digunakan oleh al-Mahalli dan as-Suyuthi cukup sederhana dan langsung, sehingga dapat dipahami oleh santri yang masih mempelajari dasar-dasar bahasa Arab.

Tujuan penyusunan bahasa yang sederhana ini adalah agar santri dapat memahami struktur ayat tanpa hambatan linguistik. Oleh karena itu, kitab ini diminati oleh santri yang berasal dari latar pendidikan berbeda, termasuk mereka yang belum kuat dalam gramatika Arab.

Kemudahan bahasa ini membuat Tafsir Jalalain bertahan sepanjang generasi dan menyebar luas di pesantren seluruh Nusantara.

Kesesuaian dengan Ideologi Keagamaan Pesantren

Kesesuaian Tafsir Jalalain dengan ideologi Ahlussunnah wal Jamaah (Aswaja) menjadi alasan lain dominasi kitab ini di pesantren.

Tafsir Jalalain tidak hanya menjadi sumber ilmu, tetapi juga simbol identitas keilmuan pesantren yang menekankan aqidah lurus dan metode pembelajaran bertahap.

Hal ini memperkuat posisi Tafsir Jalalain bukan sekadar bacaan akademik, tetapi juga bagian dari tradisi, budaya, dan struktur identitas pesantren Indonesia.

Studi Kasus Praktik di Pesantren Daarul Rahman

Pengalaman langsung penulis ketika belajar di Pondok Pesantren Daarul Rahman 3 memberikan gambaran nyata tentang keberhasilan metode ijmali.

Kajian Tafsir Jalalain dimulai dengan pembacaan ayat Al-Qur’an beserta tafsirnya. Para santri kemudian mengharokati teks tafsir yang belum lengkap untuk melatih kebahasaan Arab. Proses dilanjutkan dengan penjelasan lisan dari ustaz atau kiai, yang berfungsi mengarahkan pemahaman santri pada makna inti ayat.

Metode ini menunjukkan bahwa unsur teori dan praktik berjalan seimbang.

Masa Depan Tafsir Jalalain di Pesantren

Kesuksesan Tafsir Jalalain dalam kurikulum pesantren Indonesia berasal dari dua hal utama:

  1. metode penafsiran ijmali yang sederhana,

  2. bahasa Arabnya yang mudah dipahami.

Kedua hal tersebut membuat Tafsir Jalalain bertahan dari generasi ke generasi.

Ke depan, kurikulum pesantren dapat mengembangkan pembelajaran Tafsir Jalalain dengan pendekatan kontekstual dan media digital. Dengan demikian, santri dapat memahami tafsir tidak hanya secara tekstual, tetapi juga relevansinya terhadap tantangan zaman modern.

Penulis: Arfah Lisa’adatiddaroin, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube Milenianews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *