Milenianews.com, Mata Akademisi– Secara eskatologis, kepemimpinan berpengaruh hingga kehidupan sesudah kematian. Nabi bersabda, “Seseorang yang ditugaskan oleh Allah untuk memimpin rakyat, kalau dia tidak memimpin rakyat itu dengan jujur, niscaya dia tidak memperoleh bau surga.” (HR. Bukhari).
Pemimpin yang bakal masuk surga adalah yang jujur. Tidak hanya untuk dirinya, namun ia juga dapat mengajak dan memimpin rakyatnya untuk masuk surga bersama.
Secara psikologis, pemimpin haruslah seorang yang jujur. Karena seperti sabda Nabi, “Jujur adalah ketenangan dan bohong adalah keraguan.” (HR. Turmudzi).
Secara administratif, seorang pemimpin haruslah juga seorang yang ahli. Nabi bersabda, “Apabila perkara (urusan) diserahkan kepada selain ahlinya, maka nantikanlah kiamat/kehancuran.“ (HR. Bukhari).
Satu ciri khas orang beriman adalah jujur (tidak pernah berbohong). Dalam hadits Imam Turmudzi, diceritakan tentang seorang sahabat yang bertanya kepada Nabi dengan tiga pertanyaan. Pertama, “Wahai Rasulullah, apakah orang beriman itu bisa mencuri?” Nabi menjawab, “Bisa. Orang beriman bisa mencuri.”
Kedua, sahabat itu bertanya lagi, “Wahai Rasulullah, apakah orang beriman itu bisa berzina?” Nabi juga membenarkan. Orang beriman mungkin bisa khilaf dan tersungkur berbuat zina.
Ketiga, “Wahai Rasulullah, apakah orang beriman itu bisa berbohong?”tanya sahabat itu lagi. Kali ini jawaban Nabi berbeda,“Tidak!”, seru Nabi.
Namun bisa saja seorang yang jujur dianggap pembohong dan begitu juga sebaliknya. Persis seperti sebuah prediksi Nabi dalam hadits Imam Ibnu Majah, “Akan datang menimpa manusia tahun-tahun yang penuh tipu daya, di masa itu para pembohong dibenarkan sedangkan orang-orang jujur didustakan.”
Di masa itu para pengkhianat dipercaya sedangkan orang yang terpercaya justru dianggap pengkhianat. Pada masa itu muncul Ruwaibidhah. Ditanyakan, “Apa itu Ruwaibidhah?” Nabi menjawab, “Seorang yang bodoh (yang dipercaya berbicara) tentang urusan public.”
Maka secara eksistensial tidak bisa disangkal, dalam sebuah negara berlaku jujur adalah keniscayaan. Bukan hanya pemimpinnya, tapi rakyat di seantero negeri. Nabi berpesan, “Tetaplah berlaku jujur. Karena sungguh kejujuran membawa kepada kebaikan. Sungguh, kebaikan membawa ke surga. Orang yang senantiasa jujur dan berusaha untuk selalu jujur, akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang yang selalu jujur.
Jauhilah kedustaan. Karena kedustaan itu membawa kepada kemaksiatan. Sedangkan kemaksiatan itu sendiri membawa ke neraka. Orang yang senantiasa berdusta dan selalu berdusta, hingga akhirnya ditulis di sisi Allah sebagai seorang pendusta.” (HR. Bukhari- Muslim). Jelaslah, jujur membawa kebaikan, tidak hanya di dunia tapi juga di akhirat.
Untuk mereka yang hari ini tengah berkontestasi, hendaklah memperhatikan doa Nabi yang bersumber dari Aisyah berikut ini, “Ya Allah, siapa saja yang menjadi penguasa umatku, lalu ia menyulitkan mereka, maka timpahkanlah kesulitan kepadanya. Siapa saja yang menjadi penguasa umatku, lalu ia menyayangi mereka, maka sayangilah dia.” (HR. Muslim).
Selamat datang pemimpin jujur hasil pemilu serentak 2024.
Penulis: Dr. KH. Syamsul Yakin MA., Pengasuh Pondok Pesantren Darul Akhyar Parung Bingung, Kota Depok