Ilmu Bebas Nilai dan Tidak Bebas Nilai: Dialektika Objektivitas, Etika, dan Tantangan Sosial Kontemporer

ilmu bebas nilai

Milenianews.com, Mata Akademisi — Perdebatan mengenai ilmu sebagai bebas nilai merupakan salah satu diskursus klasik dalam filsafat ilmu. Gagasan ini berpijak pada asumsi bahwa ilmu pengetahuan harus berdiri secara netral, objektif, dan otonom dari berbagai nilai eksternal, seperti politik, agama, ideologi, maupun tekanan sosial tertentu. Ilmu tidak seharusnya tunduk pada kepentingan apa pun di luar pencarian kebenaran ilmiah itu sendiri.

Tujuan utama dari konsep ilmu bebas nilai adalah menjaga kemurnian kebenaran agar tidak terdistorsi oleh kepentingan subjektif. Ketika ilmu berada di bawah tekanan eksternal, kebenaran berpotensi dikorbankan demi kepentingan pragmatis. Oleh karena itu, ilmu bebas nilai menuntut kejujuran intelektual, rasionalitas, netralitas, serta kebebasan akademik. Secara teoritis, ilmu memang idealnya bergerak dalam koridor objektivitas metodologis.

Ilmu sebagai Bebas Nilai

Dalam pandangan ilmu bebas nilai, eksplorasi terhadap alam dan realitas dipandang sah sejauh dilakukan demi kepentingan ilmu itu sendiri. Aktivitas ilmiah dibenarkan tanpa harus terlebih dahulu mempertimbangkan implikasi moral atau sosialnya, meskipun dalam praktiknya eksplorasi tersebut terkadang berdampak negatif terhadap lingkungan dan kehidupan manusia.

Konsep bebas nilai dimaksudkan sebagai tuntunan normatif agar setiap kegiatan ilmiah dilaksanakan berdasarkan hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Para pendukung pandangan ini meyakini bahwa ilmu memiliki nilai internal yang khas, seperti objektivitas, konsistensi logis, dan verifikasi empiris. Oleh karena itu, kegiatan ilmiah dilakukan dengan menjunjung tinggi nilai-nilai khas keilmuan, bukan nilai eksternal yang bersifat ideologis atau politis.

Ilmu sebagai Tidak Bebas Nilai

Berbeda dengan pandangan sebelumnya, konsep ilmu tidak bebas nilai menegaskan bahwa setiap aktivitas ilmiah selalu terkait dengan nilai, kepentingan, dan konteks sosial tertentu. Ilmu tidak pernah lahir dalam ruang hampa, melainkan berkembang dalam struktur sosial yang sarat kepentingan.

Dalam perspektif ini, terdapat tiga kepentingan utama yang melandasi pengembangan ilmu pengetahuan, yaitu kepentingan teknis (menguasai dan mengendalikan alam), kepentingan praktis (memahami realitas sosial), dan kepentingan emansipatoris (membebaskan manusia dari dominasi dan penindasan).

Ilmu, dengan demikian, tidak hanya dipandang sebagai produk rasional yang steril dari nilai, tetapi juga sebagai refleksi dari kebutuhan, tujuan, bahkan relasi kekuasaan manusia. Klaim netralitas ilmu sering kali dianggap sebagai ilusi, sebab di balik objektivitas metode ilmiah tersimpan kepentingan tersembunyi yang memengaruhi arah riset, pendanaan, dan penerapan hasil penelitian.

Baca juga: Qirā’at QS. Al-Ahzab: 33 dan Ruang Karir Perempuan dalam Perspektif Matan Syatibi

Sintesis Ilmu Bebas Nilai dan Tidak Bebas Nilai

Dikotomi antara ilmu bebas nilai dan ilmu tidak bebas nilai seharusnya tidak dipahami sebagai pertentangan yang saling meniadakan. Keduanya justru dapat dibaca sebagai dua dimensi yang saling melengkapi. Secara metodologis, ilmu tetap dituntut untuk objektif, rasional, dan jujur demi menjaga validitas kebenaran ilmiah.

Namun secara aksiologis dan praksis, ilmu tidak dapat dilepaskan dari nilai, etika, serta tanggung jawab sosial. Dengan kata lain, ilmu idealnya bebas nilai dalam proses pencarian kebenaran, tetapi tidak boleh bebas nilai dalam penerapan dan dampaknya bagi manusia. Ilmu yang berkembang tanpa kesadaran etis justru berpotensi menjadi alat penindasan dan kerusakan, bukan pembebasan dan kemaslahatan.

Korelasi Ilmu dengan Fenomena Sosial Kontemporer

Dalam kehidupan modern, relasi antara ilmu dan nilai semakin tampak nyata. Perkembangan teknologi digital, kecerdasan buatan (AI), media sosial, rekayasa genetika, hingga industri farmasi menunjukkan bahwa ilmu tidak lagi berada di menara gading akademik, melainkan terlibat langsung dalam dinamika sosial, politik, dan ekonomi.

Media sosial, misalnya, merupakan produk ilmu dan teknologi yang pada awalnya dikembangkan untuk memudahkan komunikasi. Namun dalam praktiknya, teknologi ini juga dimanfaatkan untuk manipulasi opini publik, penyebaran hoaks, propaganda politik, serta eksploitasi data pribadi. Fenomena ini menunjukkan bahwa ilmu yang secara teoritis bebas nilai, dalam praktiknya justru sarat kepentingan ekonomi dan kekuasaan.

Hal serupa terlihat dalam bidang kesehatan. Riset vaksin dan obat-obatan selama pandemi COVID-19 memperlihatkan bahwa ilmu sangat dibutuhkan demi keselamatan manusia, namun tetap tidak terlepas dari kepentingan industri, paten, dan politik global.

Ilmu, Etika, dan Nilai Kemanusiaan

Ilmu yang beradab bukan hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga bermoral secara etis. Nilai keadilan, kebijaksanaan, keberanian moral, dan kesederhanaan seharusnya menjadi fondasi dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Ilmuwan tidak cukup hanya dituntut objektif, tetapi juga memiliki kesadaran etis terhadap dampak sosial dari ilmu yang dikembangkan.

Ilmu bukan semata alat untuk mengetahui dan menguasai, melainkan sarana untuk memanusiakan manusia. Dalam konteks ini, ilmu dituntut untuk berpihak pada nilai-nilai kemanusiaan dan keberlanjutan kehidupan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa ilmu tidak pernah sepenuhnya bebas dari nilai, meskipun ia tetap harus menjaga objektivitas dalam metode dan proses pencarian kebenaran. Dalam realitas sosial kontemporer yang ditandai oleh krisis moral, teknologi, dan kemanusiaan, ilmu justru semakin dituntut untuk berpihak pada nilai-nilai etis.

Fenomena digitalisasi, kecerdasan buatan, krisis lingkungan, serta politisasi ilmu menunjukkan bahwa klaim kebebasan nilai dalam ilmu sering kali runtuh ketika bersentuhan langsung dengan kehidupan sosial. Oleh karena itu, tantangan utama ilmu pengetahuan saat ini adalah menjaga keseimbangan antara objektivitas ilmiah dan tanggung jawab kemanusiaan, demi pembangunan peradaban yang bermakna, beradab, dan berkelanjutan.

Penulis: Auliyaa Futihatul Aghnia, Mahasiswi Semester 1 Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta (IAT 1A)

Tonton podcast Milenianews yang menghadirkan bintang tamu beragam dari Sobat Milenia dengan cerita yang menghibur, inspiratif serta gaul hanya di youtube MileniaNews.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *