Mata Akademisi, Milenianews.com – Pramono Anung merupakan Gubernur Jakarta yang lebih memilih pendekatan ala generasi muda. Dengan menggaet Ahmad Dekatama, atau Pasming Based, si seleb TikTok yang dikenal dengan konten jedag-jedug-nya, sosok yang menelahkan diri sebagai “Mas Pram” ini berhasil memantik atensi masyarakat sebagai gubernur asik dan kekinian.
Berpasangan dengan Rano Karno yang lekat dengan julukan “Si Doel” menjadi kolaborasi menarik di Pilkada 2024 silam. Kiprah Mas Pram dan Si Doel berhasil menggebrak Jakarta lintas generasi. Hal ini tentu menjadi strategi politik yang cerdas. Dengan mengikat batin warga lama lewat Rano serta merangkul milenial dan Gen Z lewat gaya Pramono, tentunya bukan tanpa risiko. Di balik kesan yang relatable, apakah kolaborasi lintas generasi ini benar-benar bertujuan merangkul untuk kebijakan yang lebih terukur, atau sekadar taktik politik yang sengaja didesain untuk meraup angka trending saja?
Baca juga: Tabarruk atau Tersesat? Membaca Fenomena Ali Gondrong dalam Bingkai Syariat
Cara komunikasi Pram dengan memanfaatkan media sosial seperti TikTok menjadi langkah awal yang jenius dalam menanamkan wajah gubernur agar tidak sekadar nongol di banner jalanan, tetapi juga nempel di FYP, sehingga orang-orang merasa lebih dekat ketika ingin mengadukan permasalahan di Jakarta—karena tinggal swipe dan ketik komentar di konten teratas. Meskipun respons keaktifan khalayak juga banyak membandingkan dengan Kang Dedi Mulyadi, yang juga aktif berselancar di media sosial, salah satunya juga TikTok.
Track Record Pram: Dari Partai hingga Blusukan Digital
Pramono Anung lahir pada tanggal 11 Juni 1963, dari pasangan R. Kasbe Prajina dan Sumarni, sebagai anak ketiga dari tujuh bersaudara. Sepak terjangnya di dunia perpolitikan Indonesia sudah jauh lebih lama dibanding viralnya ia di dunia per-TikTok-an.
Dari operasi belakang layar sebagai anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yang kemudian menjadi Wakil Sekjen DPP PDIP pada tahun 2000–2005, menjabat sebagai anggota DPR RI sejak 2009–2014, dan menjadi Sekretaris Kabinet Kerja di masa periode Presiden Joko Widodo pada tahun 2016–2019, hingga kini wajahnya telah tertanam sebagai Gubernur Jakarta yang diusung oleh partai pengasuhnya.
Sebagai gubernur yang aktif blusukan secara fisik dan dikonsumsi khalayak melalui platform digital, Pram berhasil membentuk citra unik sebagai politisi lama dengan gaya kekinian hingga mampu menyihir ruang virtual sebagai arena baru untuk agenda perpolitikan.
Ilmuwan komunikasi Harold Lasswell mengemukakan bahwa komunikasi dapat dipahami dengan menjawab lima pertanyaan mendasar: “Who says What in Which Channel to Whom with What Effect”—siapa, berbicara apa, menggunakan saluran apa, kepada siapa, dan dengan efek apa. Pada praktik Mas Pram misalnya, dengan rekam jejak sebagai politikus, ia menawarkan kebijakan-kebijakan untuk masalah yang dihadapi warga Jakarta.
Pramono menepati janji kampanye Pilkada 2024 untuk memberikan akses gratis transportasi umum kepada 15 golongan masyarakat di DKI Jakarta. Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah provinsi dalam menciptakan sistem mobilitas yang lebih inklusif, berkeadilan, dan berkelanjutan. Langkah ini diambil untuk meringankan beban ekonomi kelompok masyarakat rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, pelajar dari keluarga kurang mampu, dan pekerja berpenghasilan rendah agar mereka tetap dapat menjalani aktivitas harian tanpa terkendala biaya transportasi.
Kebijakan ini selaras dengan branding Pram pada saat kampanye, yaitu “politik riang gembira”—pendekatan politik yang menekankan keterlibatan langsung masyarakat, terutama kelompok muda dan rentan dalam proses pembangunan kota. Dengan memberikan akses gratis terhadap 15 golongan, Pramono secara konkret menerjemahkan narasi inklusifnya menjadi tindakan nyata yang langsung dirasakan manfaatnya oleh masyarakat bawah. Kebijakan ini menunjukkan bahwa Pram memiliki konsistensi antara citra yang dibangun saat kampanye dan arah kebijakan yang dijalankan setelah terpilih.
Pram berhasil menerapkan alur komunikasi Lasswell dengan konsisten. Ia membentuk branding sebagai sosok politisi yang transformatif dan mampu mengubah lima elemen komunikasi klasik menjadi tombak politik di era digital.
Sebagai seorang gubernur atau komunikator, Pram mengubah efek wajahnya dengan memanfaatkan jaringan partai yang dibungkus pesona layaknya influencer. Dengan menekankan substansi politik dalam kemasan relatable content, program-program populernya diyakini sebagai kebijakan pro-rakyat. Menggunakan saluran TikTok dan kolaborasi dengan influencer viral, Mas Pram bukan hanya melempar kebijakan asal “dapet suara rakyat”, tetapi memolesnya menjadi tontonan yang harus dikawal oleh khalayak.
Segmentasi lintas generasi secara baik dimanfaatkan oleh Pram sebagai alat untuk membangun demokrasi yang partisipatif. Dalam hal ini, dampak positifnya adalah keterlibatan masyarakat yang lebih masif dalam mengawasi kebijakan pejabat daerahnya.
Penulis: Saepullah, Dosen serta Lubna Syhahira Nurfadhela, Hilyatil Ishlah Matdoan, Mahasiswa Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta
Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.