Milenianews.com, Mata Akademisi – Kata “asuransi” sudah tidak asing lagi bagi kita, namun tidak banyak juga orang yang paham akan asuransi tersebut. Dengan berasuransi, kita dapat memberikan proteksi atas hal yang tidak kita inginkan seperti kehilangan.
Ketika seseorang mengasuransikan kendaraannya dan kendaraan tersebut hilang atau mengalami kerusakan akibat keceelakaan, maka pihak asuransi akan memberikan klaim atau kompensasi dana atas kendaraannya, dan pihak yang berasuransi tidak akan merasa berat dengan hilang atau rusaknya motor karena mendapat klaim tersebut. Begitu juga dengan Kesehatan jika seseorang berasuransi dengan jenis asuransi kesehatan, maka ketika mengalami musibah dengan sakit keras atau kecelakan akan mendapatkan klaim dana untuk membantu pengobatannya (AXA Insurance, 2023)
Akan tetapi dari sekian banyak manfaat asuransi yang dapat dirasakan, masih banyak orang yang enggan untuk berasuransi. Ini disebabkan oleh salah satunya kendala agama seperti asuransi mengandung gharar atau semua rezeki sudah diatur dan dijamin oleh Yang Mahakuasa. Untuk memberikan pemahaman atas kesalahpahaman banyak orang, di sini akan dijelaskan terkait perbedaan asuransi syariah dan konvensional sehingga siapa saja yang merasa bahwa asuransi tidak sesuai syariah akan lebih mengerti.(OJK, n.d.)
- Dari sisi Akad
Di dalam asuransi konvensional, kontrak perjanjian diterapkan menggunakan akad tabadduli (jual beli) atau mu’awadhah (pertukaran. Perusahaan asuransi menyediakan produk asuransi untuk dibeli dengan sejumlah uang yang disebut premi oleh para peserta asuransi. Akad tabadduli atau mua’awadhah di dalamnya terdapat beberapa syarat, yaitu:
1). Jumlah pembayaran harus jelas
2). Lamanya waktu pembayaran harus jelas
3). Objek yang dilakukan harus jelas.
Ketika ada salah satu dari syarat diatas tidak terpenuhi, maka akad tersebut mengandung gharar (ketidakjelasan). Gharar yang terjadi pada perusahaan dalah ketika premi yang akan dibayarkan peserta tidak pasti , perusahaan tidak mengetahui kapan terjadinya musibah walapun diawal premi sudah ditentukan harganya.
Sementara bagi peserta, ia tidak mengetahui besaran premi dan lamanya pembayaran premi. Ada yang baru sekali membayar sudah mendapat uang pertanggungan karena ada musibah, ada juga yang sampai akhir masa kontrak tidak mendapat apa-apa karena tidak ada musibah menimpanya. Untuk terjadinya waktu musibah itu datang sehingga uang tertaggung diberikan juga tidak bisa di prediksi, itulah sebab-sebab gharar/ ketidakjelasan yang terjadi pada akad tabadduli/mu’awadhah yang di terapkan oleh asuransi konvensional.
Sedangkan dalam asuransi syariah, akad yang di gunakan adalah akad tabarru’. Di dalam akad tabarru’ yang berlaku akad hibah juga di dalamnya memiliki ketentuan sebagai berikut:
1). Akad tabarru’ tidak mensyaratkan adanya kepastian dalam waktu pembayaran, jumlah pembayaran serta objek yang ditransaksikan, karena akad tabarru’ adalah tolong menolong bukan jual beli (tabadduli).
2). Akad tabarru’ tidak mensyaratkan kepastian mendapat manfaat, atau ketidak pastian resiko/ atau musibah itu datang sehingga tidak ada unsur gharar di dalamnya walaupun ada ketidak pastian karena akadnya tolong menolong bukan jual beli sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
- Mekanisme pengelolaan risiko
Dalam kontrak asuransi konvensional, perusahaan mengikatkan diri dengan peserta asuransi untuk menanggung risiko yang dialami oleh peserta yang waktunya tidak pasti di masa depan. Dengan ketentuan bahwa peserta membayar premi yang jumlahnya tidak pasti tergantung dari kapan terjadinya risiko tersebut praktitk ini di sebut transfer of risk (pemindahan resiko). Di dalam praktik pemindahan resiko terjadi unsur maisir di dalamnya.
Jika seorang peserta membayar beberapa premi asuransi dan kemudian mengalami risiko, jika menerima jumlah pertanggungan yang melebihi total premi yang telah dibayarkannya, maka peserta akan mendapatkan keuntungan. Namun, jika masa kontrak berakhir tanpa peserta mengalami risiko dan tidak menerima uang pertanggungan, perusahaan asuransi akan mendapat untung sementara peserta mengalami kerugian. Selanjutnya, jika peserta mengundurkan diri sebelum masa kontrak berakhir karena tidak mampu membayar premi, peserta tidak akan mendapatkan pengembalian premi yang sudah dibayarkan, atau dengan kata lain, premi tersebut akan hilang. Itulah yang dilarang oleh syariat.
Untuk mengklarifikasi pengelolaan dana premi asuransi dalam asuransi syariah, premi peserta asuransi dibagi menjadi dua kategori, yaitu dana tabarru’ dan dana tijari (komersial). Dana tabarru’ digunakan untuk membantu sesama peserta seperti pembayaran klaim, cadangan dana tabarru’, dan reasuransi syariah. Di sisi lain, dana tijari digunakan untuk membiayai operasional perusahaan asuransi syariah.
Sebagian dari dana tabarru’ yang dikelola oleh perusahaan asuransi juga dapat dialokasikan ke perusahaan reasuransi syariah. Dengan menerapkan prinsip sharing of risk dan membagi dana premi asuransi menjadi dana tabarru’ dan dana tijari, transaksi asuransi syariah dapat terhindar dari unsur maisir atau perjudian, karena tidak ada pihak yang diuntungkan dengan merugikan pihak lain.
- Mekanisme pengelolaan dana
Di dalam mekanisme pengelolaan konvensional dana premi yang dibayarkan peserta oleh perusahaan asuransi berikut surplus dan hasil investasinya hanya menguntungkan pihak perusahaan. Adanya riba fadl Ketika terjadi ketidakseimbangan antara premi yang dibayarkan peserta dengan uang pertanggungan yang dibayarkan perusahaan asuransi. Demikian juga dengan ketentuan dana hilang atau hangus bagi peserta yang tidak meneruskan pembayaran preminya, akan menjadi milik perusahaan seutuhnya. Seluruh hal ini hanya menguntungkan pihak perusahaan asuransi, sehingga tidak sesuai dengan ssyariah.
Dalam asuransi syariah, peserta asuransi merupakan pemilik sepenuhnya dari dana premi (shahibul maal), sedangkan perusahaan asuransi berperan sebagai pemegang amanah (mudharib) yang bertugas mengelola dana peserta asuransi. Keuntungan dari investasi selanjutnya akan dibagi antara perusahaan asuransi dan peserta asuransi berdasarkan nisbah atau pembagian yang telah disepakati. Dalam mekanisme ini, terdapat pendekatan yang lebih dekat dengan prinsip keadilan yang sangat dianjurkan dalam sistem syariah (Bayinah et al., 2017).
Tabel asuransi syariah Vs asuransi konvensional
Asuransi Konvensional | Asuransi Syariah | |
Akad | Tabadduli (jual beli) | Tabarru’ (tolong-menolong) |
Premi | Pendapatan perusahaan | Kolektif peserta |
Resiko | Transfer og risk (pemindahan resiko) | Sharing of risk (pembagian resiko) |
Defisit | Ditanggung perusahaan | Qardh (di pinjamkan dari perusahaan)/menaikkan premi |
Surplus | Milik perusahaan seutuhnya | Cadangan Tabarru’/dibagi untuk peserta & pengelola |
Penulis: Solihatul Hidayah, Mahasiswa Jurusan Akuntansi Syariah STEI SEBI Depok.