Memahami 8 Tahapan Perencanaan Audit dan Fungsinya

Milenianews.com, Mata Akademisi– Audit atau pemeriksaan merupakan kegiatan peninjauan ulang atas data data yang konkret dalam laporan keuangan suatu perusahaan untuk memastikan apakah laporan keuangan yang telah disajikan oleh organisasi atau perusahaan tersebut telah akurat.  Oleh karena itu, pelaksanaan audit harus dilakukan oleh pihak auditor yang berkompeten, bersifat objektif, kritis dan tidak saling memihak.

Dalam proses auditing terdapat beberapa tahapan  perencanaan audit yang perlu dilakukan oleh auditor agar proses yang dijalankan ketika mengaudit suatu klien berjalan dengan baik dan terstruktur. Berikut delapan  tahapan perencanaan audit:

  1. Menerima klien dan melakukan perencanaan awal.

Dalam tahapan awal ini hal yang perlu dilaukan adalah:

  • Memutuskan apakah akan menerima klien baru atau melanjutkan dengan klien lama untuk dilakukanya audit (perikatan baru dan perikatan lama). Jika menerima klien baru maka auditor harus mengenal kliennya dengan cara:
  1. Melakukan survei kepada klien. Dari survei ini auditor akan mengetahui background klien apa, siapa komisarisnya, bagaimana direksinya, bagaimana kode etik diperusahaan tersebut, informasi pengendalian internalnya. Setelah dilakukan survei, auditor mampu mendeteksi risiko apa saja yang terjadi.
  2. Komunikasi dengan auditor sebelumnya. Yaitu dengan mengirimkan surat tertulis yang di  dalamnya menanyakan apakah ada profesional isu atau keberatan profesional jika auditor yang baru melakukan perikatan dengan klien tersebut. Disini auditor akan mendapatkan informasi tentang integritas klien apakah ada permasalahan perbedaan prinsip.
  3. Informasi dari pihak ketiga. Auditor rharus lebih mengenal tentang klien melalui orang ketiga seperti anak perusahaannya atau dari internal.
  • Auditor harus memenuhi syarat-syarat mengenai penugasan yang diberikan oleh klien.
  • Setelah itu, strategi audit dikembangkan secara menyeluruh dengan membentuk tim kelompok yang sesuai dengan keahlian di bidangnya.
  1. Memahami bisnis yang dijalankan oleh klien; auditor harus memahami industri dan lingkungan eksternalnya, operasi dan prosesnya, manajemen dan tata kelola, pahami startegi dan tujuan yang berkaitan dengan reabilitas laporan keuangan, efektivitas dan efesiensi operasi serta ketatan pada hukum. Selain itu, pengukuran kinerja yaitu memahami indikator apa yang digunakan oleh klien tujuannya untuk mendeteksi froud (kecurangan) terkait pencapaian kinerja.
  2. Menilai risiko dan bisnis klien; dari penilaian ini didapat apakah risiko salah saji material dalam laporan keuangan menentukan inherent risk (risiko bawaan), financial risk (risiko keuangan), dan control risk (kontrol risiko).
  3. Melakukan prosedur analitis akrual; yaitu dengan cara membandingkan rasio-rasio keuangan klien dengan data industri, bandingkan data tahun lalu dengan data periode berjalan.
  4. Tetapkan materialitas dan nilai risiko audit yang dapat diterima atau risiko yang berasal dari bawaan.
  5. Memahami pengendalian internal dan menilai risiko dari pengendalian internal; komponen yang perlu dilakukan dalam pengendalian internal terdapat empat proses yaitu aktivitas pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi serta pemantauan.
  6. Kumpulkan informasi untuk menilai seberapa kecil atau besar risiko penipuan; yaitu dengan cara auditor harus mengumpulkan informasi dan mengunjungi ke perusahaan klien dan mengidentifikasi pihak-pihak yang berhubungan atau terkait di dalamnya
  7. Mengembangkan rencana audit secara keseluruhan dan proggram auditnya

Penulis: Sainah,  Mahasiswa STEI SEBI Depok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *