Mata Akademisi, Milenianews.com – Muhammad Abduh adalah seorang ulama dan pemikir besar asal Mesir yang hidup pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Ia dikenal sebagai pelopor gerakan pembaruan dalam Islam, khususnya dalam bidang pemikiran dan pendidikan. Beliau juga pernah menjabat sebagai Mufti Agung Mesir pada tahun 1899 hingga wafat pada tahun 1905 di Kairo. Melalui ide-idenya, Abduh berusaha menyesuaikan ajaran Islam dengan kemodernan dan ilmu pengetahuan.
Salah satu aspek penting dari pemikirannya adalah gagasan mengenai penghapusan sistem taqlid buta dan jumud dalam berpikir. Menurutnya, taqlid tidaklah pantas dilakukan oleh manusia, karena dalam setiap tindakan yang dilakukan, haruslah ada proses berpikir di dalamnya—bukan semata-mata hanya mengikuti tanpa pemahaman. Sedangkan jumud, menurut Muhammad Abduh, menjadikan umat Islam tidak berkembang. Karena itulah, ia mencetuskan gagasan pembaruan demi membebaskan umat Islam dari kebekuan berpikir akibat tradisi yang tidak sesuai.
Baca juga: Ekonomi Islam ala Umer Chapra sebagai Solusi untuk Dunia yang Lebih Adil
Pembaharuan Muhammad Abduh yang sangat berpengaruh adalah dalam bidang pendidikan. Dalam pembaruan ini, ia memiliki beberapa gagasan yang digunakan untuk mengubah sistem pendidikan yang ada sebelumnya. Menurut Komaruzaman, secara garis besar gagasan Muhammad Abduh dalam bidang pendidikan meliputi penghapusan dikotomi dalam pendidikan dan pembentukan kurikulum untuk setiap jenjang pendidikan. Kedua gagasan ini sama-sama memiliki pengaruh besar terhadap kemajuan pendidikan.
Penghapusan Dikotomi Ilmu Agama dan Umum
Peniadaan dikotomi dalam pendidikan merupakan hal yang penting. Muhammad Abduh berpendapat bahwa salah satu faktor penyebab keterbelakangan umat Islam dalam pendidikan adalah adanya pandangan dikotomis yang dianut umat Islam. Ia juga menyatakan bahwa pengetahuan agama dan pengetahuan umum memiliki urgensi yang seimbang dalam mengatasi persoalan tersebut. Oleh karena itu, Abduh melahirkan gagasan pembaruan untuk memadukan kurikulum pendidikan Islam dengan kurikulum pendidikan modern.
Perpaduan antara ilmu agama dan ilmu umum ini bertujuan untuk menghilangkan dikotomi tersebut. Dengan begitu, akan hilang pula jurang pemisah antara kaum ulama dan para ilmuwan modern. Gagasan ini juga mendukung para pelajar Muslim untuk dapat bertahan di tengah perkembangan zaman.
Pengetahuan-pengetahuan umum yang diperoleh akan sangat membantu dalam beradaptasi dengan era modern, sehingga umat Islam tidak kaku terhadap perkembangan teknologi maupun ilmu pengetahuan. Di sisi lain, pengetahuan agama yang diperoleh tetap penting untuk menjaga perilaku pelajar Muslim agar tetap berpegang teguh pada nilai-nilai keislaman.
Di era modern ini, setiap pelajar tidaklah cukup jika hanya memiliki pengetahuan luas atau keunggulan akademik. Pemahaman akan moral yang baik juga sangat penting demi menjaga perilaku di tengah perkembangan zaman. Karena itu, Muhammad Abduh menekankan pentingnya penanaman nilai-nilai moral dan keagamaan sejak usia dini. Untuk mewujudkan hal ini, ia merancang sistem kurikulum pada setiap jenjang pendidikan.
Komaruzzaman memaparkan bahwa penyusunan kurikulum pembaruan oleh Muhammad Abduh terbagi menjadi tiga, yaitu: kurikulum tingkat Sekolah Dasar, tingkat Menengah Atas, dan tingkat Perguruan Tinggi (yang pada masa itu diterapkan di Universitas Al-Azhar).
Ketiga kurikulum ini memiliki tujuan berbeda di setiap tingkatannya. Kurikulum Sekolah Dasar berfokus pada pembentukan dasar jiwa keagamaan, menjadikan pelajaran agama sebagai inti dari semua mata pelajaran. Dengan demikian, terbentuklah anak-anak yang memiliki pondasi keagamaan kuat untuk menghadapi berbagai tantangan perkembangan zaman.
Menurut Nata, pengembangan dalam kurikulum tingkat Menengah Atas atau sekolah kejuruan mencakup pelajaran manthiq dan falsafah yang belum dipelajari pada tingkat sebelumnya. Selanjutnya, dalam kurikulum tingkat Perguruan Tinggi, Muhammad Abduh memasukkan ilmu filsafat, logika, serta ilmu pengetahuan modern. Dengan perkembangan kurikulum tersebut, diharapkan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat melalui para sarjana yang berpikir kritis, komprehensif, progresif, serta tetap seimbang dengan ajaran Islam.
Karena tujuan utama dari gagasan pembaruan pendidikan Muhammad Abduh adalah mengatasi ketertinggalan umat Islam, ia menekankan pentingnya pembaruan dalam pemikiran. Pembaruan ini mencakup penghapusan konsep taqlid dan pengedepanan rasionalitas dalam segala hal. Pemikiran Muhammad Abduh mengenai pentingnya rasionalitas sangat relevan dalam dunia pendidikan. Ia menekankan bahwa ajaran Islam tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan modern, dan bahwa akal manusia dapat digunakan secara maksimal untuk memahami ilmu agama dan ilmu duniawi.
Melalui gagasan tentang pentingnya rasionalitas, Muhammad Abduh melakukan perbaikan pada sistem dan metode pengajaran. Salah satu perbaikan itu adalah penggunaan metode diskusi dalam proses belajar-mengajar. Metode ini membantu membangun pola pikir pendidikan yang menghargai nalar, kebebasan berpikir, dan sikap kritis—yang pada akhirnya membentuk masyarakat yang lebih demokratis dan maju.
Pengaruh Gagasan Abduh di Dunia Islam
Abdul Malik Usman dan Mardan Umar menyatakan bahwa gagasan pembaruan dan modernisasi Muhammad Abduh mulai menggema hampir di seluruh negeri Muslim pada awal abad ke-20 Masehi. Indonesia pun tidak luput dari pengaruh modernisasi ini. Penyebarannya terjadi melalui majalah Al-Manar, serta interaksi antara tokoh-tokoh Islam di Indonesia dengan tokoh-tokoh Islam Timur Tengah, terutama dari Arab Saudi dan Mesir.
Dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, gagasan Muhammad Abduh memiliki pengaruh yang signifikan. Sebagaimana dinyatakan oleh Dr. Arbiyyah Lubis melalui hasil tesisnya, terdapat pengaruh gagasan pembaruan pendidikan Muhammad Abduh dalam sistem pendidikan Muhammadiyah. K.H. Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah, merupakan tokoh yang sangat terinspirasi oleh pemikiran Abduh, terutama dalam hal reformasi pendidikan.
Dalam sistem pendidikan Muhammadiyah, ia memasukkan pelajaran umum seperti matematika, ilmu pengetahuan alam, sejarah, dan bahasa asing ke dalam kurikulum madrasah—sejalan dengan gagasan Muhammad Abduh tentang pentingnya memadukan ilmu agama dan ilmu dunia.
Di era modern ini, tidak hanya Muhammadiyah yang mengadopsi gagasan pembaruan pendidikan Muhammad Abduh. Banyak yayasan Islam atau pondok pesantren juga mengadopsinya, meski tidak sepenuhnya. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya sekolah yang memadukan pendidikan keagamaan dengan keilmuan umum lainnya. Langkah ini dilakukan sebagai upaya merespons tantangan zaman dan menghindari keterbelakangan umat Islam dalam bidang ilmu pengetahuan.
Baca juga: Relevansi Pemikiran Teologi Muhammad Abduh Di Era Kontemporer: Melampaui Sekedar Identitas Keislaman
Jika ditinjau kembali, gagasan pembaruan pendidikan Muhammad Abduh sejalan dengan nilai-nilai dasar sistem pendidikan nasional Indonesia yang mengarah pada perkembangan manusia secara menyeluruh. Pendidikan di Indonesia tidak hanya bertujuan membentuk siswa yang cerdas secara intelektual, tetapi juga memiliki karakter moral dan spiritual. Hal ini tercermin dalam kurikulum nasional yang mencakup pendidikan agama, Pancasila, dan kewarganegaraan, di samping mata pelajaran umum lainnya.
Dapat disimpulkan bahwa ide pembaruan pendidikan yang diusulkan Muhammad Abduh berperan sangat penting bagi umat Islam, baik di negara Timur Tengah maupun di Indonesia. Gagasannya telah mendorong lahirnya sistem pendidikan Islam modern yang tidak hanya mengajarkan ajaran agama, tetapi juga mempersiapkan seseorang untuk menghadapi tantangan dunia modern. Pemikiran Muhammad Abduh menjadi landasan penting dalam upaya menciptakan generasi Muslim yang religius sekaligus rasional, serta mampu berperan aktif dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik bangsa.
Penulis: Mabda Dzikara, Dosen serta Fathma Mufidah Apriliani, Sahza Melanie Alzena, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.